NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perempuan Gila. Kemunculan Topeng Hijau Misterius.

Sebuah kereta kuda melaju di kebun kelapa. Seorang laki-laki terkuali lemas di pinggiran kereta di sisi kiri. Kereta itu tidak ada penutup atasnya. Empat orang lainnya duduk tenang di dalam gerobak. Seorang kusir memacu kudanya agak cepat.

"Maaf kawan. Ini demi kepentingan kita bersama," ucap Yudha sambil mengelus punggung Tian yang mabuk kendaraan.

"Obatku sepertinya salah dosis. Nanti aku buatkan dosisi yang pas," sambung Supa berfikir obatnya salah dosis sambil memegang janggutnya.

"Su —" "uweeek." Nusa memuntahkan isi perutnya.

"Sudah, tidak perlu —" "hoouuupp ... weee."

"Sepertinya temanmu sangat lemah soal kendaraan," ucap salah seorang gadis di depan merekayang memegang tas sayur sambil cengengesan.

Tian, Yudha dan Supa sedang naik kereta kuda bersama dua orang gadis yang pulang dari pasar Desa Tentrem bersama ayah mereka. Mereka di beri tumpangan karena menuju arah yang sama. Sayangnya, kendaraan adalah kelemahan Tian karena dia punya masalah pada lambungnya.

"Apa kita sedikit melambat saja?" tanya Pak Kusir kasihan melihat Tian. Dia ayah dari kedua gadis itu.

"Tidak perlu, Pak. Kita pertahankan saja kecepatannya. Untuk masalah teman saya ini, tidak perlu di pikirkan. Ini sudah jadi kebiasaannya," ucap Yudha memberi saran.

"Sialan," batin Tian.

Mereka telah melewati kebun kelapa dan memasuki kebun bambu.

Yudha melihat di kejauhan di depan mereka, ada seseorang yang sedang melambaikan dahan pohon di pinggir jalan. Dia mempunyai rambut panjang dan kusut. Dia memakai daster berwarna oranye bergambarkan kadal.

Yudha terus memperhatikan orang itu. Ketika kereta mereka mendekat, tiba-tiba orang itu menari dan menggoyangkan dahan pohon seperti mengikuti irama. Yudha sedikit tersentak melihat perubahan perilaku itu.

Gadis yang memegang tas sayur, melihat Yudha memperhatikan orang itu. Wajahnya sedikit memerah. Sepertinya dia menyukai Yudha.

"Dia adalah seorang perempuan yang gila," ucap gadis itu malu-malu.

Yudha berbalik memandang gadis itu. Gadis itu menutup mulut dan hidungnya menggunakan tas belanjaannya. Matanya tidak berani menatap langsung pada Yudha dan melihat kedepan.

"Perempuan gila?" tanya Yudha bingung.

"Iya. Sejak kami kecil, dia sudah ada di situ, terus melakukan hal yang sama. Setiap ada orang lewat, dia akan mulai menari." Gadis itu menjelaskan sambil malu-malu.

Yudha kembali memperhatikan perempuan gila itu. Dia seperti merasa ada yang aneh dengan perempuan itu, bukan kegilaannya, tapi sesuatu yang lain. Dia merasa gerakan perempuan itu seperti tarian yang beritme dan teratur. Agak aneh orang gila bisa melakukannya.

Tiba-tiba, perempuan itu menghentikan tariannya, membuat Yudha semakin bingung. Dia seperti memperhatikan mereka. Perempuan itu mulai menari lagi, tapi dengan tempo dan irama yang lebih lambat.

"Huh?"

Tian terbangun dari tengkurapnya dan memandang kedepan. Dia melihat seorang perempuan melakukan gerakan yang tidak asing baginya. Dia terbelalak ketika menyadari sesuatu yang berbahaya akan terjadi.

"Pak Kusir! Tolong putar balik!" pinta Tian dengan wajah cemas dan ketakutan.

"Hah? Ada apa?" tanya Pak Kusir bingung dengan permintaan Tian.

"Tidak ada waktu! Cepat!" desak Tian.

"Tapi kita perlu cari tempat yang luas untuk memutar," jelas Pak Kusir bahwa permintaan Tian susah di penuhi.

"Terlambat," sambung Yudha. Sepertinya dia juga menyadari sesuatu setelah membuka mata kanannya. Dia melihat Energi Spiritual mengelilingi tubuh perempuan itu.

"Pak tambah kecepatan. Secepat yang bapak bisa." Yudha mencoba mencari cara lain untuk menghadapi masalah mereka.

"Kalian ini kenapa?" tanya gadis itu bingung dengan perilaku Tian dan Yudha.

"Apa kalian takut dengan perempuan gila itu? Tenang saja. Dia hanya menari. Dia tidak akan menggangu kita." Gadis satunya, yang sedang merajut, mencoba menenangkan mereka bertiga yang terlihat siap bertarung. Tapi mereka bertiga tetap bersiap ingin bertarung.

Jarak mereka semakin dekat. Yudha siap mengeluarkan wayang dari cincinnya. Tian bersiap dengan kuda-kuda tempurnya. Supa memukul perisainya dengan tombaknya, cara membangkitkan semangat bertempur.

Perempuan gila itu mengangkat tangannya dan menariknya kebelakang, seperti ingin melakukan serangan. Yudha menatapnya dengan tajam.

...****************...

Bintang terlihat berkelip dilangit. Bulan belum terlihat menandakan bulan berada di siklus akhir. Nusa duduk di bangku depan rumahnya , memandangi langit malam yang sedikit berawan.

"Click."

Ibu Nusa keluar dengan menggendong Rinson kecil di dadanya. Dia melihat Nusa sedang merenung.

"Apa kamu belum mengantuk?" tanya Ibu.

"Belum. Aku ingin bersantai dulu."

"Jangan tidur larut malam, oke?" pinta Ibu.

"Hmm ... hmm." Nusa membalas dengan mengangguk.

"Ayo Rinson, kita tidur dulu." Ibu mencium Rinson dengan penuh kasih. Wajahnya terlihat bahagia. Ibu pun masuk kedalam rumah.

Nusa memperhatikan perilaku ibunya. Dia tersenyum karena melihat ibunya terlihat sangat bahagia. Sejak dulu, Nusa sering menjumpai ibunya terlihat murung. Mungkin karena ibunya merasa kesepian dan kondisinya yang cacat.

Tapi, sejak Nusa sembuh dan Rinson Bisa menjadi kecil, ibunya terlihat bahagia. Senyum yang biasanya terlihat terpaksa, sekarang terlihat natural. Kecemasan dan kesepiannya telah hilang.

"Aku berharap, kebahagiaan ini berlangsung selamanya."

Nusa memejamkan matanya dan tersenyum. Dia menadarkan kepalanya ke dinding. Nusa membuka matanya. Dia melihat sesuatu melayang di langit. Dia tersentak dan duduk tegap.

"Apa itu?" Nusa melihat sebuah benda seperti kain hitam melayang ke arah Utara.

**

Rumah Nusa menghadap ke timur. Rumah Tara berada di bagian Barat Daya. Utara adalah arah Nusa pergi ke pasar. Selatan adalah arah Nusa pergi ke kebun pisang.

**

Nusa bangkit dari duduknya dan bergegas mengejar benda itu. Dia berlari sambil memperhatikan benda itu. Benda itu turun dengan pelan. Nusa berhenti dan bersembunyi di pekarangan rumah.

Benda itu bergerak ke arah salah satu rumah. Nusa berpindah ke pekarangan rumah yang lebih dekat. Dia bersembunyi di balik pagar bambu. Dia mengintip dan memperhatikan, mencari tau benda apa itu. Sebuah tangan menyentuh pundak Nusa.

"Huh."

Nusa terkejut karena ada yang menyentuh pundaknya. Dia langsung memandang kebelakang. Ternyata itu adalah Tara.

"Fiiuuuhh, kukira apa." Nusa mengelus dadanya untuk menenangkan keterkejutannya.

"Sedang apa kau?" tanya Tara.

"Aku sedang membuntuti benda hitam aneh yang melayang di langit."

"Kau sendiri sedang apa?" tanya Nusa balik.

"Aku sedang berpatroli di sekitar kandang ayamku. Lalu aku melihat benda hitam yang melayang di langit. Aku mengejarnya dan melihat kau sedang mengendap-endap."

"Kau juga melihatnya? Benda itu tadi sudah sampai di depan rumahnya mbah Mul," jelas Nusa.

Nusa berbalik dan kembali mengintip. Tara ikut mengintip di sebelah kanan Nusa. Mereka menjumpai benda itu telah hilang.

"Loh, kok ilang?" Nusa terkejut benda itu menghilang.

"Kamana perginya?" Tara bertanya-tanya.

"Mungkin dia mau nyuri ayamnya mbah Mul," pikir Nusa.

Bayangan hitam muncul di belakang NusaNTara. Sebuah topeng misterius berwarna hijau bertaring panjang ke atas, yang tubuhnya tertutupi kain berwarna hitam, memandangi NusaNTara. Dia menarik tangan kirinya dan melakukan serangan dengan telapak tangannya.

...****************...

"Kukuruyuk." Ayam berkokok mendakan pagi telah tiba. Langit terlihat cerah dan matahari muncul sepenuhnya.

NusaNTara tengkurap di belakang pagar. Mereka sepertinya ketiduran di sana.

Nusa menggosok matanya karena silau. Dia pun terbangun dan mendapati dirinya ada di pekarangan rumah lain. Dia melihat Tara tengkurap di sampingnya dengan wajah tersenyum mesum. Sepertinya dia bermimpi aneh.

"Woi, bangun. Sudah pagi." Nusa menepuk pipinya Tara, berusaha membangunkannya. Tara tetap tersenyum dan belum terbangun. Mulutnya malah menjadi seperti menyedot sesuatu.

"Cih. Mimpi hisap payuda** bocah ini."

Nusa mengarahkan kakinya ke wajah Tara dan memasukkan jempol kakinya ke mulut Tara. Tara malah menghisapnya dan menggigitnya.

"Danc**!"

Nusa mengumpat dan spontan menghantam pinggang Tara dengan kepalan tangannya. Kepala Tara terangkat dan dia pun terbangun karena kesakitan.

"Uhuk."

Tara terkejut dan tolah-toleh, masih bingung karena baru bangun. Dia melihat Nusa berwajah masam. Dia merasakan pinggangnya sakit.

"Ono opo? Ganggu saja. Orang lagi enak-enak tidur malah dipukul. Jadi hilang payuda** yang lagi ku hisap." Tara mengeluh karena mimpi indahnya di ganggu. Dia menyeka mulutnya dan meludah karena merasa mulutnya kotor.

"Lihat kita tidur dimana, tlol."

Tar memandang ke sekitarnya. Dia mendapati mereka tidur di pekarangan rumah lain. Dia langsung duduk dan mengibas tubuhnya yang kotor.

"Kenapa kita di sini?" tanya Tara kebingungan.

"Kau lupa kejadian semalam. Kita lagi membuntuti benda hitam. Terus kita ketiduran di sini," jelas Nusa.

Tara mencoba mengingat kejadian semalam. Dia ingat ada topeng hijau berjubah yang menghantam punggung Nusa. Dia tidak sempat melakukan perlawanan dan di buat pingsan.

"Nusa, coba lihat punggungmu."

Tara langsung memutar tubuh Nusa dan memeriksa punggungnya. Sebuah garis hitam membentang di tulang belakang Nusa, dari pangkal leher sampai pinggul. Tara terkejut melihatnya.

"Nusa, apa kau merasa ada yang aneh dengan tubuhmu?" tanya Tara hawatir garis hitam itu membahayakan Nusa.

"Tidak. Malahan rasanya seperti punggungku menjadi lebih kuat," jelas Nusa tidak ada masalah.

"Ada garis hitam di punggungmu," ungkap Tara.

"Benarkah? Terus bagaimana?" tanya Nusa cemas.

"Kita biarkan saja dulu, karena kau tidak merasakan ke anehan. Kalau kau merasa punggungmu terasa sakit atau panas, atau hal lain, beritahu aku."

Tara mencoba menenangkan Nusa. Karena Nusa baru sembuh dan dia tidak ingin Nusa menjadi was-was. Nusa pun mengangguk.

"Ayo kita pulang," ajak Tara.

"Nanti kalau ibuku tanya gimana?" tanya Nusa cemas.

"Kita jelaskan seadanya. Aku juga tidak mau ibumu malah menjadi was-was."

Mereka pun bergegas pulang.

Sesampainya di rumah, mereka melihat ibunya Nusa sedang duduk di bangku sambil mengelus Rinson.

Bu Winda melirik NusaNTara yang baru pulang.

"Kamu tidur di rumah Tara, Nusa?" tanya Bu Winda.

"Tidak. Kami ketiduran di pekarangan rumah lain setelah jalan-jalan semalam," jelas Nusa.

"Oooo," sahut Bu Winda sambil mengangguk.

"Ibu, lihat." Nusa memutar tubuhnya dan memperlihatkan garis hitam di punggungnya.

Ibu Nusa terkejut melihatnya.

"Kenapa dengan punggungmu?" tanya Bu Winda terlihat sangat hawatir.

"Tidak tau. Bangun tidur sudah ada. Tapi jangan hawatir, tubuhku malah semakin kuat." Nusa memperlihat kan pose 'Macho' untuk memberitahukan bahwa dia baik-baik saja.

"Syukurlah." Kehawatiran Bu Winda menghilang melihat anaknya baik-baik saja.

Rinson menatap tajam garis hitam itu.

"Oh, ya, Bu. Kita mau pergi ke Desa Tentrem, mau cari informasi mengenai Pisang Raja. Jadi kami harus mengajak Rinson, karena Rinson tau bau dari Pisang Raja." NusaNTara berniat melanjutkan misi mereka hari ini.

Bu Winda terlihat sedih karena harus berpisah dengan Rinson. Dia memeluk erat Rinson dan mengusapkan pipinya. Dia seakan tidak ingin berpisah dengan Rinson.

Nusa agak merasa bersalah melihat sikap ibunya yang sulit berpisah dengan Rinson. Tapi ini demi kelancaran misi mereka.

"Aku cuma pergi sebentar, kok."

Rinson mencoba menenangkan Bu Winda. Dia peka dan tau bagaimana perasaan Bu Winda selama ini. Karena mereka bersama sejak Nusa dalam kandungan.

# Flasback

Bu Winda mengelus perutnya. Airmata jatuh di punggung tangannya.

"Terima kasih, Rinson ... 'snif'.... Setelah kau datang ... 'snif' ... aku tidak kesepian lagi ... 'snif' .... Terima kasih sudah menghiasi hidupku yang suram ini ... 'snif'."

Rinson duduk di samping kanan Bu Winda yang sedang menangis. Dia mencium perut Bu Winda. Bu Winda mengelus tengkuk Rinson sambil menyandarkan kepalanya ke tubuh Rinson.

"Terima kasih," ucap Bu Winda.

Setelah suami Bu Winda dan Bu Windi menghilang, Rinson dan Barni muncul sebagai pengganti penjaganya. Mereka berdua memiliki masa lalu yang sama sejak mereka di lahirkan.

Penderitaan mereka berakhir setelah mendapatkan cinta mereka di umur 17. Hidup mereka seakan bersemi. Tapi itu hanya sesaat. Suami mereka menghilang, meninggalkan buah hati yang menjadi satu-satunya yang mewarnai hidup mereka.

# Berakhir

"Hmm, baiklah." Bu Winda melepaskan kepergian Rinson dengan berat hati.

Biasanya Bu Winda tidak se sensitif ini ketika di tinggal Rinson, karena dia lebih mementingkan Rinson untuk menjaga Nusa. Sekarang Nusa sudah sembuh dan dia ingin Rinson selalu bersamanya.

"Kalian sarapan dulu, baru pergi ke Desa Tentrem," pinta Bu Winda.

"Oke," jawab NusaNTara serempak.

"Nanti aku minta Ibu untuk datang kesini," ujar Tara.

Bu Windi sering datang ke rumah Nusa, karena NusaNTara sering pergi keluar. Mereka sering bersama karena mereka sama-sama kesepian.

Bu Winda tidak pernah datang ke rumah Tara, karena dia takut dengan ayam. Walaupun kandang ayam Tara letaknya cukup jauh dari rumah, tapi suaranya sampai ke rumah Tar dan membuat Bu Winda takut.

"Bilang padanya, jangan bawa telur," pinta Bu Winda. Tara mengangguk.

NusaNTara masuk kedalam, meninggalkan Bu Winda.

...****************...

Bu Winda sedang menganyam di bangku dan melihat Bu Windi datang naik kuda.

"Kakak! Aku bawakan telur!" seru Bu Windi dengan ceria.

"Yang bodoh kamu atau Tara, sih." Sarkas Bu Winda danga wajah masam.

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!