Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Benar saja apa yang di rencanakan oleh bu Mawar dan Mela. Keduanya mendatangi kediaman Andreas yang pernah di tinggali bersama Meli.
Dengan penuh percaya diri keduanya menekan klakson mobil berkali-kali untuk di bukakan pintu. Hingga akhirnya pintu terbuka dan mobil masuk ke dalam halaman rumah mewah itu.
Bu Mawar dan Mela turun dari mobil lalu berjalan dengan santai dan angkuh menuju pintu. Tanpa mengetuk keduanya masuk begitu saja ke dalam rumah.
"Benar-benar mewah ya Bu rumahnya, aku jadi gak sabar mau tinggal di sini," kata Mela sembari melihat sekeliling rumah.
Selama Meli menikah, Mela belum pernah datang langsung ke rumah itu. Hanya mendengar dari kedua orang tuanya saja tentang bagaimana mewahnya rumah sang kakak.
Dan kini Mela melihat langsung seperti apa kemewahan rumah itu. Membuat jiwa matre Mela meronta-ronta ingin segera meniliki.
Keduanya hendak menaiki tangga saat seseorang menegur mereka. Hingga langkah mereka terhenti dan melihat ke asal suara.
"Hey! Siapa kalian berani masuk ke dalam rumah ini, hah?"
Bu Mawar menatap sinis pada perempuan yang berpakaian sederhana yang menghampirinya.
"Kamu yang siapa? Pembantu aja sok-sokan kamu marahin saya di rumah saya sendiri," kata bu Mawar marah.
Kening wanita itu mengerut bingung dan tak percaya dengan apa yanh di dengarnya.
"Rumah kamu? Sejak kapan rumah ini jadi milik kamu? Apa kamu selingkuhan suami saya? Kamu datang ke sini bawa perempuan ini mau apa hah?" Marah wanita itu balik dan tak takut sedikitpun pada bu Mawar.
"Apa kamu bilang? Rumah kamu? Dengar ya perempuan miskin, rumah ini milik anakku yang sudah meninggal. Jadi otomatis rumah ini juga jadi milikku, aku mau datang kapan saja ya suka-suka aku lah. Dan apa tadi kamu bilang? Aku selingkuhan suamimu? Gak sudi aku jadi selingkuhan suamimu yang miskin itu," hina bu Mawar.
Mata wanita di depan bu Mawar melotot sempurna. Dengan lantang dia berteriak memanggil Satpam.
"Pak Satpam... Pak Satpam..."
"Oh jadi kamu istrinya Satpam itu? Pantes sih karena kalian sama-sama miskin," hina bu Mawar lagi yang semakin mengobarkan api amarah lawannya.
"Ada apa, Bu?" Tanya pria yang baru datang.
"Seret mereka berdua dari sini, siapa yang bukain pagar untuk orang gila seperti mereka?"
"Maaf, Bu. Saya kira mereka tamu Ibu, jadi saya bukain pintu gerbangnya."
"Ya sudah, cepat seret mereka keluar sekarang."
Bu Mawar dan Mela melongo tak percaya sekaligus marah. Mereka merasa lebih berhak atas rumah itu dari pada wanita di depannya yang mereka kira pembantu.
"Gak, kamu gak bisa usir kami dari sini. Rumah ini milik kami dan kamu gak ada hak buat usir kami. Seharusnya kamu yang pergi dari rumah saya sebelum saya lapor Polisi," ujar bu Mawar.
"Tahu nih, jadi pembantu kok gak tahu diri sih. Kamu yang harus pergi dari rumah ini, kamu di pecat dan jangan balik lagi ke rumah ini," kata Mela ikut marah.
"Seret mereka berdua," ucap wanita berdaster itu.
Satpam yang bertubuh besar tinggi itu segera memegang lengan bu Mawar dan Meli. Keduanya di tarik keluar dari rumah secara paksa.
"Lepaskan! Lepaskan kami, orang rendahan seperti kamu gak punya hak usir kami dari sini."
Bu Mawar berteriak sekencang mungkin sembari berusaha untuk melepaskan cengkraman kuat di lengannya. Mela juga melakukan hal yang sama seperti ibunya, berusaha melepaskan diri.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu, lengan mulusku hanya bisa di sentuh orang kaya. Lepaskan aku..."
Keduanya di lempar keluar pintu oleh Satpam itu. Bu mawar dan Mela mendengus kesal dan tak terima di perlakukan seperti itu.
"Kurang ajar kalian semua! Aku akan adukan kalian pada menantuku, dia pemilik perusahaan terbesar di negeri ini. Kalian akan menjadi gembel kalau menantuku sudah turun tangan," kata bu Mawar.
Wanita paruh baya itu mengeluarkan ponsel bermaksud untuk menghubungi Andreas.
"Aku pastikan Kak Andreas akan membuat kamu dan kamu berlutut memohon ampun padaku," pekik Mela pula.
"Andreas?" Wanita berdaster itu mencoba berpikir sejenak lalu tak lama ia tertawa dan membuat kedua wanita ibu dan anak di depannya heran.
"Gila ya kamu karena sebentar lagi akan jadi gelandangan?" Sinis Mela.
"Haduh... Sekarang aku tahu siapa kalian berdua ini." Wanita itu menunjuk bu Mawar dan Mela bergantian.
"Kalian pasti Ibu dan Adiknya Meli, kan? Mantan istrinya Andreas yang meninggal dalam kecelakaan saat hendak kabur bersama selingkuhannya itu. Bahkan sekarang Pak Dudi mendekam di penjara karena korupsi uang proyek dari Andreas, aku benarkan?"
Tawa wanita berdaster itu kembali terdengar di telinga ibu dan anak yang nampak gugup karena sepertinya desas desus perselingkuhan Meli sudah menyebar. Bahkan penyebab kematiannya yang baru melahirkan juga sudah tersebar.
"Jangan sembarangan menuduh anak saya ya kamu. Tahu apa kamu tentang anak saya? Anak saya itu wanita baik-baik," kata bu Mawar tak terima keluarganya di hina.
"Ya baik, karena terlalu baik sampai rela membawa bayi yang belum genap 24 jam di lahirkan untuk kabur bersama selingkuhan. Sungguh prestasi yang sangat buruk," sahut wanita itu sinis.
"Jaga ya ucapan kamu! Aku bisa tuntut kamu atas pencemaran nama baik," ancam Mela.
"Silahkan saja, aku juga bisa tuntut kalian karena membuat keributan di rumah orang lain," tantangnya balik.
"Ini rumah kami, Andreas membelinya setelah menikah dengan anak saya Meli. Otomatis rumah ini juga jadi milik kami, sebaiknya kamu segera pergi dari sini," kata bu Mawar.
Ia yang tak berhasil menghubungi Andreas jadi ketakutan.
"Benarkah? Tapi sayangnya suamiku membeli rumah ini dari Pak Bastian dan suratnya juga atas nama beliau. Jadi percuma saja kalian berisik di sini, mau menuntut hak anak Anda juga rasanya percuma karena gak bisa masuk harta gono gini juga."
Bu Mawar pucat mendengar kenyataan yang baru di dengarnya. Ia memang tak tahu rumah ini atas nama siapa. Yang ia tahu rumah ini milik anaknya karena sempat di tempati oleh anaknya juga.
Pasangan ibu dan anak itu pergi dengan perasaan malu yang sangat. Mereka memutuskan untuk pergi ke penjara mengunjungi pak Dudi dan menanyakan kebenaran itu.
Sesampainya di lapas, keduanya mengisi buku tamu dan di minta untuk menunggu sejenak.
"Bagaimana ini, Bu? Apa iya rumah itu sudah di jual dan surat-surat sebelumnya juga atas nama Om Bastian?" Tanya Mela dengan wajah lesu karena tak jadi menempati rumah mewah itu.
"Ibu juga gak tahu apa-apa tentang rumah itu, Mel. Kakak mu gak pernah bahas tentang rumah itu, tapi memang setelah dia menikah langsung menempati rumah itu," jawab bu Mawar.
"Gagal deh tinggal di rumah mewah," gerutu Mela.
"Tenanglah, kita tanya Ayah dulu," kata bu Mawar meminta anaknya diam.