Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Pelukis
Ilustrasi ruangan melukis milik Zehya di put Garten saat ini. ( Gambar saya ambil dari google)
Zehya mendorong pintu ruang melukisnya dengan lebar, lantas tersenyum penuh arti pada Axcel.
" Tolong jangan pamerkan hal ini pada Maher," Ujar Zehya seraya mempersilahkan Axcel untuk masuk ke ruangan yang penuh dengan lukisan, kanvas dan alat lukis milik Zehya.
Axcel meniti ruangan itu dengan wajah syok. Bagaimana tidak? Jika gadis kecil yang sudah dia kenal sejak kecil, ternyata adalah seorang pelukis kelas dunia, yang karyanya selalu dinantikan. Axcel mendorong kursi rodanya perlahan. Mengamati setiap lukisan yang ada di ruangan itu.
Matanya terpaku pada sebuah lukisan yang menceritakan tentang sebuah pemandangan indah dengan teknik 4D, lukisan itu tampak nyata, dengan beberapa bagian yang timbul. Axcel tertegun, kala menemukan sesosok hitam, dan kecil di ujung jalan setapak itu.
Perasaan Axcel menjadi sangat sedih. Seolah sosok kecil dan hitam yang berjalan di jalanan terjal, yang di selimuti oleh kegelapan dan kesepian itu adalah dirinya. Air matanya mengalir, pesan yang Zehya sampaikan lewat lukisan itu menembus sanubarinya.
" Apa sesakit itu?" Zehya mengulurkan tisu pada Axcel, yang langsung di raih olehnya.
" Setiap manusia pasti memiliki sebuah momen ini, dimana kita merasakan kesendirian, dalam penderitaan, yang menyedot semua asa yang kita miliki untuk bertahan. Hingga rasanya ingin menyerah, namun tidak bisa."
Axcel menoleh ke kanan, tempat dimana Zehya berdiri dengan tatapan lurus ke depan, dengan ekspresi datar dan aura gelap yang menyelimutinya. Sosok Zehya yang baru pertama kali dia lihat. Tanpa bertanya pun, Axcel dapat memahami perasaan, dan situasi yang sedang Zehya rasakan saat ini. Axcel meraih tubuh Zehya dan memeluknya, menyalurkan kasih sayangnya pada gadis itu.
" Merasa dunia sungguh tidak adil... Gelapnya malam tidak akan mampu menggambarkan gelapnya dunia yang aku lihat. Sunyinya malam, juga tidak akan pernah mampu menyamai kesunyian dunia yang aku tinggali... Dunia yang pernah Aku lihat menghilang dalam sekejap mata. Menyeret paksa diriku ke dalam sebuah penderitaan yang tiada akhir... Terkadang aku lelah, aku ingin berhenti, tapi sebuah cahaya hangat kembali menyadarkan aku, bahwa hidupku harus terus berjalan." Zehya melanjutkan kalimat sedihnya.
Axcel mengelus punggung Zehya lembut. Sisi lain dari Zehya ini mampu membuat seorang Axcel menitikan air matanya. Jauh di lubuk hati Axcel yang paling dalam, ada sesosok makhluk kecil yang meraung, menyerukan kesakitannya karena kerinduan yang teramat besar, kepada sosok seorang ibu, yang tidak pernah dia miliki sejak terlahir di dunia ini.
Zehya balas memeluk Axcel yang menenggelamkan kepalanya di ceruk leher lelaki itu. Menghirup aroma wangi must dan woody dari Axcel yang menenangkan.
...****************...
Zehya melukis dengan di temani oleh Axcel yang duduk di belakangnya, menikmati setiap goresan kuas dengan berbagai warna yang merajut sebuah kisah, membentuk sebuah gambar yang mampu menyedot setiap mata yang melihatnya. Seolah mengandung magic.
Axcel berpikir, apakah setiap seni yang di hasilkan oleh seniman yang menumpahkan segenap perasaannya akan seperti ini? Memiliki daya tarik yang kuat, seolah memiliki magnet yang tidak bisa di abaikan.
Zehya hanya fokus pada lukisannya, sampai-sampai dia melupakan keberadaan Axcel di sisinya. Hari berganti malam, tapi keduanya tidak beranjak, mereka menikmati setiap detik kebersamaan mereka. Tanpa rasa jenuh, dan bosan.
Rose sudah dua kali masuk ke ruangan itu dan mengantarkan cemilan, serta makan malam untuk keduanya, namun tidak berani bersuara. Rose hanya mengambil nampan berisi alat makan dan piring serta gelas kosong dan menggantinya dengan yang baru.
Mengingat kebiasaan Nonanya, Rose bisa mengira bahwa Axcel lah yang menyuapkan makanan tersebut pada Zehya.
Gadis itu baru berhenti setelah menyelesaikan satu lukisan. Zehya memandangi lukisan itu dengan puas. Setelah yakin bahwa lukisan itu telah selesai, setelah beberapa hari tertunda karena dia fokus pada Axcel. Akhirnya karyanya itu selesai juga.
Zehya melepas celemeknya dan membereskan semua peralatannya, menatanya kembali ketempat semula. Zehya hendak pergi ke kamar mandi. Dia sudah sangat lelah, dan ingin segera pergi tidur. Namun, alangkah terkejutnya Zehya, ternyata Axcel masih berada disana, bersamanya.
Ilustrasi Kebersamaan Zehya dan Axcel di ruang lukis Zehya. ( Gambar saya ambil dari google)
" Sudah selesai?" Tanya Axcel pada Zehya. Gadis itu kembali duduk dan memiringngkan kepalanya, menatap wajah tampan Axcel tang sama sekali tidak terlihat mengantuk.
" Pantas saja, aku tidak merasa lapar. Rupanya sedari tadi aku tidak sadar kalau kakak terus menyuapiku dengan makanan," Zehya memberengut." Bagaimana kalau aku jadi gendut?"
" Haha..." Axcel tertawa, lelaki itu balas menatap Zehya dengan senyuman yang tulus. " Hobimu kan makan, Sayang. Aku akan tetap menyayangimu meski kamu jadi gendut."
Zehya mengerjabkan matanya ketika mendengar kata sayang dari Axcel. Lima belas tahun bersama, ini adalah kali pertama Axcel memanggilnya sayang.
" Ada apa?" Axcel kini kembali ke mode kalemnya. Zehya menggelengkan kepalanya.
" Sepertinya aku benar-benar sudah mengantuk," Zehya beranjak dan mendorong kursi roda Axcel keluar dari ruangannya. " Ayo kita istirahat, kak. Aku yakin kakak juga lelah."
Mereka berhenti di dekat tangga, Zehya memanggil Rose dan Doni.
" Bantu Kak Axcel turun, Don. Kakak butuh istirahat." Ujar Zehya ketika dua orang yang dia panggil datang.
" Baik, Nona," Doni mengambil alih kursi roda Axcel dan membantu lelaki itu turun.
" Mimpi Indah, Zehya." Axcel menyempatkan diri untuk berpamitan.
" Mimpi Indah juga, kak Axcel."
Rose mendekati Zehya dan menyerahkan baju tidur pada Nonanya.
" Terima kasih, Rose." Zehya menerima baju gantinya dan berniat untuk segera membersihkan diri dan pergi tidur. Tapi, langkahnya terhenti kala melihat Rose hendak masuk keruang perpustakaan yang sementara menjadi kamarnya.
" Kenapa tidak turun, Rose?" Tanya Zehya heran
" Izinkan saya untuk tidur di perpustakaan juga, Nona. Saya akan tidur di lantai. Saya merasa khawatir jika anda sendirian di lantai atas." Rose menjelaskan dengan cepat. Zehya memutar bola matanya malas.
" Ya.. ya. Lakukan sesukamu, Rose."
...****************...
Mentari mulai menyapa penduduk bumi, musim dingin telah tiba. Ini adalah pertama kalinya salju turun di Put Garten, juga menjadi musim salju pertama bagi Zehya di sana.
Gadis itu tengah menikmati pemandangan hujan salju dari jendela besar yang ada di kamarnya yang sedang Axcel tempati. Zehya duduk bersandar pada dada bidang Axcel yang terasa hangat dan nyaman. Keduanya hanya menikmati pemandangan dari balik kaca jendela kamar dalam suasana yang hangat.
" Ayo kita menikah," Axcel mengeratkan pelukannya. " Saat usiamu sudah dua puluh lima tahun... " Axcel membalas genggaman tangannya Zehya. " Aku rasa lima tahun lagi kamu sudah cukup puas hidup dengan cara nomaden, dan menetap di rumah kita." Zehya terkekeh mendengar penuturan Axcel yang tiba-tiba itu. Meski hatinya bergetar cukup hebat.
" Aku hanya akan menikah dengan orang yang mencintaiku, dan aku mencintainya_"
" Aku orangnya." Axcel memotong kalimat Zehya dengan yakin, tanpa keraguan dalam nada suaranya. Zehya melonggarkan pelukan Axcel, memutar tubuhnya untuk bisa menatap wajah tampan lelaki itu.
" Kakak yakin? " Zehya menatap dalam manik mata Axcel yang juga menatapnya. Zehya menemukan sebuah binar yang tidak pernah dia lihat disana.
" Perlu bukti?" Axcel balas bertanya. Zehya mengangkat sebelah alisnya dan tertawa di detik berikutnya.
" Tidak, Aku belum siap hamil anakmu," Ujar Zehya sembari kembali ke posisi awal, menyandarkan kepalanya ke dada bidang Axcel, yang saat ini tengah tertawa dengan keras.
Ilustrasi Kebersamaan Zehya dan Axcel. (Gambar saya ambil dari google)