Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Tante Suci Keceplosan
Setelah Silva turun dari motor Ramon dan motor Ramon menjauh, Silva mulai melangkahkan kakinya menuju rumahnya lewat jalan di dalam komplek perumahan itu. Di tengah perjalanan, dia tanpa sengaja bertemu dengan salah satu tetangga Mama Verli.
"Silva, kamu habis dari mana, kenapa pulangnya jalan kaki? tanya perempuan seumuran Mama Verli itu menatap Silva heran.
"Tante Suci! Iya, Tan, Silva jalan kaki dari mulai gang ini. Tadi sih diantar teman sampai gang, tapi Silva minta turun di depan gang." Silva memberi alasan yang jujur.
"Ohhhh, kiran kamu habis dari mana. Biasanya kan tante melihat kamu diantar sama kakak angkatmu itu Mas Davis," ucap Tante Suci, diakhir kalimat Tante Suci langsung menutup mulutnya, tingkahnya serba salah dan terlihat gugup.
"Eh, ya ampun. Jadi ingat si Nana film anak angkat. Maksudnya kakakmu Mas Davis nggak jemput kamu?" Tante Suci melarat ucapannya tadi, terdengar seperti sedang ngeles.
Untuk beberapa jenak, Silva tertegun, ia kepikiran ucapan Tante Suci di depannya. Lalu ucapan Tante Suci, kini dihubungkan dengan ejekan Tante Riana dan Risa serta Ardo beberapa minggu yang lalu. Hati Silva mendadak sedih, ada perasaan sakit hati jika ia benar hanya anak angkat.
"Enggak, Tan. Silva tidak dijemput. Kak Davis masih sibuk di kantornya hari ini. Kalau gitu, Silva pamit, ya," jawab Silva sembari mengangguk dan melanjutkan langkahnya menuju rumah.
Tante Suci melihat kepergian Silva dengan rasa penuh sesal. Dia segera merogoh saku celananya, lalu mengetik sesuatu yang entah dikirimkan pada siapa.
Sedangkan Silva yang kini masih berjalan menuju rumahnya, pikirannya terus terngiang pada ucapan Tante Suci tadi.
"Sepertinya Tante Suci tadi keceplosan. Dia bilang Kak Davis kakak angkat aku? Sepertinya Tante Suci tahu hal sebenarnya tentang aku. Dia tidak mungkin semata keceplosan hanya teringat film si Nana yang anak angkat." Hati Silva masih berbicara tentang ucapan Tante Suci tadi.
"Beberapa minggu lalu setelah aku lulus dari SMA, Tante Riana dan Risa juga Ardo mengejek aku sebagai anak pungut, malah ejekan mereka lebih miris dan menyakitkan hati, bahwa aku dapat mulung dari pembuangan sampah. Apakah benar yang mereka bilang? Kenapa aku tidak tahu dari mama atau papa saja kalau aku anak angkat, atau Kak Davis saja yang terus terang, itu tidak akan semenyakitkan kalau saja salah satu dari mereka mengatakan sejujurnya," batin Silva lagi diiringi isak tangis yang pilu.
"Hiks, hiks, hiks." Silva berhenti sejenak untuk menyeka air mata dan menghentikan tangisnya yang kini tidak bisa ia tahan.
"Aku tidak boleh percaya begitu saja ucapan orang lain sebelum mama atau salah satu keluargaku bicara kalau aku merupakan anak angkat dari mama dan papa." Silva membesarkan hatinya sendiri untuk tidak percaya ucapan orang lain ketimbang keluarganya.
Akhirnya Silva tiba di depan rumah orang tuanya. Terlihat mobil sang papa sudah ada di halaman, itu artinya Mama Verli sudah ada di rumah.
"Assalamualaikum." Silva mengucap salam, disambut Mama Verli dan Papa Vero yang kebetulan sedang berada di ruang tamu.
"Silva, kamu pulang naik angkot atau gojek?" Mama Verli heran melihat Silva pulang jalan kaki.
Silva tersenyum walau dipaksa, sebab kesedihannya akibat ucapan Tante Suci, masih melanda hatinya.
"Silva tadi diantar teman Silva sampai gang depan, Ma. Kebetulan Kak Davis tidak bisa jemput, sebab ada tugas dadakan dari Komandannya tadi, katanya," urai Silva seraya menghampiri mama dan papanya lalu menyalami tangan mereka.
Perubahan wajah Silva begitu kentara, Silva terlihat murung. Hal itu membuat Mama Verli curiga.
"Kamu tidak apa-apa Silva, kamu tidak sedang sakit?" yakin Mama Verli menaruh curiga.
"Tidak, Ma. Silva sedikit lelah dan ngantuk." Silva memberi alasan seraya mulai melangkahkan kaki.
"Ya sudah, kamu segera masuk kamar. Kalau lelah atau ngantuk, tidur sianglah dulu," usul Mama Verli pengertian.
"Iya, Ma. Silva ke atas dulu, ya." Silva berpamitan pada Mama Verli dan Papa Vero. Mama Verli dan Papa Vero mengangguk.
"Pa, lihat tidak wajah Silva barusan, dia seperti habis nangis dan muram. Jangan-jangan ucapan Jeng Suci yang keceplosan tadi membuat Silva kepikiran," duga Mama Verli risau.
"Iya, juga, ya, Ma. Papa juga melihatnya begitu. Duhhh, si Jeng Suci ini pakai keceplosan segala," rutuk Papa Vero ikut kesal pada Tante Suci yang mengirimkan permintaan maaf karena ia sudah keceplosan menyebutkan pada Silva bahwa Davis merupakan kakak angkatnya.
"Ya Allah, Pah. Sudah dua orang yang memberikan info pada Silva kalau dia anak pungut. Lalu harus apa kita, jika Silva tahu dia anak adopsi kita? Mama takut justru ia tidak terima lalu pergi karena kita sudah merahasiakan identitas dirinya sebenarnya." Mama Verli semakin dilanda was-was, terlebih jika Silva tahu adalah anak adopsi. Mama Verli takut kalau Silva akan pergi setelah ia tahu kalau dia anak adopsi.
"Serapi mungkin kita menyimpan rahasia ini, tapi kenapa orang lain justru seolah ingin membongkar identitas Silva sebenarnya. Mama jadi bingung," ungkap Mama Verli semakin dilanda was-was.
***
Setelah Silva berpamitan akan ke kamar, Silva langsung membaringkan tubuhnya di ranjang dengan wajah yang sedih seperti di jalan tadi. Silva menangis, ia takut kalau ucapan orang-oran itu ternyata fakta.
"Kalau aku anak angkat, lalu aku ini anak siapa? Terus apakah keluarga ini apakah akan terus menyayangi aku dengan tulus, seperti yang aku rasakan sampai saat ini, jika suatu saat aku memang terbukti adalah anak angkat?" gumamnya bertanya pada dirinya sendiri dengan sedih.
Silva mengusap air matanya yang mulai turun, ia bangkit lalu meraih Hp nya di dalam tas. Dengan mata yang sembab ia membuka pesan WA dari Davis.
"Kak Davis." Silva sedikit terhenyak saat melihat pesan WA dari Davis, ia segera membuka pesan WA itu.
"Dek, kamu ternyata ingkar janji dan tidak patuh dengan ucapan kakak. Setelah tahu kakak tidak bisa jemput, kamu justru menerima ajakan pulang dengan teman kamu itu. Kakak kecewa sama kamu."
Silva membaca pesan WA Davis yang bernada marah. Ternyata Davis mengetahui dirinya ikut pulang dengan motor Ramon.
"Jika Kak Davis benar kakak angkat aku, kenapa dia begitu peduli dan sayang sama aku? Bahkan kini perhatiannya sedikit berlebihan. Apakah Kak Davis tahu aku adik angkat, atau justru tidak tahu?" gumamnya. Kini pikirannya melayang kepada Davis dan sikapnya yang akhir-akhir ini berubah. Berubah lebih perhatian dan posesif.
"Kenapa perlakuan Kak Davis akhir-akhir ini, justru lebih posesif seperti memperlakukan aku sebagai kekasih?" duganya sembari menyelami apa-apa perilaku Davis selama ini terhadapnya.
Jam 19.00 Wib, Davis baru pulang, ia langsung menaiki tangga. Bahkan sang mama yang menegurnya tidak ia hiraukan. Langkah kakinya kini menuju kamar Silva.
"Dek buka pintunya," ucapnya sembari menggedor pintu kamar Silva. Silva berdiri lalu membuka pintu itu dengan wajah yang muram.
gak suka banget aku liatnya...
klo menurut ku ini gak cinta sih,nafsu namanya...agak lain gaya pacaran nya...klo cinta itu pasti dijaga,orang pacaran sehat aja gak mau tiap sebentar cap cip cup...
Bika Ambon dan lapis legit 👍👍👍👍
kk adek kandung mana ada begituan klo udah besar...aku aja dilarang masuk kamar Abg ku 😅😅😅