Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Langkah Xiaolin
Suasana di desa masih dipenuhi kegaduhan. Warga berkumpul di alun-alun, mengelilingi Xin Yu yang berdiri gemetar dengan gaun pengantin putih. Matanya merah, pipinya masih membekas merah akibat tamparan sebelumnya. Tali yang mengikat pergelangan tangannya membuat gadis itu tidak bisa melarikan diri.
"Ini sudah keputusan bersama! Kita harus melakukannya malam ini!" seorang pria paruh baya berteriak.
Xin Yu menggeleng panik. "Tidak… aku tidak mau! Tolong…!" suaranya bergetar.
Di tengah hiruk-pikuk itu, suara langkah kaki terdengar dari belakang kerumunan. Langkah yang pelan, namun tegas.
"Aku yang akan pergi," suara dingin itu bergema.
Semua orang terdiam.
Dari kegelapan, Xiaolin melangkah maju, mengenakan jubah sederhana yang sudah kotor dan penuh debu. Wajahnya masih pucat, dengan luka-luka yang belum sembuh sepenuhnya. Namun, sorot matanya tajam, seolah tidak gentar sedikit pun.
"Aku yang akan menjadi umpan."
Warga desa saling pandang, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. "Apa? Kau? Tapi kenapa?"
"Kalian hanya butuh seorang wanita muda, bukan? Kalau begitu, ambillah aku."
Kerumunan mulai berbisik-bisik, mempertimbangkan tawaran itu. Beberapa dari mereka terlihat ragu, tetapi sebagian lainnya mulai mengangguk.
"Ini… mungkin lebih baik. Dia bukan orang desa kita. Jika terjadi sesuatu, kita tidak kehilangan apa pun."
"Benar… lagipula, dia sudah dalam kondisi sekarat saat ditemukan. Mungkin ajalnya memang sudah dekat."
Kata-kata mereka begitu kejam, tapi Xiaolin tidak menunjukkan reaksi. Dia sudah terbiasa dengan sikap manusia yang hanya peduli pada keselamatan sendiri.
"Tidak…!" Xin Yu berseru lirih. Dia berusaha maju, tetapi tubuhnya masih terikat. "Jie-jie, jangan lakukan ini! Aku yang harusnya pergi!"
Xiaolin menoleh ke arahnya, sorot matanya masih dingin. "Kau ingin mati?"
Xin Yu terdiam, bibirnya bergetar. Tentu saja, dia tidak ingin mati. Tetapi, membiarkan Xiaolin menggantikannya juga bukan sesuatu yang bisa diterima hatinya.
"Jangan bodoh," Xiaolin melanjutkan. "Kau masih punya ayah. Kau masih punya tempat di desa ini. Tapi aku? Aku bukan siapa-siapa."
Xin Yu ingin membantah, tapi tidak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan. Air mata menggenang di pelupuk matanya, tetapi Xiaolin sudah berbalik, menghadapi warga desa.
"Lepaskan dia. Aku yang akan pergi sebagai gantinya."
Kepala desa Feng Dao yang sejak tadi hanya bisa terdiam, tiba-tiba bergerak maju. Matanya yang penuh kelelahan menatap lurus ke arah Xiaolin. "Kenapa kau melakukan ini?"
Xiaolin tidak langsung menjawab. Angin malam bertiup pelan, membawa aroma kayu bakar dan tanah lembap. Setelah beberapa saat, ia berkata pelan, "Karena aku lebih pantas."
Tidak ada yang benar-benar memahami maksudnya. Tetapi, mereka juga tidak peduli. Yang penting, ada seseorang yang bersedia menjadi tumbal.
Dengan enggan, warga desa akhirnya melepaskan ikatan di tangan Xin Yu. Gadis itu langsung berlari ke pelukan ayahnya, tubuhnya masih gemetar hebat.
Sementara itu, kepala desa Feng Dao menatap Xiaolin dengan tatapan penuh arti. Pria tua itu sudah terlalu lelah untuk berdebat. Dia tahu, sebagai pemimpin, dia seharusnya melindungi putrinya… tapi di hadapannya sekarang, seorang gadis lain telah mengambil tanggung jawab itu.
Akhirnya, dia menutup mata dan menghela napas panjang. "Lepaskan Xin Yu."
Seorang pria dengan wajah garang maju dan memotong tali yang mengikat tangan Xin Yu. Gadis itu langsung menarik tangannya dan mundur beberapa langkah, matanya masih tak lepas dari Xiaolin.
Sebaliknya, Xiaolin tetap berdiri di tempatnya, menunggu.
"Baiklah," salah satu warga akhirnya bersuara. "Persiapkan dia untuk upacara malam ini."
Dengan keputusan itu, warga mulai bergerak, menyiapkan persembahan dan ritual. Angin malam bertiup semakin dingin, membawa pertanda bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi.
Dan Xiaolin… hanya bisa menunggu apa yang akan datang.