Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Pertarungan
"Apa yang kau inginkan, bodoh!" bentak salah satu pria kearah Xander, "jangan ikut campur jika kau tidak ingin celaka!"
Xander segera turun dari motor, menoleh pada seorang pria berkaus hitam yang sudah terbaring di trotoar dengan beberapa luka lebam.
Empat pria yang memukuli pria itu mendekat ke arahnya dengan wajah dikuasai amarah.
Xander memberi tanda pada tiga pengawalnya untuk berhenti dan tidak ikut campur.
Tidak ada rasa gentar di wajah Xander meski dirinya kalah jumlah. la sudah terbiasa dengan perkelahian jalanan sebelum bergabung dengan keluarga Voss. Tinggal sebatang kara tentu saja menjadikannya pribadi yang kuat dari segi fisik dan mental.
"Hanya pengecut yang menyerang seseorang dengan berkelompok," ujar Xander tenang.
Empat orang pria itu tertawa meledak, beberapa meludah hingga nyaris mendarat di sepatu Xander. Mereka bergerombol mengelilingi Xander dengan tatapan nyalang.
"Siapa kau? Apa kau teman sisampah itu?" tanya salah satu dari mereka.
"Apa kau tahu apa kesalahannya sehingga kami harus memberinya pelajaran?" tanya yang lain dengan wajah kesal, "dia sudah mencuri uang kami."
"Kalianlah yang kalah taruhan dariku," ujar pria yang dikeroyok empat pria itu. Ia buru-buru berdiri, berlindung di balik punggung Xander.
"Jika kalian bermasalah dengannya, maka selesaikan dengan baik." Xander mengawasi gerak-gerik keempat pria itu. Dari tampilan mereka, mereka seperti berandalan jalanan, tipikal pribadi yang memilih kekerasan sebagai jalan keluar.
"Aku sama sekali tidak pernah melihatmu di tempat ini. Sepertinya kau orang baru di kota ini. Berikan kami uangmu atau kau bisa memberikan kami sepeda listrikmu. Kau tentu ingin merasa aman di tempat baru, bukan?"
Salah satu dari empat pria itu tertawa keras, berusaha menyentuh Xander. Namun, Xander dengan cekatan langsung menarik kerah baju pria itu, lantas membantingnya ke bawah dengan kuat hingga pria itu terbaring di tanah dengan suara hantaman yang cukup keras.
"Ah!" Pria itu meringis ketika merasakan sakit di tangan dan punggungnya.
Xander segera melilit satu tangan pria itu ke belakang, menekannya kuat-kuat.
"Wow, pria itu cukup hebat." Pria yang dikeroyok empat pria tadi menatap kagum, tersenyum lebar seraya mundur dan bersembunyi di balik sebuah tembok.
Satu per satu dari ketiga berandal itu datang menyerang Xander dengan tendangan dan pukulan. Xander dapat dengan mudah membaca dan menghindari semua serangan itu.
Ia bahkan menendang satu per satu dari mereka tepat di dada hingga ketiganya jatuh ke trotoar menyusul rekannya yang lebih dahulu bermesraan dengan keramik.
"Menyerahlah," kata Xander.
Keempat berandal itu mulai berdiri, menjauh dari Xander. Kawasan ini terbilang cukup sepi dari kehadiran pejalan kaki dan kendaraan. Kalaupun ada yang melintas, mereka memilih tidak peduli dengan masalah yang terjadi pada orang lain untuk menghindari masalah. Terbukti dengan beberapa pejalan kaki yang lebih memilih memutar jalan ketika perkelahian terjadi.
Tidak jauh dari tempat perkelahian terjadi, terdapat sebuah pos polisi. Akan tetapi, mereka terkesan tidak acuh dengan apa yang terjadi pada Xander dan yang lain.
"Hei, cepat bereskan! Jangan menganggu kerja santai kami." Salah satu polisi berteriak sembari meneguk minuman di pintu masuk pos, lalu kembali memasuki ruangan. Dua rekannya yang lain terbahak-bahak saat menonton tayangan televisi.
"Kau akan kami habisi sekarang juga!"
Keempat berandal itu segera mengeluarkan pisau dari saku jaket, lalu menodongkannya pada Xander. Mereka tersenyum meremehkan dengan pisau yang ditarik mundur dan maju bergantian.
Xander menghembus napas panjang. Pria tinggi itu pernah merasakan pisau mengorek tubuhnya beberapa tahun lalu dan tahu bagaimana rasa sakitnya. Akan tetapi, ia tidak gentar sekalipun melihat kilat cahaya dari benda tajam itu. Xander justru memberi tanda dengan gerakan tangan pada keempat berandalan itu untuk maju.
"Jangan salahkan kami jika kau mati hari ini!" Salah seorang dari berandalan itu tiba-tiba berteriak dan maju dengan tangan yang langsung mengayunkan pisau ke arah Xander.
Xander mundur beberapa langkah, dan dengan gerakan tenang dan pasti menendang pisau di tangan berandalan hingga terjatuh. Xander segera memutar tubuh dengan cepat, kemudian menghantam dada berandalan itu hingga terlempar agak jauh.
Tiga berandalan yang lain melihat ngeri ketika teman mereka terpental dan terbaring dengan ringisan panjang. Ketiganya sempat ragu untuk maju, tetapi pada akhirnya memutuskan melawan. Pisau-pisau mereka berusaha melesak menusuk kulit Xander. Namun, Xander dengan mudah menjauhkan pisau-pisau itu dengan tendangan dan pukulan.
"Wow, aku harus menjadikannya sebagai mesin uangku, " ucap pria yang ditolong Xander dengan wajah kagum.
Xander merenggangkan otot-ototnya sesaat, lalu maju setelah memilih memasang mode bertahan. Pria itu berlari menerobos barisan keempat berandal itu dengan tendangan terayun kencang. Sempat terjadi perlawanan, tetapi Xander dengan mudah mengalahkan mereka setelah menghadiahi mereka dengan satu hantaman keras ke wajah. Satu per satu berandal itu terbaring di tanah seraya menangis perih.
"Kerja bagus, Bung!" teriak seorang polisi satu tangan memberikan jempol ke atas.
Xander menggeleng pelan ketika mendengarnya. "Dasar pemakan gaji buta."
"Tunggu pembalasan kami!" Keempat berandal itu akhirnya memilih lari setelah merasa tidak memiliki kesempatan untuk menang.
Xander merenggangkan kembali otot-ototnya ketika para berandalan itu sudah tidak terlihat lagi. Ia ingin kembali memutari kota Royaltown sebelum sore menjelang. Malam nanti, pria itu ingin mempelajari semua dokumen yang diberikan Govin.
"Wow, kau keren sekali, Bung." Pria yang ditolong Xander tadi tiba-tiba mendekat.
Xander memandangi pria itu dari atas hingga bawah. Penampilannya tidak jauh dari berandalan yang menyerang tadi. “Aku harus pergi."
"Hei, tunggu sebentar, Bung." Pria itu menahan bahu Xander, lalu melepaskan pegangannya ketika ditatap dingin oleh Xander. “Namaku Parker. Izinkan aku berterima kasih padamu, Bung."
Parker menyodorkan tangan pada Xander. “Aku rasa kita bisa menjadi teman baik."
Xander membalas salam dari Parker. “Namaku Xander. Aku harus pergi."
"Hei, apa kau sudah memiliki pekerjaan sekarang? Jika kau belum memilikinya, aku memiliki pekerjaan yang cocok untukmu. Kau tertarik?" tanya Parker beruntun.
Xander menduga jika Parker berpikir bahwa dirinya adalah seorang pengangguran karena penampilannya saat ini. Itu wajar karena hal pertama yang orang-orang lihat adalah penampilan. Dari sanalah mereka akan menentukan bagaimana bersikap dan berprilaku.
"Pekerjaan apa yang kau tawarkan?" Xander sedikit tertarik dengan penawaran Parker. "Dan apa aku bisa mempercayaimu? Kita baru saja bertemu dan belum mengenal secara pribadi."
Parker tertawa, lalu mengernyit ketika luka di bibirnya terasa. "Jika aku bertindak mencurigakan, kau bisa langsung menghajarku saat itu juga. Kau setuju?"
"Kau harus mengatakan apa pekerjaan yang harus kulakukan lebih dulu," ucap Xander.
"Ikuti aku, Bung! Aku akan menunjukkan langsung padamu apa pekerjaanmu." Parker segera berlari ke sebuah gang kecil, memberi tanda pada Xander untuk mendekat.
Xander mengendarai skuternya, mengirim pesan pada ketiga pengawalnya, kemudian mengikuti Ke mana Parker pergi.
"Tempat apa ini?" Xander menepikan skuter listriknya di dekat pintu gedung berlantai dua yang terbilang kumuh. Tempat ini sangat sepi dan jauh dari jalanan.
"Kau akan tahu setelahnya memasukinya, Bung." Parker memasuki pintu gedung tersebut. Xander mengikuti Parker dari belakang seraya mengamati keadaan sekeliling. Tidak banyak benda yang berada di dalam ruangan ini selain drum, ban bekas dan beberapa botol minuman.
Xander menaiki tangga yang cukup panjang sampai akhirnya tiba di lantai dua. Suara tepuk tangan dan teriakan seketika menyambutnya. Kening pria itu mengernyit, menoleh pada Parker yang baru saja membuka pintu yang berada tak jauh darinya. Xander tahu ke mana dan apa yang ditawarkan Parker padanya.