Ayla Navara, merupakan seorang aktris ternama di Kota Lexus. Kerap kali mengambil peran jahat, membuatnya mendapat julukan "Queen Of Antagonist".
Meski begitu, ia adalah aktris terbersih sepanjang masa. Tidak pernah terlibat kontroversi membuat citranya selalu berada di puncak.
Namun, suatu hari ia harus terlibat skandal dengan salah seorang putra konglomerat Kota Lexus. Sialnya hari ini skandal terungkap, besoknya pria itu ditemukan tewas di apartemen Ayla.
Kakak pria itu, yang bernama Marvelio Prado berjanji akan membalaskan dendam adiknya. Hingga Ayla harus membayar kesalahan yang tidak diperbuatnya dengan nyawanya sendiri.
Namun, nyatanya Ayla tidak mati. Ia tersadar dalam tubuh seorang gadis cantik berumur 18 tahun, gadis yang samar-samar ia ingat sebagai salah satu tokoh antagonis di dalam novel yang pernah ia baca sewaktu bangku kuliah. Namun, nasib gadis itu buruk.
“Karena kau telah memberikanku kesempatan untuk hidup lagi, maka aku akan mengubah takdirmu!” ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 ~ Perburuan Barang
Oliv menyimpan ponselnya di saku celana kemudian menatap keindahan danau yang alami. Pancaran sinar bulan membuat danau itu terlihat indah.
Tiba-tiba.
Byurrr...
.
.
.
Alice sedang menunggu Kiara di depan toilet. Pegunungan ini memang dilengkapi toilet karena sering digunakan untuk bercamping massal seperti ini.
Sembari menahan kantuk, ia samar-samar melihat ada yang tidak beres dengan pergerakan air danau. Dengan perlahan ia berjalan mendekat dan terlihat ada seseorang yang hampir tenggelam di sana.
Tanpa pikir panjang Alice melepas sandalnya dan menceburkan diri, dengan susah payah ia raih tangan Oliv dan ingin membawanya ke daratan.
Namun kakinya terasa tersangkut sesuatu. Ia mencoba melepaskannya namun ia malah semakin terjerat. Di saat genting Aldric dan Haven kebetulan lewat di sana, melihat gadisnya sedang dalam bahaya, Aldric segera menceburkan diri diikuti Haven yang menolong Olivia.
Saat sampai di tepi danau, Alice terbatuk-batuk. Sementara Oliv sudah tidak sadarkan diri. "Kau mau mencelakai dia malah kamu sendiri yang ikutan celaka," bentak Aldric membuat Alice mendelik.
'Mencelakai?'
"Apa maksudmu?"
"Kau mau dorong dia kan? Aku tahu kau cemburu karena akhir-akhir ini ada desas desus kalau aku dekat sama dia, tapi enggak gini juga caranya. Aku pikir kau sudah berubah, ternyata masih sama. Kau begini bikin aku tambah muak tau gak," cecarnya beruntun tanpa memberi celah Alice untuk menjawab.
Alice hanya memandangnya tidak percaya, seketika otaknya berputar mengingat alur yang ia hindari. 'Ah, bodoh! Kejadian ini, bukankah ingin ku hindari?"
"Aku ... ."
"Kau apa? Mau membela diri? Mau bilang kau yang menolongnya? Oh, ayolah, aku tahu dari kecil kau itu tidak bisa berenang. Sungguh, aku tidak pernah lagi percaya pada apa yang keluar dari mulutmu itu. Selama ini kau hilang ingatan dan tidak acuh padaku hanya berpura-pura kan? Hanya ingin menarik perhatian ku, bukan?" tuduhnya menyanggah perkataan Alice.
"Hah ..." Alice menghembuskan napas tidak percaya, ia memandang ke arah lain untuk menetralkan rasa kesalnya.
"Ya, memang aku sengaja. Lantas kenapa?" teriak Alice marah, setelah dipikir-pikir jika ia kembali menjadi Alice yang dulu, Aldric pasti tidak akan mendekatinya lagi. Jadi sekarang ia akan membiarkan saja dugaan tidak berdasar pria ini.
Aldric tertawa sinis, tidak habis ia pikir. Gadis manis yang dulunya sangat ia sayangi sekarang telah berubah menjadi rubah yang tak terkendali.
Sementara itu, Haven sibuk membuat Olivia terjaga, sedari dari ia terus menekan dada gadis itu namun Oliv tidak kunjung sadar. Otaknya yang encer seketika menjadi padat, kosong, dan tidak bisa berpikir.
Terlebih di sampingnya Alice dan Aldric malah sibuk beradu membuatnya semakin mumet. "Kalian bisa diam gak?" bentaknya membuat Alice dan Aldric menatap padanya.
"Ini ada orang pingsan, bukannya bantuin kalian malah sibuk bertengkar."
"Beri saja napas... ." Belum sempat Alice menyelesaikan perkataannya, keduanya matanya sudah ternoda.
Seketika hening tercipta saat ia melihat Haven yang berulang kali memberi Oliv napas buatan. Begitu juga Aldric yang terpaku diam. Melihat Aldric yang masih seperti patung, Alice pun mengambil kesempatan untuk pergi. Ia malas untuk berdebat lagi.
Untuk urusan Olivia? Melihat Haven yang panik seperti itu, ia yakin Haven pasti bisa menolongnya. Dan satu hal yang ia sadari, dulu yang datang menghakiminya hampir semua peserta camping. Dan yang membelanya hanyalah Kiara.
Namun kini, hanya Aldric dan Haven yang datang. Sedangkan yang lainnya tidak, begitu juga dengan Kiara. Sekarang hanya Aldric lah yang menghakiminya.
Alice juga sadar, bagaimanapun ia menghindar dari alur yang asli tapi beberapa kejadian penting tetap terjadi. Walau di setiap kejadian pasti ada yang berbeda.
Sekarang Ayla dapat memaklumi rasa sakit Alice, di cerita asli Aldric lah yang memberi Oliv napas buatan di hadapan semua orang. Meski hanya sebuah pertolongan, tapi jika dilakukan dihadapan tunangan sendiri pastilah akan memberi kesan yang berbeda.
"Huh, aku benar-benar minta maaf karena sudah sering mengutukmu Alice. Dulu karena membaca dari sudut pandang pemeran utama, kau adalah penjahat besar yang sangat dibenci oleh pembaca. Tapi setelah mengalami apa yang terjadi padamu, sekarang aku bisa memaklumi semua perbuatan jahatmu," gumamnya seorang diri sembari berjalan kembali ke tenda, menahan rasa dingin yang menusuk tulang.
"Ya ampun Alice, kamu kemana saja," panggil Kiara yang rupanya mencari Alice ke sana sini, ia bahkan sudah mau melaporkan pada pembina kalau Alice hilang.
"Ceritanya panjang. Ayo masuk dulu, aku sudah kedinginan."
Alice dan Kiara pun masuk, Alice mengganti pakaiannya dan menghangatkan tubuh juga tidak menceritakan apapun. Ia hanya bilang kalau ia tidak sengaja terpeleset dan terjatuh ke danau. Untung ada Haven yang menolongnya.
"Ah, bodohnya aku tidak pergi ke danau ... maafkan aku Alice."
"Tidak masalah, ayo kita istirahat," ujar Alice sembari tersenyum, baginya masalah ini tidak perlu diperpanjang dengan menyalahkan orang lain.
...
Sementara di tepi danau Olivia telah sadar, ia menceritakan segalanya. Bahwa bukan Alice yang mencelakainya, justru Alice ingin menolongnya.
Mendengar itu Aldric merasa bersalah, kini ia yakin bahwa sang tunangan telah berubah. Terlebih Alice yang tidak bisa berenang mau menolong orang lain yang tenggelam tanpa pikir panjang. Hatinya merasa senang karena gadis kecilnya manisnya telah kembali menjadi gadis baik lagi.
.
.
.
Keesokan harinya.
Semua peserta telah berkumpul di depan tenda. Mereka berdiri sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan. Hari ini kegiatan camping akan dimulai, kelompok yang telah terbagi akan melakukan perburuan barang.
Perlombaan ini dilakukan untuk meningkatkan solidaritas antar mahasiswa. Setiap kelompok harus mengumpulkan sepuluh jenis tanaman obat-obatan yang telah sengaja di tanam oleh panitia. Para peserta harus kembali tepat waktu dan tidak diperkenankan melanggar tanda peringatan yang telah mereka siapkan.
"Apa kalian mengerti?" tanya Edric dengan lantang setelah menjelaskan berbagai aturan camping dalam lima hari kedepan.
"Mengerti, Pak," jawab semua peserta serentak.
"Baiklah, kalau begitu kegiatan camping sebagai penutup masa ospek kampus resmi dimulai."
Semua peserta pun berangkat ke dalam hutan. Setiap kelompok terdiri dari 11 orang, Alice bersama teman-temannya memutuskan untuk berpencar dalam pencarian ini.
Tumbuhan pertama yang wajib di dapat adalah daun mint. Daun mint adalah salah satu tanaman herbal yang kerap dimanfaatkan untuk menambah rasa. Selain itu, daun ini juga dapat memberikan banyak manfaat untuk kesehatan. Beberapa manfaatnya, antara lain mengatasi gangguan pencernaan dan meningkatkan sistem imun.
Dari sepuluh jenis tanaman mereka membaginya menjadi tiga bagian untuk mereka cari selagi berpencar. Alice sekelompok dengan Haven, Olivia dan Sylvia.
Mereka berjalan bersama, namun tidak dengan Sylvia yang hanya mengikuti di belakang dengan wajah tertekuk.
"Apa lihat-lihat?" ketus Oliv ketika Haven menatapnya.
"Hey, ini mataku. Terserah dong aku mau lihat apa saja."
"Ck, tidak tahu kenapa dari sekian ratusan orang, aku harus sekelompok dengan pria cabul seperti mu."
"Hey, aku ini menolong mu loh. Jika aku tidak memberimu napas buatan, kau pasti sudah tidak berada disini hari ini."
"Apa kau bilang?"
Alice menggeleng melihat sahabatnya ternyata memiliki sisi lain di hadapan Oliv. Sementara Sylvia membulatkan matanya, tidak percaya bahwa selain dekat dengan Aldric, Oliv juga menggoda Haven. Hal ini menambah rasa tidak sukanya. Dengan sengaja ia menyenggol Oliv hingga gadis itu terjatuh dan kakinya terluka
"Aduh..."
"Aish, aku tidak sengaja. Kau saja yang tidak berhati-hati, siapa suruh sibuk cari perhatian."
"Kau tidak papa?" tanya Haven terlihat khawatir, terlebih ketika melihat kaki Oliv mengeluarkan darah.
"Kamu antar Oliv kembali dulu, lukanya harus diobati. Kebetulan kita belum jauh dari perkemahan," ujar Alice sembari membalut luka Oliv dengan peralatan seadanya.
"Tidak, aku tidak papa," jawab Oliv ingin bangkit. "Ouch..."
"Sudahlah, jangan berdebat dengan kami lagi. Ayo naik ke punggungku, biar aku antar kamu kembali dulu."
"Kembalilah, jika kamu tetap tidak mau kembali maka bisa menghambat pencarian kita."
"Iya tuh, beban tau gak," timpal Sylvia ketus.
"Baiklah." Merasa perkataan Alice ada benarnya, akhirnya Oliv mau di bawa pulang oleh Haven.
"Nanti aku akan kembali lagi, jaga dirimu!" pesan Haven sebelum melangkah pergi.
"Iya, sudah sana," sahut Alice acuh tak acuh.
...
Kini hanya tersisa Alice dan Sylvia yang mencari, tanaman daun mint telah mereka dapat. Dan sekarang yang mereka buru adalah Madeira vine atau dikenal juga dengan nama binahong. Tanaman satu ini punya sifat antioksidan, antinyeri, antibakteri, dan antiinflamasi yang sangat penting untuk kesehatan tubuh.
"Lebih baik kita mencar aja untuk menghemat waktu. Nanti kita ketemuan lagi disini," usul Sylvia.
"Aku rasa enggak perlu deh, kita kan sisa berdua. Jadi kita cari sama-sama saja."
"Ih, pokoknya aku mau ke arah sana dan kau ke arah sana!" ujar Sylvia dan tanpa menunggu jawaban Alice ia pergi ke arah yang ia tunjuk tadi.
Alice hanya bisa menghela napasnya kasar, mau tidak mau ia harus melanjutkan pencarian seorang diri.
Di sisi lain Sylvia yang katanya ingin mencari di arah lain ternyata tidak. Ia hanya berjalan beberapa meter dari Alice dan mengikutinya dalam diam. Saat Alice sibuk memperhatikan tumbuhan disekitarnya, Sylvia memutar arah petunjuk dan mencabut tanda peringatan. Setelah itu ia kembali bersembunyi.
Alice yang tidak tahu apa-apa tetap mengikuti arah yang sebenarnya salah. Setelah melihat Alice yang sudah lumayan jauh, Sylvia kembali memutar petunjuk arah ke arah yang benar dan memasang kembali tanda peringatan.
"Haha, kena kau gadis bodoh!" gumamnya senang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tbc.
🌼🌼🌼🌼🌼