Mutia Arini seorang ibu dengan satu putra tampan dan juga pengusaha bakery wanita tersukses. Kue premium buatannya telah membuat dirinya menjadi seorang pebisnis handal. Banyak cabang telah dibukanya di berbagai kota besar. Pelanggannya adalah golongan menengah ke atas. Di balik kesuksesannya ternyata ada sebuah rahasia besar yang disimpannya. Karena kejadian satu malam yang pernah dilaluinya, mengubah semua arah kehidupan yang dicitakan oleh seorang Mutia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
Segala macam nama hewan keluar dari mulut Janetra. "Sialan Sebastian" umpatnya sekali lagi. "Cepat sekali mobilnya menghilang...aaaagghhhhh" Janetra berteriak dan memukul kemudi mobilnya. "Usahaku sia-sia" gerutu Janet.
Sementara Sebastian bingung mau diarahkan kemana laju mobilnya saat ini. Sementara badannya sudah sangat panas dan tak bisa membendung hasratnya.
Sebastian akhirnya membelokkan mobilnya ke sebuah hotel bintang lima. Dengan beralasan bahwa istrinya sedang pingsan karena hamil, Sebastian melenggang dengan lancar dari meja resepsionis.
Sialnya wanita itu tersadar begitu sampai kamar. Tapi lampu kamar yang temaram, tidak jelas menampakkan wajah wanita itu. Sebastian yang gagal menahan hasratnya, akhirnya mengungkung wanita itu dengan kedua tangannya. Meski berontak wanita itu tetap lah kalah tenaga dengan Sebastian. Sebastian yang sudah kalap mencium wanita itu dengan membabi buta. Akhirnya dengan pemaksaan Sebastian dapat menuntaskannya. Sebastian jatuh terkulai di samping wanita itu, dan tertidur.
Saat pagi menjelang, Sebastian yang baru terjaga dari tidurnya karena merasakan kesulitan bernafas. Setelah benar-benar terjaga, Sebastian mengalihkan posisi tidurnya yang sebelumnya tengkurap. "Di mana ini?" Sebastian pun kebingungan. Sebastian baru tersadar kalau dia bertelanjang ria saat hendak bangun dari tempat tidur. "Apa yang terjadi?" gumamnya. Sebastian berusaha mengingatnya. Mulai dari club tempat Janetra bersama teman-temannya. Hingga dirinya kenapa bisa sampai tempat ini. Sekelebat bayangan wanita mengusik di ingatannya. "Apa yang telah aku lakukan?" ucap Sebastian lirih
Sebastian beranjak dari kamar tidur, nampak olehnya sebuah noda darah di atas tempat tidur. "Dia masih virgin. Terus di mana wanita itu" ucap Sebastian mengacak-acak rambutnya, bingung karena tidak menemukan keberadaan wanita semalam. "Sial...sial...." gerutunya.
Setelah membersihkan diri, Sebastian menghubungi resepsionis untuk menanyakan apakah melihat wanita yang bersamanya semalam turun lewat lobi. Tapi resepsionis itu menjawab tidak mengetahuinya.
Sebastian akhirnya mencoba nego dengan security hotel untuk memperlihatkan rekaman cctv hotel. Sebastian beralibi kalau istrinya meninggalkannya saat dia masih tertidur. Mencoba menghubungi ponselnya tidak aktif. Begitulah alasan Sebastian. Sedikit memperlihatkan kelicikannya..he..he...
Akhirnya security itu memperlihatkan rekaman cctv nya. Rekaman itu tidak banyak membantu Sebastian, karena saat dia masuk kamar posisi wanita itu telungkup dalam gendongannya karena masih pingsan. Dan pagi saat dia keluar kamar, rekaman cctv juga tìdak bisa menampilkan wajahnya dengan jelas. "Sial...sial" gerutu Sebastian. "Apapun yang terjadi aku akan tetap bertanggung jawab padanya" janji Sebastian dalam hati.
Sebastian mencoba menghubungi Dewa untuk menjemputnya. Pikiran Sebastian sangat kalut untuk saat ini. Bagaimana dia harus bertanggung jawab, sementara sosoknya saja Sebastian tidak mengenalnya. Apalagi wajahnya, Sebastian tak mengenali sama sekali. Sebastian menceritakan semuanya ke Dewa, "Tolong kau simpan rapat rahasia ini Dewa. Sebelum aku menemukan wanita tadi, aku tak menceritakan ke siapa pun kecuali kak Catherine" ucap janji Sebastian dan Dewa pun menurut.
Sebuah timpukan box tisu meja tepat mengenai dada Sebastian, Sebastian pun tersadar dari lamunannya. "Apaan sih koneng? Main lempar aja" gerutu Sebastian. "Loe kalau mau melamun, balik aja sana ke apartemen. Nggak usah nyari gue" sahut Catherine dengan bibir dimanyunkan. "Ha...ha....gitu aja sewot". Sebastian menyeruput minumannya. "Ayo Kak, balik ke sekolah Bintang" ajak Sebastian beranjak dari duduknya. Catherine ikut berdiri. Catherine sangat tau usaha adiknya mencari seorang wanita yang pernah diceritakannya dulu. Tapi sampai saat ini masih menemui jalan buntu. "Semoga kau bahagia Sebastian" harapan Catherine dalam benak.
Sampai di sekolah, ternyata masih menunggu setengah jam waktu pulang. "Kak, aku itu mau tanya. Kakak apa nggak bosan nungguin Bintang dari pagi sampai siang begini. Kalau sudah di sekolah, serahin aja ke gurunya" ucap Sebasian duduk di samping kakaknya, menunggu Bintang keluar dari kelas. "Nggak tuh, lagian lihat tingkah polah anak-anak di sekolah itu lucu tau?" tanggap Catherine. "Terus urusan yang sebelumnya?" Sebastian bertanya lagi. "Ooooo, anak yang memukul Bintang? Aku sama Reno sudah memaafkannya. Lagian aku juga salah, namanya anak-anak pasti lah ada berantem-berantemnya. Kita aja yang orang tua kadang juga masih berantem" ujar Catherine. "Kalau orang dewas berantemnya beda kak, di atas kasur..ha...ha..." celetuk Sebastian. Catherine membungkam mulut Sebastian dengan tanggannya. "Mulutmu tuh dijaga" sergah Catherine.
Saat itulah, seorang wanita anggun lewat di depan mereka. Sebastian memandang takjub wanita itu. Catherine memukul bahu Sebastian dengan sedikit keras, "Biar ilermu tidak menetes" ucap Catherine seenaknya. "Nyonya Mutia Arini" sapa Catherine dan bangkit dari duduknya. Mutia menghentikan langkah dan memandang Catherine. Sedetik kemudian senyumnya merekah, "Iya nyonya Catherine, apa kabar?" serunya.
"He..he...maafkan kami sekeluarga ya atas ketidaknyamanannya kemarin. Aku juga ikut salah karena terlalu melebih-lebihkan keadaan Bintang putra saya" ucap tulus Catherine.
"Sama-sama nyonya, aku juga minta maaf atas kesalahan putra saya" jawab Mutia.
Sebastian mengamati saja interaksi kedua wanita di depannya.
"Bunda...Mama" terdengar suara dua anak kecil memanggil.ke arah kedua wanita di hadapan Sebastian. Bahkan keduanya telah bergandengan tangan. "Mama, tadi Langit minta maaf padaku. Jadi sekarang kita sudah berteman lagi" ucap Bintang penuh semangat. Demikian juga Langit. "Jadi sudah jadi bestie lagi nih???" sahut Catherine. Mereka mengangguk bersamaan dengan kompak. Mutia pun tersenyum lega.
Langit menoleh ke arah lelaki yang tak jauh dari mama Bintang berdiri. "Om Sebastian" teriaknya memanggil. Senyum sumringah langsung terlihat di wajah Langit. "Heiiiiii, ternyata kau temannya Bintang???" Sebastian berjongkok di depan Langit. Gantian Catherine yang menyelidik interaksi adiknya. Jadi Langit lah yang bersama Sebastian di berita viral itu. Catherine menepuk jidatnya, bagaimana bisa dirinya baru ngeh kalau anak kecil itu sering dilihatnya.
"Bunda, kenalin. Ini Om Sebastian, yang aku ceritain itu loh Bun" ucap Langit. Mutia pun mengangguk hormat ke arah Sebastian. "Maafkan anak saya tuan kalau pernah merepotkan anda" Mutia menimpali. Sebastian menggeleng karena merasa tidak direpotkan oleh Langit.
"Jadi Om, papa nya Bintang ya?" terdengar ucalan kecewa dari bibir mungil Langit. Sebastian pun tertawa, "Emang kalau Om papa nya Bintang kenapa?" tanya balik Sebastian. "Harapan Langit punya papa jadi terbang dong" jawab Langit polos. Sebastian mengelus kepala Langit, ada rasa nyaman tersendiri bagi Sebastian. Hal yang tak dirasakan waktu mengelus kepala Bintang.
"Eh Langit, Om Sebastian itu Om ku bukan papa ku. Kalau papa ku namanya papa Reno. Papa ku seorang dokter, dokter spesialis bedah jantung" Bintang menjelaskan. "Kapan-kapan main ke rumahku yukk. Kita main dokter-dokteran!!!" ajak Bintang. Langit menoleh ke bunda nya minta persetujuan. "Langit, Bunda masih sibuk" Mutia beralasan. "Kalau bunda sibuk, boleh Om jemput???" sela Sebastian. "Yeeiiiiii" teriak Langit dan Bintang dengan ceria. Mereka pun berpisah di parkiran sekolah.
Sebastian melajukan mobilnya ke arah perusahaan. Di jalan dia menelpon Dewa untuk menanyakan kelanjutan penyelidikannya.
*to be continued*
jadi akhirnya ngga jadi Makan /Smile//Smile/