Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Gina
Seorang wanita tua keluar dari mobil mewah dengan wajah angkuh. Dagu diangkat, banyak perhiasan di seluruh tubuhnya. Mirip toko berjalan.
"Jadi di sini rupanya dia bersembunyi. Pantas susah sekali ditemukan." Gumamnya sambil melangkahkan kaki ingin memasuki rumah tanpa mau permisi.
"Nyonya mau ke mana?" Rani terlihat menghadang jalan Nyonya Renata.
"Aku ingin bertemu anak dan menantuku, dan kamu untuk apa menghalangi jalanku." Ucap Nyonya Renata.
"Tuan dan Nyonya sedang sarapan..."
"Minggir jangan pernah halangi jalanku." Nyonya Renata memotong kalimat sambil mengacungkan sebuah pistol ke arah Rani yang langsung diam terkejut.
"Jadi, kalian berkumpul di sini?" Ucapnya Nyonya Renata tersenyum remeh.
"Jadi, kamu bersembunyi di bawah ketiak wanita hamil itu? Menjijikkan!"
"Ibu... Sudah Bu, turunkan senjata Ibu. Jangan terus mencari musuh." Ucap Rizal beranjak dari duduknya kemudian ingin menjabat tangan Ibunya. Tapi, justru uluran tangan Rizal ditepis kasar, dan tubuhnya didorong kasar membuat Rizal yang belum pulih 100 persen jatuh tersungkur.
"Kamu, anak durhaka? Mana surat wasiat yang kamu curi dariku?" Tanya Nyonya Renata menatap tajam.
"Surat wasiat palsu yang kamu maksud? Bukankah justru kamu yang mencuri harta kedua orang tuaku. Dasar wanita jalang, pelacur murahan. Kamu goda Papaku, setelah itu kamu bunuh kedua orang tuaku. Wanita iblis." Ucap Arrayan marah.
"Bedebah sialan, siapa kamu berani menghinaku? sudah seharusnya Andhika memberikan seluruh hartanya padaku, karena aku satu-satunya wanita yang dicintai."
"Tante tua, lebih baik bangun dari tidur panjangmu. Kalau Papa mertuaku mencintaimu, tidak perlu kamu memaksa membuat surat wasiat palsu kemudian dengan tanganmu sendiri kamu malah membunuhnya. Apa itu cinta?"
Perlahan tapi pasti, wanita hamil itu berdiri dan mendekati tamu tak diundang yang sudah mengganggunya.
"Selain menjadi pelakor dan pembunuh, apa kemampuan yang kamu miliki?" Tanya Anye dengan tatapan membunuh yang sebelumnya tidak pernah dia perlihatkan pada siapa pun juga.
Tak
Bahkan Anye menepis kasar tangan yang masih memegang senjata.
Nyonya Renata mengibas kibaskan tangannya yang ngilu, karena pukulan Anye tidak main-main hingga membuat pistol itu terlempar sangat jauh.
"Mas Ray, ambilkan pistol itu!" Perintahnya pada sang suami yang menatap tak percaya atas ketegasan dan tatapan tajam milik istrinya.
Arrayan menurut, kemudian meletakkan pistol itu di telapak tangan Anye.
"Kamu ingin membunuh kami berdua? Kamu ingin melenyapkan anak yang lahir dari dalam rahimmu juga? Biar aku ajarkan cara membunuh yang sesungguhnya." Ucapan Anye membuat merinding semua orang yang mendengarkan.
DUK
PLAK
Anye memukulkan gagang pistol ke pelipis Nyonya Renata. Membuat lebam membiru dan sedikit keluar darah akibat kerasnya pukulannya.
"Bangsat... Bagaimanapun, aku ini mertuamu..."
PLAK
"Wanita Iblis sepertimu, tidak layak mendapatkan gelar terhormat itu. Ibu mertuaku hanya Almarhum Mama Arimbi, bukan pelakor apalagi pembunuh."
"Rizal, ambilkan rantai yang ada di laci dekat pintu dapur. Rantai yang seharusnya aku gunakan untuk merantai anak anjing tetangga, mungkin akan cocok untuk Ibumu."
Rizal tidak berani membantah, dia berjalan sedikit pincang menuju dapur. Setelah itu kembali menyerahkan rantai yang dimaksud pada kakak iparnya.
Anye mengikat kedua tangan Nyonya Renata ke belakang, dan kedua kakinya juga dengan rantai itu.
"Bawa ke gudang belakang, aku ingin tahu apakah anaknya yang dia banggakan akan datang menolongnya."
Lain lagi di sebuah rumah sakit yang dijaga ketat oleh petugas polisi, suara tangis meraung dari seorang wanita yang kedua tangannya diborgol itu terdengar berisik. Tidak ada yang iba, meskipun wajah tuanya banjir air mata.
"Gina... Bangun, kenapa jadi begini sebenarnya racun apa yang orang itu masukkan ke dalam suntikkan."
Seorang dokter polisi wanita masuk, menelisik penampilan kacau Mama Ambar.
"Racun itu adalah racun paling berbahaya yang tidak mudah didapatkan. Racun pelumpuh syaraf, yang membuat penderita mengalami kerusakan syaraf yang parah hingga menimbulkan kelumpuhan seluruh tubuh dan lama-kelamaan syaraf otak pun ikut lumpuh. Artinya penderita bisa anfal." Ucap dokter.
"Jadi katakan pada penyidik, Anda dapat dari mana racun itu?" Ucap Dokter itu lagi, kemudian mengkode pada rekannya untuk membawa Mama Ambar ke ruang penyidikan.
"Tolong untuk kooperatif selama penyidikan. Jawab pertanyaan saya dengan jujur. Benar nama Anda Ambar Sari? Apa Anda bekerja sendiri atau ada orang yang ikut membantu?"
Mama Ambar bingung mau jawab apa, pasalnya dia hanya menuruti kemauan pribadinya ditambah perintah seseorang. Tapi mengingat jika Gina malah menjadi korban, rasanya tidak adil jika mereka berdua saja yang menderita. Kedua orang itu juga harus ikut merasakan jeruji besi.
"Saya tidak tahu namanya, waktu itu ada seorang yang menabrak..."
"Kemudian dia bertanggung jawab dengan membawa saya ke Rumah Sakit. Tapi keesokan harinya, seorang wanita seumuran dengan saya datang dan memberi penawaran untuk menghancurkan Arrayan mantan menantu saya yang berkhianat. Kedua orang itu juga yang membebaskan Gina dengan uang jaminan. Saya dibekali uang yang banyak, pistol dan sebuah jarum suntik."
"Tapi, saya tidak tahu jika ternyata isi dari jarum itu adalah sebuah racun yang berbahaya. Dan tujuan saya hanya ingin membunuh Arrayan, tapi Gina justru Gina menginginkan nyawa Anye juga. Karena mantan suami Gina terlihat tidur memeluk mantan istri Gilang. Gina terbakar emosi dan cemburu, sehingga ingin membunuh Anyelir juga."
"Cukup terima kasih, atas kejujurannya. Tapi masalah Bu Ambar tidak hanya tentang rencana pembunuhan saja. Ibu Ambar juga dilaporkan atas kasus penculikan bayi 18 tahun yang lalu, dan juga kekerasan. Bisa Anda jelaskan kronologi kejadiannya."
Deg
"Sialan, ternyata Anye sudah tahu jika Gavin adalah adiknya. Mampus aku pasti dihukum mati."
Mama Ambar diam, membuat sang penyidik mulai kehilangan rasa sabar.
"Ibu mau bicara atau saya buat Ibu bicara?" Tanya penyidik.
Braakkk
"Cepat katakan, karena itu bisa meringankan hukuman." Ucap penyidik.
"Saya spontan melakukan tanpa rencana, saat melihat musuh saya juga melahirkan di Rumah Sakit dengan hari dan jam yang sama."
"Bayi saya mati karena memang saya yang tidak menjaganya saat dalam kandungan. Saya menukar bayi saya dengan bayi milik Almira."
"Apa tidak ada yang melihat, saat Anda melakukan aksi menukar bayi di Rumah Sakit itu?"
"Tidak ada, karena kami melahirkan tengah malam. Suasana sudah sangat sepi, dan saat Dokter lengah..."
"Dengan kedua tangan saya sendiri, saya mengambil bayi milik Almira dan meletakkan bayi milik saya. Saya langsung pulang malam itu juga, meskipun baru satu jam melahirkan. Saya bawa bayi itu dan saya akui sebagai anakku. Tapi, karena dendam dan rasa benci terhadap Almira makanya saya siksa Gavin sejak dia kecil."
Tiba-tiba beberapa petugas berlarian, menuju ruang rawat tempat Gina. Tidak butuh waktu lama, ternyata racun itu sudah langsung menuju otak dan juga menyebar ke seluruh jantung membuat Gina meninggal.
"Tersangka sudah meninggal dunia, beri tahu Ibunya di ruang penyidikan. Kita makamkan jenazah besok pagi di TPU terdekat." Ucap Dokter.
"Ada apa? Bagaimana keadaan putri saya?" Tanya Mama Ambar khawatir. Karena dari tiga anaknya, hanya Gina yang merupakan benih milik suaminya. Pria yang sangat dicintainya.
"Tersangka Gina sudah meninggal dunia, karena racun itu cepat menyebar hingga jantung dan otak tersangka."
"Tidak... Putriku tidak boleh mati. Arrayan, Anye sialan kalian berdua."
Malam itu ruang klinik di kantor polisi menjadi riuh karena tersangka mati atas perbuatannya sendiri. Polisi juga sudah memberi tahu pada Gilang sebahai anggota keluarga.
"Hosshhh... Ahh... Zemi kamu nikmat." Gilang dan Zemi masih terus berpacu dalam melodi tanpa peduli jika Ibu dan Kakaknya sedang tersangkut kasus pembunuhan terhadap mantannya.
Dreettt...
"Ahhh... Gilangghhh... Kamu ini kebiasaan tidak mematikan dulu ponsel. Lihat hasratku mendadak hilang karenamu." Ucap Zemi kemudian mencabut singkong yang menancap dari bawah tubuhnya.
"Halo... APA bagaimana bisa terjadi, baiklah saya akan segera datang." Ucap Gilang sambul memunguti pakaiannya.
"Zemi, Mbak Gina meninggal dunia di kantor polisi." Ucap Gilang.
"Ayo lekas pakai kembali pakaianmu, kita akan pergi ke sana."
"Untuk apa? Pergi saja sendiri." Ucap Zemi malah menyelimuti tubuhnya.
"Terserah, aku pinjam mobilmu dulu." Usai berbicara lirih, Gilang langsung mengambil kunci mobil milik Zemi.
Sementara itu, Arrayan dan Anye juga sudah diberi kabar jika salah satu tersangka meninggal.
Gilang datang bersamaan dengan Arrayan yang tengah membukakan pintu penumpang samping.
Anye keluar dari mobil, kemudian Arrayan merangkul mesra pinggang istrinya.
"Anye dan Mas Rayan? Mereka?" Gilang syok, tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Anye... Mas Rayan, kalian berdua?" Karena tidak ingin mati penasaran, Gilang berlari mendatangi kedua mantannya.
"Ada apa?" Tanya Anye datar.
"Kenapa kalian berdua terlihat mesra? Kalian selingkuh di belakang kami? Mas Rayan mengkhianati Mbak Gina? Dan kamu? Kamu merebut suami Kakakku? Dasar wanita rendahan, Jalang..."
PLAK
BUG
Setelah tamparan dari Anye, Arrayan menbahkan satu pukulan.
"Mas Ray adalah suamiku, aku resmi menikah dengannya setelah bercerai."
"Bagaimana bisa, tidak kamu tidak boleh menikah dengan Mas Rayan. Kamu... Bahkan aku belum menjatuhkan talak, kamu membayar pengadilan agama untuk bisa mengeluarkan surat cerai. Licik kamu Anye, kamu sengaja membalasku karena kamu sakit hati. Tapi kenapa harus suami Kakakku? Memangnya tidak ada laki-laki yang mau dengan janda hamil."
"Oh... Aku mengerti, mungkin anak dalam kandunganmu milik Mas Rayan. Kalian pasti sudah berselingkuh dari kami sejak lama. Tapi justru kami yang terlihat mengkhianati kalian. Astaga permainan apa ini, Anye." Ucap Gilang dengan suara tinggi, dadanya naik turun menahan emosi.
"Sudah mendongengnya, kalau sudah aku mau masuk dulu." Ucap Anye.
Gilang berlari ingin menerjang Anye, tapi dengan sigap Arrayan menghalangi.
Bruukkk...
Justru, Gilang yang jatuh tersungkur setelah kaki panjang Arrayan menendang perutnya dengan sangat keras.
"Hentikan, jangan buat keributan di tempat ini." Tegur Pak Polisi.
Gilang berjalan tergopoh-gopoh mengikuti mantan kakak iparnya yang terus merangkul mesra pinggang mantan istrinya.
rayy ko bisa kamu nularin bucin oon mu sih