Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Ternyata bukan
"Ya Allah, cemoga di ulang tahun nanti Alin punya Mama, Amiiinn," do'a Afrin sambil mengusap wajahnya.
Emran menundukkan kepala, mendengar apa yang diucapkan putrinya, begitupun dengan karina. Begitu besar keinginan Afrin untuk memiliki seorang ibu, tapi hingga detik ini tidak ada yang mampu meluluhkan hati Aydin.
"Ayo tiup lilinnya, Dhek!" pinta Aydin.
Afrin meniup lilin dan memotong kue untuk dibagikan kepada penghuni rumah dengan dibantu oleh Karina.
"Kue pertama buat Oma," ucap Afrin.
"Terima kasih, Sayang."
"potongan kedua buat Papa, yang ketiga buat Kakak."
Mereka semua menikmati pesta sederhana itu, pesta yang hanya sebentar saja, tidak berapa lama Afrin memilih ke kamar kembali karena memang dia tidak menginginkan pesta itu.
*****
Hari ini Yasna ikut Zahran pergi bekerja, sepanjang lobi para pegawai menunduk memberi hormat. Sejujurnya Yasna risih diperlakukan seperti itu, tapi Yasna juga ingin memberi tahukan kepada wanita pemilik parfum itu, bahwa dialah istri Zahran.
Sampai didepan ruangan Zahran, terlihat sekretaris Zahran yang sibuk dengan laptopnya.
"Abang, duluan saja. Aku mau ngobrol sama Wulan sebentar," bisik Yasna yang diangguki Zahran.
"Ekheem," deheman Yasna mencoba mengalihkan perhatian wanita cantik, sekretaris suaminya itu.
"Ibu, selamat pagi?" sapa wulan sekretaris Zahran.
"Pagi ... kamu lagi ngerjain apa sih? serius banget?" tanya Yasna mendekati Wulan mencoba mencium parfum yang dipakai Wulan, apakah sama dengan parfum yang menempel di baju suaminya atau tidak.
"Lagi menyiapkan jadwal buat Pak Zahran, Bu."
"Emang aku sudah tua ya ? dari tadi kamu panggil Ibu?"
"Tidak, Bu, anda masih muda dan cantik, tapi anda kan istri Pak Zahran jadi saya panggil Ibu."
"Panggil Yasna saja atau Mbak juga boleh."
"Baiklah saya panggil Mbak kalau begitu."
'Parfum yang dipakai Wulan tidak sama dengan parfum yang menempel dibaju Abang, parfum wulan lebih ringan,' batin Yasna
"Itu lebih baik," ucap Yasna tersenyum.
"Kamu lanjutkan pekerjaanmu, saya masuk dulu."
"Iya, Bu."
Yasna masuk ke ruangan suaminya, terlihat Zahran tengah sibuk dengan tumpukan kertas di mejanya.
"Ngobrolin apasih sama Wulan?" tanya Zahran.
"Biasalah wanita, mau tahu aja."
"Iya deh, wanita."
"Ini apa, Bang?" tanya Yasna saat melihat ada sebuah papper bag disisi rak buku dan saat Yasna melihatnya ternyata sebuah parfum.
"Oh itu kemarin teman aku nawarin parfum itu, sebenarnya aku mau nolak karena itu parfum cewek dan strong banget, kamu sudah pasti tidak suka, tapi kasihan dia sudah jauh-jauh kesini jadi, aku ambil saja."
'Ternyata Abang sendiri yang pakai parfum itu, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, maafin aku Bang,' ucap Yasna dalam hati
"Kenapa diam, Sayang?" tanya Zahran membuyarkan lamunan Yasna.
"Tidak ada, aku senang Abang masih mengingat apa yang aku suka dan tidak aku suka."
"Tentu dong, Sayang."
*****
"Selamat pagi," ucap Tisya.
"Pagi sekali kamu datang?" tanya Karina.
"Hari ini Tisya masak banyak Tante, dan Tisya teringat Emran jadi Tisya bawa kesini."
Emran keluar dari kamarnya menuju ruang makan, begitupun dengan Afrin dan Aydin.
"Aku masakin nasi goreng kesukaan kamu, nasi goreng seafood, ayo, cobain!"
'Dia hanya memikirkan Emran lalu bagaimana dengan kedua cucuku?' batin Karina.
"Tante kenapa diam? Tante mau juga?"
"Tidak, Tante makan ini saja," jawab Karina sambil menunjuk nasi dipiringnya.
Mereka makan dengan tenang, Karina heran dengan Aydin tidak biasanya dia diam saat ada Tisya disini, apa Aydin sudah mulai menerima Tisya sebagai Mamanya? Semoga saja, walau jujur dalam hati Karina tidak begitu menyukai Tisya, karena dia hanya memikirkan Emran tanpa mau berusaha berinteraksi dengan Afrin dan Aydin.
Emran juga sama dengan Namanya, ia berpikir bahwa Aydin sudah mulai menerima Tisya, tapi ternyata mereka salah, ulah jahil Aydin masih sama saat wanita itu akan beranjak dari duduknya, tiba-tiba gaun yang ia pakai menempel dikursi yang ia duduki.
"Aduhh, apa ini?" tanya Tisya.
"Kenapa, Sya?" tanya Emran.
"Gaunku nempel dikursi," jawab Tisya kesal.
Sementara sang pelaku tidak terpengaruh sedikitpun, dia masih asyik menikmati sarapannya.
"Coba pelan-pelan berdiri!" perintah Karina.
Gaun yang dipakai Tisya akhirnya robek membuat Tisya kesal, karena gaun itu baru dibelinya kemarin dan harganya juga cukup mahal.
"Aaaaa kan robek! Aku baru membelinya kemarin! Pasti kamu ya yang ngerjain? kamu itu kurang kerjaan banget sih ngerjain orang tua, kamu tahu nggak kalau gaun ini tuh mahal, kamu itu masih kecil seharusnya lebih menghormati orang tua," hardik Tisya sambil menunjuk Aydin.
"Saya akan menggantinya, sebutkan saja berapa harganya, akan saya transfer nanti dan satu lagi, mulai besok jangan pernah datang kesini lagi," ucap Emran dingin.
Emran juga sama halnya dengan Tisya, ia marah pada Aydin karena selalu jahil pada siapapun wanita yang dekat dengannya, tapi ia tidak terima jika ada orang yang menghardik anaknya, seperti yang dilakukan oleh Tisya.
Tisya tersadar jika ia telah salah sudah memarahi Aydin, dalam hati ia merutuki dirinya yang lepas kontrol.
"Maksudku bukan begitu Ran! aku cuma....
"Aku berangkat dulu Pa, Oma, ayo dhek! Pak Hari sudah menunggu," ajak Aydin.
"Alin belankat dulu ya Oma, Papa," pamit Afrin sambil mencium punggung tangan Emran dan Karina diikuti Aydin.
"Aku juga berangkat dulu Ma," pamit Emran berlalu.
"Iya, hati-hati," pesan Karina.
"Tan, aku nggak bermaksud buat marah sama Aydin, aku cuma kesal, baju yang baru aku beli robek karena ulah jahil Aydin, Tante ngerti kan perasaanku? aku sangat mencintai Emran Tante, tolong bantu aku!" pinta Tisya.
"Tante tidak bisa membantu apapun, semua keputusan ada ditangan Emran," sahut Karina.
"Tapikan Tante Mamanya! Pasti Emran mau menuruti permintaan Tante."
"Emran bukan anak kecil yang bisa diatur, dan Tante juga tidak mau terlalu ikut campur dengan masa depan Emran, dia tahu mana yang terbaik untuknya dan kedua anaknya."
Ingin sekali Karina menyeret Tisya agar segera meninggalkan rumahnya, tapi ia tidak sekejam itu.
Karina tidak terima saat Tisya memarahi Aydin seperti tadi, karena sejak lahir hingga kini tidak seorangpun dikeluarganya yang memarahi anak dan cucu mereka.
"Sebaiknya kamu pulang dan pikirkan baik-baik perasaanmu sebelum lebih jauh, saat ini saja kamu tidak bisa menahan kekesalanmu, apalagi nanti jika kamu menjadi istri Emran, pastinya menjadi ibu dari Afrin dan Aydin. Mungkin akan lebih banyak lagi kejahilan yang akan Aydin lakukan."
Bukan tanpa sebab Karina mengatakan hal itu, tapi melihat apa yang Aydin lakukan selama ini, tidak menutup kemungkinan akan Aydin lakukan seterusnya sampai anak itu bisa berpikir dewasa. Sedangkan Tisya, dia orang yang mudah marah, bagaimana nanti mereka bisa menjadi satu keluarga?
.
.
.
.
.,,.