Namaku Erikha Rein,anak kedua dari pasangan Will Rein dan Carlista Sari,kakakku bernama Richi Rein(ketua osis di smu purnama bakti,aktif di sekolah dan pastinya dia vocalis band Enew).
yah,keluarga kami sebenarnya broken karena perceraian tetapi Mami selalu ada buat kami.
Seiring waktu aku dan kakakku sangat ingin Mami bahagia karena sepertinya Mami menyimpan masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone pak Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Proses pembuatan iklan berjalan dengan baik dan sedang dalam proses editing yang dikerjakan Iqbal,Alif dan beberapa teman yang ikut membantunya.
Didi tidak ikut terlibat dalam prosesnya dan lebih mempercayakan kepada asistennya.
Merasa keringatnya sudah membasahi seluruh bajunya Didi berniat untuk mand dan berganti.
Lista termenung dikamarnya,sesekali memainkan ponselnya berniat menghubungi seseorang namun rasanya galau.
Didi yang melihatnya dari pertama masuk langsung duduk disebelahnya.
"Yang kamu kenapa?"tanya Didi.
Lista menoleh kearah suaminya dengan sedikit menghirup nafas dalam.
"Aku ingin segera menyelesaikan ini,hanya saja tidak tahu mau memulai dari mana."jawab Lista.
Lista kembali menunjukkan amplop coklat dari Gasa.
Didi mencoba menghubungi Gasa beberapa kali namun panggilan selalu di alihkan.
Akhirnya Didi berinisiatif menghubungi anak pertamanya.
"Hallo."Sapa orang diseberang.
"Halo,Azam."jawab Didi.
"Ada apa om?"tanya Azam.
"Papa ada gak?"tanya Didi.
"Lagi ke Kota B om."jawab Azam.
Obrolan berhenti,saat ini Gasa sedang tidak ada dirumah.
"Gasa tidak ada dirumah,katanya pergi kerumah mertuanya."kata Didi.
Didi menyimpan kembali amplop coklat milik istrinya,dan menatap istrinya dengan pandangan lembut.
"Yang,nonton yuk."ajak Didi.
Wajah Lista berseri mendengar suaminya mengajak pergi menonton.
"Ayo.Abis itu kita nongkrong di Bukit Besar."jawab Lista.
Didi tertawa mendengar ajakan istrinya.
"Mau ngapain kesana?"Jawabnya masih dengan menahan tawa.
"Lihat lampu menyala dari jauh."jawab Lista lagi.
"Kamu gak takut disana banyak preman?"tanya Didi lagi.
"Emang masih ada ya?"tanya Lista balik.
Begitu seriusnya Lista membuat Didi memandangnya dengan senyuman,ternyata istrinya memang perempuan rumahan.
"Enggak ada lagi kok,sekarang tempatnya rame banget kalau malam,banyak juga orang jualan disana."jawab Didi.
"Kok kamu tahu?ahh jangan-jangan kamu sering kesana ya?"tanya Lista beruntun.
Didi tidak menjawab pertanyaan istrinya,tiba-tiba senyumnya hilang begitu saja,dia beranjak dan pergi kekamar mandi.
"Kenapa dia?"tanya kepada diri sendiri.
Karena terlalu lama menunggu suaminya Lista merasa bosan dan tertidur.
Didi merasa bersalah kepada istrinya karena tadi tiba-tiba diam.
Didi kembali mengingat kenangan masa lalunya di Bukit Besar.
Saat itu tengah malam dia menemui chaca disana.
Waktu itu Chaca adalah perempuan yang sedang dekat dengannya.
Didi hampir melamarnya,namun karena satu kejadian Didi memutuskan untuk mundur.
"Cha,malam-malam gini ngapain kamu disini?"tanya Didi.
"Di,aku ingin kamu menjauh dariku."jawab Chaca.
"Maksudmu?"tanya Didi.
"Aku sudah memutuskan untuk menjadi ibu dari anak-anak kakakku."jawab Chaca.
Perlahan-lahan Chaca berjalan menjauh meski langkah kakinya pelan namun pasti, meninggalkan Didi disana.
Didi tersadar dari lamunan karena ketukan pintu kamarnya.
"Ada apa mbak Lia?"tanya Didi.
"Opa sama Oma datang Pak."kata Mbak Lia.
"Kok gak pake sambungan....."Didi hanya dengan isyarat tangan.
"Rusak Pak."jawab Mbak Lia
Mbak Lia berlalu dengan cepat karena melihat majikannya baru selesai mandi dengan rambut masih basah dan hanya mengenakan handuk sebatas pinggang.
Bukan Mbak Lia kalau tidak membuat heboh dunia para Mbak.
"Duhh Mbok Yum meleleh melihat Pak Didi tadi."kata Mbak Lia.
Mbok Yum yang lebih tua dari mereka malah memukul kepala Mbak Lia dengan panci,tentunya pukulan sayang bukan pukulan marah.
"Jaga mulutmu iku Lia,ada Bapak sama Ibu nanti kalau mereka dengarkan gak enak."kata Mbok Yum.
"Iya iya Mbok."Jawab Mbak Lia masih dengan senyum-senyum.
Mereka bertiga tertawa dengan sedikit keras hingga terdengar oleh para asisten yang sedang sibuk bekerja.
"Ada kejadian apa kali ini?"tanya Alif.
"Paling mereka saling pukul panci."jawab Iqbal.
Didi keluar dari kamarnya setelah berganti pakaian.
Diwaktu yang sama Eri keluar dengan membawa hasil karyanya.
"Papi"panggil Eri.
"Ada apa?"jawab Didi.
Eri menunjukkan hasil karyanya yang sudah selesai hanya saja belum dibingkai.
"Bagaimana manurut Papi?"tanya Eri.
"Bagus kak."jawab Didi dengan mengelus-elus kepala anaknya.
"Papi bisa temani aku nyari bingkainya gak?"tanya Eri lagi.
"Sama Kak Richi ya,Papi mau menemui Opa sama Oma dulu."jawab Didi.
Eri cukup terkejut dengan kedatangan Opa dan Omanya yang sangat tidak biasa dan tiba-tiba.
"Kapan mereka datang?"tanya Eri.
"Barusan."jawab Didi.
Eri dan Didi turun bersamaan,langsung menemui Opa dan Omanya.
Eri memeluk Oma dan menyalaminya,karena memburu waktu Eri pamit keluar mencari bingkai foto ditemani Kakaknya.
Didi memberi salam kepada mertuanya yang baru datang.
"Papa sama Mama kok gak ngabari mau datang?"tanya Didi.
Papa Syarif melihat meja makan penuh dengan kerjaan dan anak buah Didi.
"Kamu pasti sibuk,lagian banyak Taxi diluar sana."jawab Papa.
"Lista mana Di?"Tanya Mama Haya.
"Istirahat ma."jawab Didi singkat.
Didi sengaja tidak memberitahu kabar kehamilan Lista,biarlah nanti Lista sendiri yang bercerita.
Mama Haya kekamarnya untuk membersihkan badan dan berganti pakaian.
Papa Syarif mengajak Didi duduk dikursi dekat kolam renang.
"Bagaimana kabar preman jalanan?"tanya Papa.
Preman jalanan adalah sebutan untuk Gasa karena penampilannya.
Badannya kekar dan wajahnya yang tampan hanya saja ada beberapa tato menghiasi lengannya.
Itu sebabnya Papa Syarif menyebutnya preman jalanan.
"Setelah bertemu kembali dengan Lista dia berusaha bertanggung jawab."jawab Didi.
"Kamu sendiri bagaimana menyikapi masalah ini?"tanya Papa lagi.
"Maafin Didi Pa,andai saja waktu itu Didi berani bersikap tegas pada Lista....."Didi belum selesai bicara.
"Papa juga salah,dulu terlalu keras kepada Lista."jawab Papa.
Didi mengelus-elus pundak mertuanya,keduanya kembali dalam obrolan yang sedikit menghanyutkan.
"Tentang Richi kamu juga sudah tahu?"tanya Papa lagi.
Didi hanya mengangguk dengan wajah tersenyum melihat kearah Papa mertuanya.
"Bagiku Richi dan Eri adalah anak-anakku,mereka berdua yang berusaha menyatukanku dengan Maminya."jawab Didi.
"Banyak hal yang terjadi saat kalian berpisah."kata Papa.
"Sudah Pa tidak usah dibahas,biarlah itu menjadi masa lalu."jawab Didi.
Suara adzan Magrib bergema diarea perumahan Didi.
Tanda menutup semua pintu karena malam akan segera datang.
Para asisten Didi sudah selesai membereskan pekerjaannya dan bersama-sama menjalankan ibadah sholat Magrib.
"Bos semua sudah aku kirim ke emailmu ya."kata Iqbal.
"Iya,nanti malam aku cek."jawab Didi.
"Aku balik kekamar,kalau ada perlu ketuk aja."pinta Alif.
"Iya jangan lupa makan malam."kata Didi.
"Siap bos."jawab Alif.
"Iqbal sekalian hubungi customer service telkom."pinta Didi.
"Siap."
Oma Haya belum melihat Lista sejak kedatangannya tadi.
"Di panggil Lista dulu sebentar."pinta Mama.
"Baik Ma."jawab Didi.
Didi merasa Lista tidur terlalu lama,apa mungkin karena sesang berbadan dua.
"Yang bangun ada Mama datang."panggil Didi.
Lista masih malas untuk beranjak dari kasurnya.
"Suruh aja kesini Mama sama Papa."jawab Lista.
"Bangun dulu kamu pasti belum sholat,ayo sholat dulu."kata Didi membangunkan istrinya.
"Iya,iya."jawab Lista membuka matanya perlahan.
Lista berusaha sekuat tenaga untuk kembali mengumpulkan nyawanya.
"Yang jadi gak kita ke Bukit Besar?"tanya Lista.
"Ada Papa sama Mama dibawah nungguin kamu."jawab Didi.
Lista berlalu menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Selesai melaksanakan sholat Lista berniat untuk menarik kembali selimutnya namun Didi mencegahnya.
"Yang,ayo temui Mama sama Papa dulu."kata Didi.
"Suruh aja kesini."jawab Lista.
"Abis itu kita ke Bukit Besar."ajak Didi.
Senyum Lista langsung mengembang mendengar suaminya mengajaknya ke Bukit Besar.
"Makasih sayang."jawab Lista dengan tersenyum memeluk suaminya.
"Iya sama-sama"Didi membalas pelukan istrinya.
Entah apa yang membuat Lista sangat ingin mengunjungi Bukit Besar.
Namun melihat keceriaannya rasanya Didi juga tidak bisa menolak.
Akan Didi lakukan asal bisa membuat Lista bahagia,meski sebenarnya dirinya punya sedikit trauma dimasa lalunya.