Jiwa Seorang Pemimpin

Carlos dan Sofia baru saja tiba di rumah, Mobil yang tadinya banyak, kini sudah berkurang dan hanya beberapa buah saja lagi.

"Kemana saja kalian?" tanya Arthur.

"Ngajak Sofia bermain dengan Boya," jawab Carlos.

"Kamu ini, jangan samakan dengan dirimu yang suka hewan buas," tegur Carlina.

Carlina merasa di dirinya yang sampai sekarang pun tidak berani bermain-main dengan buaya.

"Tidak apa-apa Ma, lagipula aku tidak kenapa-napa kok. Aku naik ke punggung buaya yang paling besar." Sofia bercerita dengan antusias.

Dia tidak menceritakan jika awalnya ketakutan sampai menjerit-jerit. Carlos hanya tersenyum saja dan membiarkan istrinya bercerita.

Ponsel Carlos berdering, Carlos melihat nama pemanggil dari ayahnya. Carlos pun menjawab dan me-loud speaker agar semuanya mendengarkan.

"Assalamualaikum ayah, ada apa?" tanya Carlos. Carlos menduga ada sesuatu yang penting sehingga ayahnya menelepon.

"Waalaikumsalam. Cepat pulang Nak, kami menerima pesan kalau Abraham akan kemari tiga hari lagi."

"Abraham?"

"Benar, dia menantang kita. Dan taruhannya adalah kota bagian selatan jika kita kalah. Tapi ayah tidak berani menyanggupinya."

"Baiklah, aku akan pulang malam ini juga bersama Sofia."

Kemudian Carlos pun menutup teleponnya setelah mengucapkan salam. Carlos menatap semua orang yang ada disitu.

"Biar aku selidiki," kata Oscar seolah mengerti arti tatapan Carlos.

Oscar mengambil laptopnya dan membawanya ke ruang tamu. Dengan keahlian yang ia miliki, iapun meretas dan mencaritahu informasi tentang Abraham.

Walaupun Oscar masih dibawah Carlos, namun untuk mencari informasi seperti ini masih bisa diandalkan.

"Abraham adalah raja negara tetangga. Pada beberapa tahun lalu, Abraham juga menantang raja William untuk menyerahkan wilayah kekuasaan nya di bagian timur," kata Oscar.

"Ada lagi?" tanya Carlos.

"Itu saja, oya, wilayah timur terdapat minyak bumi, itu sebabnya raja Abraham mengincar nya. Dan aku yakin, kali ini pasti ada sesuatu di wilayah kota selatan. Makanya Abraham mengincarnya," jawab Oscar.

"Aku harus pulang Pa, Ma. Aku tidak ingin wilayah kekuasaan ku jatuh ke tangan orang lain," kata Carlos.

"Iya, bersiaplah. Papa hubungi pilot untuk untuk mengantar kalian," ujar Arthur.

"Oma, Opa maaf tidak bisa berlama-lama disini," kata Carlos.

"Tidak apa-apa, selesaikan masalah mu, kami bisa berkunjung kesana nanti. Yang penting utamakan rakyat mu," ujar Lina.

"Opa yakin kamu bisa mengatasinya." Randy menepuk pundak Carlos memberikan nya semangat.

"Ayo sayang bersiap-siap," ucap Carlos. Entah lupa atau sengaja hanya dirinya lah yang tahu.

Sofia sempat tertegun sejenak mendengar Carlos memanggilnya sayang. Semua yang ada disitu juga mendengar. Tapi mereka bodo amat. Lagipula panggilan sayang bagi mereka sudah biasa.

Sofia pun mengikuti Carlos ke kamar. Sofia mandi terlebih dahulu, karena koper nya tidak di buka, jadi ia tidak perlu merapikan nya lagi.

Lina mengirim pesan ke grup, mengatakan jika Carlos ingin pulang malam ini, merekapun ingin ke bandara untuk menemui Carlos.

"Baru saja mereka datang, sudah ingin pulang lagi," kata Carlina.

"Nanti biar kita saja yang kesana. Kehidupan Carlos sekarang sudah berbeda, rakyatnya membutuhkan nya," ujar Arthur.

Itulah salah satunya Arthur menolak untuk menjadi raja. Yang pastinya ia merasa terikat dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Satu jam kemudian, Carlos dan Sofia pun turun dan bergabung kembali dengan mereka sambil membawa koper.

"Lain kali jangan bawa apa-apa, disini juga banyak pakaian," ucap Carlina kepada Sofia.

"Iya Ma, Carlos juga sudah melarang, akunya saja yang ngotot ingin membawa pakaian," ujar Sofia.

Carlos dan Sofia pun pamit, mereka akan ikut ke bandara untuk mengantar Carlos dan Sofia.

Carla yang datang dari rumah sakit pun tidak jadi masuk karena melihat mereka sudah masuk kedalam mobil.

Carla pun ikut masuk bersama mereka karena malas hendak membawa mobil sendiri.

"Kak, kak Sofia tinggal disini saja, biar kakak saja yang pulang," kata Aqila yang tidak rela Sofia cepat pulang.

"Tidak bisa dong dek, raja dan ratu harus selalu berdampingan," sela Oscar.

Carlos menoleh ke Sofia yang tertunduk. Malu? Sudah pasti, apalagi dia tidak kuat digoda seperti itu.

Mereka tiba di bandara, ternyata sudah ramai yang sedang menunggu mereka. Saat mendengar Carlos ingin pulang, merekapun bersiap-siap untuk ke bandara.

"Cepat sekali sudah mau pulang," kata Rafael.

"Maaf kak, ada hal penting yang perlu aku selesaikan," ujar Carlos.

"Kapan-kapan kami yang kesana, saat ini masih sibuk mengurus perusahaan," sela Axelle.

"Semangat, utamakan rakyatmu. Keluarga mu akan datang saat kamu memerlukan bantuan," kata Diyan.

"Terima kasih semuanya. Ikatan keluarga selamanya tidak akan putus, walaupun kita dengan kehidupan kita masing-masing. Oya, anak gadis perdana menteri boleh juga tuh. Ah ... aw...!" Carlos meringis memekik tertahan saat Sofia tiba-tiba mencubit pinggangnya.

Tatapan mata Sofia berubah tajam. Carlos garuk-garuk kepala tidak gatal. Ia salah apa? Padahal hanya ingin menggoda Diyan.

"Sakit sayang," bisik Carlos. Sofia tidak bicara apa-apa. Ia menjauh dari Carlos dan mendekati yang lain.

"Hahaha, bisa-bisa jatahnya hilang," goda Naura.

"Salah aku apa? Aku cuma bilang ...." Perkataan Carlos terhenti. Ia baru sadar jika Sofia cemburu.

"Hati-hati singa mengamuk," kata Zio yang juga ikut ke bandara.

Carlos menghela nafas, namun seketika ia tersenyum. Sofia cemburu berarti punya rasa cinta, walaupun belum disadari nya.

Carlos dan Sofia pun pamit karena pesawat sebentar lagi take off. Carlos dan Sofia tidak bisa menyalami mereka semua. Jadi hanya lambaian tangan yang bisa ia lakukan.

"Kami pulang Oma, Opa, Ma, Pa," ucap Carlos dan Sofia. Mereka hanya mengangguk mengiyakan.

Carlos dan Sofia lagi-lagi melambaikan tangannya hingga keduanya menghilang dari pandangan mereka semua.

"Yuk pulang!" ajak Arthur.

Merekapun naik ke mobil masing-masing. Dan akan kembali ke kediaman masing-masing. Karena Carlos dan Sofia sudah take off.

"Kenapa?" tanya Carlos melihat Sofia diam saja. Sofia tidak takut lagi seperti kemarin. Sekarang ia duduk dengan lebih tenang.

"Kenyapa?" Sofia menirukan pertanyaan Carlos. Carlos hampir tertawa melihat mulut dan bibir Sofia seperti itu.

Mungkin karena kesal, jadi bibir Sofia pun dibuat monyong saat berbicara.

"Aku cuma mau menggoda kak Diyan saja," kata Carlos. Sofia masih betah terdiam. Carlos berinisiatif merangkulnya dan membawanya ke pelukannya.

"Tidurlah, perjalanan kita masih jauh," kata Carlos.

Mungkin karena capek dan juga rasa nyaman, Sofia pun betah dalam pelukan Carlos. Perlahan-lahan matanya pun mulai terpejam.

Carlos mengelus kepala Sofia dengan lembut. Perlakuan Carlos benar-benar membuai Sofia sehingga ia dengan mudah tertidur.

"Aku suka kalau kamu cemburu seperti itu, berarti aku ada tempat dihatimu," gumam Carlos.

Carlos pun perlahan memejamkan matanya. Ia juga capek sebenarnya. Namun negara dan rakyatnya lebih penting. Jadi ia harus memperjuangkan nya sebisa mungkin.