NovelToon NovelToon
ANAK RAHASIA

ANAK RAHASIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Hamil di luar nikah
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: WikiPix

Rahasia kelam membayangi hidup Kamala dan Reyna. Tanpa mereka sadari, masa lalu yang penuh konspirasi telah menuntun mereka pada kehidupan yang tak seharusnya mereka jalanin.

Saat kepingan kebenaran mulai terungkap, Kamala dan Reyna harus menghadapi kenyataan pahit yang melibatkan keluarga, kebencian, dan dendam masa lalu. Akankah mereka menemukan kembali tempat yang seharusnya? Atau justru terseret lebih dalam dalam pusaran takdir yang mengikat mereka?

Sebuah kisah tentang pengkhianatan, dendam, dan pencarian jati diri yang akan mengubah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WikiPix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NARASI Episode 14

Indira yang awalnya berniat langsung beristirahat, menghentikan langkahnya saat mendengar laporan dari pembantunya. Dahinya berkerut.

"Anak laki-lakiku?" ulangnya, memastikan.

"Iya, Bu. Tuan muda pulang tadi malam dan membawa seorang wanita ke kamarnya," jawab pembantu itu dengan suara ragu, seolah takut menyinggung Indira.

Emosi Indira langsung memuncak. Selama ini, ia sangat menjaga nama baik keluarganya. Dan jika anaknya berani membawa wanita ke dalam rumah tanpa sepengetahuannya, ini jelas bukan hal yang bisa ia terima begitu saja.

Tanpa menunggu lebih lama, Indira berbalik dan melangkah cepat ke lantai atas. Setiap langkahnya terasa berat oleh amarah yang mulai menggelegak di dadanya.

Sesampainya di depan kamar anaknya, ia mengetuk pintu dengan keras.

"Faris! Buka pintunya sekarang juga!" suaranya tegas, nyaris tajam.

Tidak ada jawaban.

Tanpa pikir panjang, Indira memutar kenop pintu dan mendorongnya masuk. Matanya langsung tertuju pada sosok seorang wanita muda yang duduk di tepi ranjang dengan wajah ketakutan, sementara Faris berdiri di dekatnya, tampak kaget melihat ibunya masuk begitu saja.

"Apa yang kau lakukan, Faris?" suara Indira penuh ketidakpercayaan. "Dan siapa wanita ini?"

Faris menelan ludah, merasakan tatapan tajam ibunya menusuk seperti pisau.

"Mama, tenang dulu. Aku bisa menjelaskan," katanya dengan suara berusaha tenang.

Indira tidak bergeming. Ia melangkah lebih dekat, menatap wanita muda yang masih duduk di tepi ranjang dengan wajah tegang. "Siapa kau?" tanyanya dingin.

Wanita itu tampak gugup, tangannya mencengkeram ujung gaunnya dengan gelisah. Ia melirik Faris seolah meminta perlindungan.

Faris segera berdiri di depan wanita itu, mencoba menjadi perisai. "Mama, dia temanku. Aku hanya membantunya. Tidak ada yang terjadi di antara kami."

Indira mengangkat alis, matanya menyipit curiga. "Membantu? Sejak kapan membantu wanita harus membawanya ke kamar? Dan apa maksudmu tiba-tiba pulang? Bukankah kau seharusnya masih di luar negeri? Apa selama ini kau tidak benar-benar pergi ke sana bersama Calista."

Wajah Faris menegang, jelas pertanyaan itu membuatnya semakin terpojok.

Indira menatapnya lebih tajam, menunggu jawaban. "Jangan mencoba berbohong padaku, Faris. Aku ibumu, dan aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan!"

Suasana di dalam kamar terasa semakin mencekam. Napas Faris terasa berat, pikirannya berpacu mencari cara untuk menjelaskan semuanya.

Namun, Indira bukan orang yang mudah dibohongi.

Faris menghela napas berat, merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Ia tahu ibunya tidak akan berhenti sampai mendapatkan jawaban.

"Mama..." Ia mengusap wajahnya frustasi, lalu menatap ibunya dengan serius. "Aku memang kembali lebih awal. Ada alasan kenapa aku tidak memberi tahu Mama dan Calista."

Indira menyipitkan mata. "Dan alasan itu apa?"

Faris melirik wanita di belakangnya, lalu kembali menatap ibunya. "Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Tapi percayalah, ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Dan mengenai dia…" Faris menoleh ke wanita itu. "Dia butuh tempat tinggal sementara. Aku hanya membantu."

Indira tersenyum miring, jelas tidak percaya. "Kau pikir aku sebodoh itu, Faris? Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?"

Wanita di belakang Faris semakin gelisah. Tatapannya terus berpindah antara Faris dan Indira.

Melihat itu, Indira menatapnya tajam. "Kau. Katakan siapa namamu dan apa hubunganmu dengan anakku."

Wanita itu menggigit bibir, lalu menjawab pelan, "Saya Amanda, tante..."

Indira mengangkat dagu. "Amanda? Dan apa hubunganmu dengan Faris?"

Larissa menunduk, tidak langsung menjawab. Faris segera memotong, "Mama, cukup. Aku tidak ingin mendengar interogasi seperti ini lagi. Aku sudah bilang, dia hanya butuh bantuan."

Indira menyilangkan tangan, menatap Faris dengan tajam. "Bantuan seperti apa? Apa dia pacarmu? Atau lebih dari itu?"

Faris mengepalkan tangan, jelas tidak nyaman dengan arah pembicaraan ini.

Indira tersenyum dingin. "Jika kau tidak menjawab dengan jujur, aku akan menyelidikinya sendiri. Dan kau tahu, Faris, aku tidak pernah gagal mencari tahu kebenaran."

Suasana semakin tegang. Dengan Indira menunggu jawaban, tapi Faris hanya terdiam. Matanya menatapnya dengan penuh perlawanan, tapi ia juga tahu bahwa ibunya tidak akan menyerah begitu saja.

"Jadi kau tidak mau menjawab?" suara Indira terdengar semakin dingin. "Baik. Aku akan mencari tahu sendiri."

Faris mengepalkan tangan, jelas merasa tertekan. Tapi ia tetap tidak membuka mulut.

Indira menoleh ke Amanda. "Aku tanya sekali lagi. Apa hubunganmu dengan anakku?"

Amanda terlihat sangat gelisah. Tapi sebelum ia sempat berbicara, Faris langsung menyela, "Cukup, Ma!"

Indira kembali menatap Faris dengan tajam. "Kenapa? Takut dia mengatakan yang sebenarnya?"

Faris menghela napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Dia pacarku, Ma. Puas?"

Indira tidak menunjukkan ekspresi terkejut. "Pacar?" ia mengulangi kata itu dengan nada penuh penilaian. "Dan sejak kapan hubungan ini terjadi?"

Faris tidak menjawab.

Indira tertawa kecil, tapi tidak ada kehangatan dalam suaranya. "Faris, kau tahu aku bukan orang bodoh. Aku bisa melihat dari cara kalian berdua bersikap. Kau pikir aku tidak menyadari ada sesuatu yang lebih dari sekadar pacaran?"

Wajah Faris menegang, tapi tetap tidak menjawab.

Indira melangkah maju, berdiri tepat di hadapan Larissa. "Katakan padaku, Amanda. Berapa lama kau sudah bersama anakku? Dan apa kau sudah tidur dengannya?"

Amanda tersentak, wajahnya memucat. "Bu… saya…"

Indira menunggu, ekspresinya tidak berubah.

Faris akhirnya menarik napas tajam, lalu berkata dengan suara pelan, "Kami sudah menjalin hubungan cukup lama, Ma."

Indira menoleh padanya, menunggu kelanjutannya.

"Dan ya, kami sudah melakukan hubungan suami-istri," lanjut Faris, akhirnya mengakui.

Amanda menunduk semakin dalam, sementara Indira hanya diam sejenak. Namun, tatapan matanya jelas menunjukkan bahwa ia tidak menyukai apa yang baru saja didengarnya.

Saat suasana semakin tegang, suara langkah kaki terdengar dari luar kamar. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, dan seorang pria masuk dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Apa yang terjadi di sini?"

Seno menatap pemandangan di depannya dengan dahi berkerut. Ia melihat Indira berdiri tegak dengan tatapan tajam, Faris yang tampak defensif, dan Amanda yang jelas terlihat ketakutan.

"Seno," suara Indira masih dipenuhi emosi, "tanyakan pada anakmu. Dia pulang diam-diam dan membawa wanita ini ke kamarnya."

Seno menatap Faris, ekspresinya sulit ditebak. "Faris, benarkah itu?"

Faris mengangguk tanpa banyak bicara. "Ya, Pa."

Seno menghela napas panjang. "Dan siapa wanita ini?"

"Namaku Amanda, Om" jawab Larissa pelan, suaranya bergetar.

Seno menatapnya beberapa saat, lalu kembali menatap Faris. "Apa dia pacarmu?"

Faris mengangguk lagi. "Iya, Pa."

Seno diam sejenak, lalu berkata, "Kalau begitu, kenapa kau tidak mengenalkannya secara resmi?"

Faris menegang. Ia tahu bahwa pertanyaan itu bukan hanya sekadar basa-basi.

Indira menyela dengan nada sinis, "Mungkin karena dia tahu aku tidak akan pernah menyetujui hubungan ini."

Larissa semakin menunduk, wajahnya pucat pasi.

Seno mengusap wajahnya, mencoba meredakan ketegangan. "Indira, aku rasa kita bisa membicarakan ini dengan kepala dingin."

Indira menatap suaminya dengan tajam. "Kepala dingin? Anak kita membawa wanita ke kamarnya tanpa sepengetahuan kita, dan kau ingin aku bersikap tenang?"

"Mama, sudah cukup," Faris akhirnya bersuara dengan nada frustrasi. "Aku sudah dewasa. Aku bisa mengambil keputusan sendiri."

Indira tertawa kecil, tapi kali ini penuh amarah. "Dewasa? Kalau kau benar-benar dewasa, kau pasti tahu bagaimana memperkenalkan seorang wanita dengan cara yang terhormat, bukan dengan menyelinapkannya ke dalam rumah!"

Faris menggertakkan giginya, tapi tidak membalas.

Seno menatap anaknya dalam-dalam, lalu berkata, "Faris, jika kamu benar-benar serius dengan Amanda, maka buktikan. Jangan sembunyi-sembunyi seperti ini."

Indira masih berdiri dengan wajah dingin. Ia tidak akan membiarkan semuanya berlalu begitu saja.

"Kita belum selesai, Faris," katanya tegas. "Aku akan mencari tahu segalanya tentang wanita ini. Dan jika aku menemukan sesuatu yang tidak kusukai, kau tahu konsekuensinya."

Setelah berkata demikian, Indira berbalik dan melangkah keluar dengan penuh wibawa.

Seno menghela napas berat, menatap Faris sejenak sebelum mengikuti istrinya.

Faris mengepalkan tangannya, merasa marah dan frustasi. Sementara itu, Larissa masih duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat, seolah takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

******

Setelah meninggalkan kamar Faris, Seno dan Indira berjalan menuju rumah tamu, tempat mereka biasa berdiskusi secara pribadi tanpa gangguan. Indira masih dipenuhi emosi, sementara Seno tampak lebih tenang, meski wajahnya menyiratkan kelelahan.

Setibanya di sana, Indira langsung duduk di sofa dengan ekspresi kesal. "Aku tidak habis pikir, Seno. Anak kita pulang diam-diam dan membawa wanita ke dalam rumah! Apa dia pikir kita tidak punya aturan?"

Seno duduk di seberangnya, menghela napas. "Aku mengerti kemarahanmu, Indira. Tapi meledak-ledak seperti ini tidak akan menyelesaikan apa pun."

Indira menatap suaminya dengan tajam. "Lalu apa yang harus kulakukan? Membiarkan dia seenaknya membawa perempuan ke rumah ini? Kau tahu betul aku tidak bisa menerima itu!"

Seno merapatkan jemarinya, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku juga tidak setuju dengan caranya, tapi kau tahu Faris. Semakin kita menekannya, semakin dia akan melawan."

Indira menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Jadi menurutmu aku harus bagaimana?"

Seno menatapnya dalam-dalam. "Kita harus mencari tahu siapa Amanda sebenarnya. Jika dia hanya seorang wanita matre yang mendekati Faris demi uang, maka kita harus membuka mata Faris sebelum semuanya terlambat."

Indira menyipitkan mata. "Dan kalau ternyata Faris benar-benar serius dengannya?"

Seno terdiam sejenak sebelum menjawab. "Kalau begitu, kita tidak bisa hanya mengandalkan emosi. Kita harus melihat situasi dengan lebih objektif."

Indira mengetukkan jarinya di sandaran sofa, ekspresinya masih penuh kecurigaan. "Aku akan mencari tahu segalanya tentang perempuan itu. Aku tidak akan membiarkan anakku jatuh ke tangan wanita yang tidak jelas asal-usulnya."

Seno tidak membantah, karena jauh di lubuk hatinya, ia juga ingin memastikan bahwa Faris tidak salah memilih pasangan.

Suasana di rumah tamu terasa semakin dingin. Indira sudah menetapkan niatnya, ia akan menyelidiki Amanda sampai ke akar-akarnya.

Seno tidak ingin berdebat lebih jauh. Ia tahu betul bagaimana istrinya, sekali Indira menginginkan sesuatu, ia tidak akan berhenti sampai mendapatkannya.

Dengan napas berat, Seno berdiri dari sofa. "Lakukan apa yang kau anggap perlu, Indira. Aku lelah. Aku ingin beristirahat."

Indira hanya meliriknya sekilas, masih tenggelam dalam pikirannya sendiri. Seno tidak menunggu jawaban. Ia melangkah keluar dari rumah tamu dan berjalan menuju kamar mereka di lantai atas.

Setibanya di kamar, ia melepaskan jasnya dan duduk di tepi ranjang. Kepalanya terasa berat, bukan hanya karena kelelahan setelah seharian bekerja, tetapi juga karena masalah yang kini melibatkan Faris.

"Faris… Apa yang sebenarnya kau pikirkan?" gumamnya pelan.

Ia memijat pelipisnya, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh dengan kemungkinan. Ia tahu Indira akan bertindak cepat, dan ia hanya bisa berharap bahwa keputusan yang diambil istrinya tidak akan membuat keadaan semakin rumit.

Tanpa berpikir panjang lagi, Seno merebahkan diri di ranjang, membiarkan rasa lelah membawanya ke dalam tidur yang penuh ketidakpastian.

Indira duduk di ruang tamu dengan ekspresi serius. Pikirannya penuh dengan banyak hal, tetapi ada tiga orang yang kini menguasai benaknya. Faris, Kamala, dan Reyna.

Faris… Anak laki-lakinya yang selama ini ia banggakan. Namun, kepulangannya yang tiba-tiba dan fakta bahwa ia membawa seorang wanita ke dalam rumah tanpa sepengetahuannya membuat Indira meragukan banyak hal. Apakah Faris benar-benar ada di luar negeri selama ini? Ataukah ia menyembunyikan sesuatu darinya?

Lalu, Kamala… Wanita itu bukan orang asing baginya. Entah mengapa, ada sesuatu tentang Kamala yang terasa familiar, meskipun Kamala bersikeras bahwa mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang disembunyikan wanita itu.

Dan terakhir, Reyna… Anak kecil yang begitu Kamala lindungi. Ketika Indira melihat Kamala menangis panik di rumah sakit demi Reyna, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hatinya. Apakah mungkin Reyna memiliki hubungan dengannya?

Indira memijat pelipisnya, mencoba menyusun kepingan-kepingan misteri ini. Jika firasatnya benar, maka ini bukan hanya masalah biasa. Ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, sesuatu yang harus ia ungkap… sebelum semuanya terlambat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!