Kemalangan adalah hal biasa Riki dapatkan. Namun, kali itu berbeda.
Hanya dalam satu hari, dunianya telah berubah.
Dia baru saja mengetahui jika dia dijebak dan dipermalukan oleh seseorang. Lalu saat dia pulang, dia harus menghadapi kenyataan bahwa adiknya, satu-satunya keluarga yang tersisa harus meninggal karena bunuh diri.
Saat dia tahu apa yang terjadi, dia melaporkan semuanya pada pihak berwenang tapi lagi-lagi dia hanya pecundang.
Hanya kematian saja yang tersisa baginya, lebih baik mati daripada hidup penuh dengan kesengsaraan.
[Apakah anda ingin membalaskan dendam anda?]
Hah? Apa itu?
[Bergabunglah dengan sistem yang akan membantu anda mendapatkan keadilan dan kekayaan]
Kekayaan apa?
[Apakah anda setuju?]
Tapi, bukankah Riki sudah meninggal?
Saat dia bangun, kehidupan baru telah menunggunya.
Saatnya pembalasan dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dee hwang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Target selanjutnya
“Babi! Ngapain disini, hah?” teriak Andre.
“Berhenti merekam! Hapus semuanya!“ Sahut Anton.
Riki sedikit menoleh dari layar ponselnya, ”merekam? Kata siapa aku cuma ngrekam vidio?“
Mereka pun terlihat heran dengan ucapan Riki. Yang paling kuat dari mereka Gidion, maju dan meraih kerah seragam Riki, hendak memukulnya.
”Berhenti nggak!“
Mereka pikir, Riki bisa mereka kalahkan hanya dengan Gidion, tapi mereka salah.
Dengan mudah dia menampik tangan Gidion yang kuat itu, lalu menghindar, dengan masih memegangi ponselnya.
”Ricky! Cepat kepung dia!“ teriak Anton.
Vian dan Gidion pun cepat bergerak, tapi ucapan Riki selanjutnya membuat mereka membeku.
”Aku lagi live nih, kalian bisa terusin aja yang tadi, penonton udah banyak— wah! Baru aja jadi dua juta. Tiba-tiba ada paus! Keren banget.“
Ocehan Riki tentu saja membuat mereka ketakutan.
Mereka semua adalah putra dari orang-orang yang memiliki pangkat. Punya nama besar di masyarakat.
Seperti Anton dan Andre yang ayahnya baru saja menang menjadi walikota. Gidion anak pejabat eselon. Lalu Vian dan Alvin yang merupakan anak pengusaha dengan ibu mereka yang merupakan selebriti terkenal.
Riki memberi isyarat pada si korban, Sean, yang ikutan bengong, karena tidak percaya jika dari tadi Riki siaran langsung itu, untuk segera pergi dari sana.
Sean pun segera bangkit dan berlari kecil, agar tidak ketahuan. Setelah agak jauh, baru dia berlari kencang.
Kemanapun asalkan tidak didekat mereka.
Sebenarnya sudah dua hari ini Sean menjadi mainan mereka, dia sudah ketakutan akan ada hal lain yang mereka lakukan hari ini. Takut lebih parah dari kemarin.
Untungnya ada Riki.
”Aku matiin deh, udah nggak seru soalnya.“ Riki menurunkan ponselnya.
”Apa sepupu kalian emang semenyebalkan ini?“ tanya Vian.
Andre mengangkat bahunya, ”entah, dulu dia gendut kayak babi, cuma bisa nangis kalo dipukulin.“ kata Andre.
”Jika kau tidak ingin vidiomu yang dulu ku sebarkan, lebih baik kau tidak menggangu kami lagi.“ ucap Anton, yang membuat Riki menyemburkan tawanya.
Hal itu membuat yang lain entah mengapa merasa tidak nyaman. Seolah Riki memiliki sesuatu yang aneh.
Seperti aura menakutkan yang bisa melakukan apapun — ah, tidak mungkin, kan?
Dia hanya sepupu Anton dan Andre yang iri karena Anton dan Andre memiliki segalanya.
Itu sih menurut mereka.
”Sebarkan vidio yang mana? Saat kalian mengganggu ku? Ayo sebarkan! Biar orang-orang tahu bagaimana kalian memperlakukan sepupu kalian selama ini. Ingatlah ayah kalian itu walikota, pejabat… bahkan ada anak publik figur disini. Warga negara kita itu suka drama, mereka akan memakan umpan dariku dengan baik. Kalian mungkin masih bisa lepas dari sangsi hukum, tapi masih ada sangsi sosial untuk kalian. Yah, aku nggak mau menghakimi kalian, teruslah bully orang lain, biar karma menumpuk terus. Semangat ya kalian berbuat hina seperti itu!“
Riki pun melenggang pergi, hendak mencari Sean. Karena Sean dulu adalah satu-satunya teman Riki di sekolah. Sean adalah anak baru, masuk saat akhir kelas dua SMA.
Yah, memang tidak lama berteman dengan Riki, karena Riki keburu dibunuh.
Sialan memang.
Main bunuh orang kayak bunuh kecoa aja.
Sementara itu, anak-anak sok keren itu masih menatap kepergian Riki seperti orang bodoh.
”Tunggu dulu, dia tadi beneran live nggak sih?“ tanya Alvin.
Anton pun segera memeriksa hal itu di ponselnya sendiri.
Hampir saja dia membanting ponsel mahalnya ke rerumputan, saat melihat ternyata ucapan Riki bukan hanya isapan jempol.
Dia memang melakukan siaran langsung, bahkan dari awal saat mereka baru sampai di taman samping sekolah.
Seolah dia sudah tahu akan ada tontonan menarik disana.
”Bangsat!“ Anton mengumpat, ingin memukul seseorang, tapi samsaknya sudah kabur duluan gara-gara Riki.
”Harus klarifikasi apa lagi ini, bang?“ tanya Andre.
”Nggak tahu! Kita hubungi papa aja, siapa tahu dia takut kalo papa yang ngancem dia.“ ucap Anton.
”Terus aku gimana? Kalo orang-orang tahu aku sering bully anak orang, nanti ketahuan kalo papa ku korupsi!“ Sahut Gidion.
”Tenang aja dulu, kita bilang kalo kita cuma latihan drama, mau bikin konten pembullyan.“ usul Vian.
”Kamu yakin orang-orang bakal percaya? Biasanya sekali ada yang speak up, yang lain ikutan speak up.“ ucap Alvin.
”Tenang aja, media bisa dibayar. Ricky nggak pinter-pinter amat kok, masalah ini bisa diredam dengan uang.“ sahut Anton, lalu dia melanjutkan.
”Kalian nggak perlu panik, tetap tenang seolah nggak ada apa-apa. Lagian guru-guru di sekolah ini pasti berpihak pada kita, nggak mungkin belain Ricky.“
Benar, selagi ada uang, mereka masih bisa menyelesaikan semua masalah.
Sementara itu, disisi lain, Riki berhasil mengejar Sean.
Riki hafal kemana bocah itu menyendiri, pasti di perpustakaan.
Sekolah mereka memiliki perpustakaan yang besar, dan dilantai dua ada warnetnya. Anak-anak lebih suka ke lantai dua.
Sedangkan lantai satu yang penuh dengan buku-buku itu tidak dilirik sama sekali.
Karena itu, anak-anak yang dibully sering sekali bersembunyi di perpustakaan lantai satu.
Anton dan teman-temannya membully siswa lain dengan bergiliran. Mereka hanya akan berhenti jika mereka bosan.
Sebelum Sean adalah Riki, siswa yang dapat sekolah karena beasiswa.
Bukan beasiswa anak pintar, tapi beasiswa karena miskin. Diberi walikota sebelum Edward. Riki dan Rena.
Tentu saja Riki dan Rena mudah ditindas karena merekalah yang paling miskin di sekolahan elit itu.
Tapi, Riki tidak pernah mengira akan separah itu.
Riki bahkan tidak menyangka jika korban setelah dia meninggal adalah Sean.
Karena Sean bukanlah anak orang miskin seperti Riki.
Sean adalah putra pemilik bisnis skincare yang cukup terkenal. Selain skincare, ada pula bisnis makeup.
Sean Argawijaya adalah putra bungsu, dia selalu disayangi dan dimanja oleh keluarganya.
Meski begitu, dia lah satu-satunya yang merangkul Riki saat mengetahui Riki sedang ditargetkan oleh kelompok Anton.
Dia berani meski anak baru di sekolah.
Tapi ujung-ujungnya dia yang menjadi target selanjutnya.
Sebenarnya, Riki terkejut tapi juga tidak terkejut.
Begitulah pokoknya.
”Hei.“
Sean mendongak, menatap Riki yang berjongkok di depannya.
Dengan kaki panjang itu, kelihatannya Riki sulit untuk berjongkok, jadi dia mengganti posisinya dengan duduk di sebelah Sean.
”Kenapa kamu kemari? Jangan temenan sama aku, nanti kamu ditargetkan mereka kayak aku.“ ucap Sean.
”Apa kamu tahu siapa aku?“ tanya Riki.
Sean mengangguk, ”aku tahu kamu sepupunya Anton dan Andre, aku juga cukup aktif di toktok, membuat konten memanggang kue. Aku suka buat kue, pastry, pie... apa iya hanya dengan itu aku di cap banci?“
Riki tertawa mendengarnya, membuat Sean terlihat kesal.
”Ngapa ketawa sih! Lagi serius nih!“
”Haha— ah, maaf deh. Harusnya kamu tahu kalo mereka cuma mau bikin-bikin alasan biar kamu ngrasa tertekan, mereka mau hancurin mental kamu, dengan gitu, kamu bisa nurut sama mereka. Lagian, kamu ngrasa banci nggak?“
Sean menggeleng pelan, ”aku suka cewek kok.“
”Ya udah, jangan dengerin, kalo kamu kelihatan takut, mereka malah seneng nyiksa kamu. Apa kemarin kamu juga dibully mereka?“ Tanya Riki.
Sean tidak menjawab, hanya menundukkan kepalanya.
”Jadi bukan hari ini, tapi kemarin yang pertama, ya?“
Sean menghela nafas berat, ”kemarin, pulang sekolah. Kelihatannya ketua mereka itu, si Anton, lagi emosi banget. Tiba-tiba aja aku diculik dari kantin sama Vian dan Alvin. Mereka bilang, ada yang mau ketemu sama aku. Aku dibawa ke ruang OSIS. Ke tempat sepi, lalu seragamku dilepas, terus—“
”Tunggu! Kamu…“
Sean tidak melanjutkan ucapannya, dia melepas tiga kancing seragam atasnya.
Menunjukkan sesuatu di dadanya yang seharusnya bersih dan mulus itu.
”Itu…“
”Dibakar dengan puntung rokok.“
Riki melihat luka-luka yang baru kering itu dengan tatapan ngeri.
”Sakit?“ tanya Riki.
”Pake nanya lagi.“
mau lanjut atau nggak thor
lanjut thor