POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian
"Pak Devan.."
"Kamu tuh ngga sopan banget. Ada tamu bukannya disuruh masuk malah didiemin di luar."
"Eh.. masuk, Pak."
Freya memberi ruang pada Devan untuk masuk ke dalam unitnya. Pria itu langsung menuju meja makan yang bersatu dengan dapur. Diletakkannya bungkusan yang dibawanya. Mina yang sudah selesai mandi, keluar dari kamar. Dia terkejut melihat kehadiran Devan. Pria itu memberikan tatapan tajamnya pada Mina, membuatnya kembali masuk ke kamar.
"Bapak mau minum apa?"
"Air putih aja."
Freya mengambil gelas lalu mengisinya dengan air putih hangat. Diberikannya gelas berisi air putih pada Devan yang sudah duduk cantik di kursi makan. Sepulang kerja pria itu sengaja mendatangi unit apartemen Freya untuk melihat keadaan sang sekretaris. Sebenarnya Ega juga ingin melihat keadaan Freya, namun Devan melarang asistennya itu ikut serta.
"Obatnya sudah ditebus?"
"Sudah, Pak."
"Kamu sudah makan?"
"Sudah, Pak."
Mata Devan melirik pada tempat sampah yang ada di dekat kulkas. Di dalam tempat sampah terdapat wadah bekas mie cup. Pria itu berdecak kesal saat tahu Freya malah memakan mie instan padahal sedang sakit.
"Kamu habis makan mie instan?"
"Iya, Pak. Hehehe.."
"Kamu tuh lagi sakit. Malah makan mie instan."
"Habisnya saya males masak. Habis minum obat bawaannya ngantuk aja. Badan juga lemas banget."
"Kan bisa pesan makanan."
Tidak ada jawaban dari Freya. Dia malas memesan makanan. Sudah beberapa kali dia memesan makanan dari tempat berbeda. Namun menurutnya rasa masakan pesanannya biasa saja. Lebih baik makan mie instan yang murah meriah, daripada harus menghabiskan uang memesan makanan yang rasanya juga biasa saja.
"Saya lapar, kamu temani saya makan."
"Bapak mau makan apa? Biar saya pesankan."
"Saya udah beli. Kamu ngga lihat bungkusan itu?"
Jari Devan menunjuk bungkusan di atas meja makan. Freya segera membuka bungkusan tersebut. Dia mengeluarkan isi di dalamnya. Freya mengambil beberapa wadah lalu memindahkan makanan ke dalam mangkok. Cumi saos tiram, udang tempura dan cah kangkung sudah berada di hadapannya. Tak lupa Devan juga membeli nasi, karena Freya pecinta nasi. Perut di cacing Freya langsung berdendang. Walau sedang sakit, nafsu makannya tidak berkurang. Gadis itu segera memindahkan nasi ke dalam piring.
"Ayo Pak, kita makan. Saya juga udah laper, hehehe.."
"Sudah saya duga. Cacing kamu mana tahan kalau cuma dikasih mie instan."
Freya memajukan bibirnya, tanda protes dirinya atas ucapan sang atasan. Dengan santainya Devan menarik bibir Freya dan baru melepaskan setelah Freya menepuk tangan Devan. Tanpa menunggu lama, keduanya segera menikmati makanan. Tanpa mereka ketahui, diam-diam Mina mengintip dari pintu kamar. Gadis itu menelan ludahnya kelat melihat Devan dan Freya makan dengan lahapnya. Mereka bahkan tidak menawari dirinya makan. Mina kembali menutup pintu lalu berjalan menuju ranjang dengan langkah lunglai. Dia membaringkan tubuhnya di atas kasur.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Devan di sela-sela acara makan mereka.
"Alhamdulillah udah mendingan, Pak. Saya udah bisa masuk kok besok."
"Jangan. Kami istirahat aja sampai benar-benar pulih. Kata dokter Arman kamu istirahat minimal tiga hari. Manfaatkan waktu kamu buat recovery, mumpung saya kasih kesempatan."
"Makasih, Pak. Oh ya, meeting hari ini gimana?"
"Sukses. Untung kamu udah buat ringkasan bahan meeting. Kerjaan sepupu kamu payah, bikin naik darah."
"Makanya mending aku masuk aja."
"Ngga!"
Mata Devan menajam ketika melihat pada Freya. Gadis itu langsung terbungkam. Sorot mata Devan seolah mengatakan kalau pria itu tidak mau dibantah.
"Besok ada meeting lagi, Pak?"
"Ada."
"Bahan meetingnya kasih ke saya, nanti saya ringkasin."
"Kamu istirahat aja."
"Gabut, Pak. Lagian kan cuma meringkas aja. Kirim aja ya, Pak."
Setelah berpikir sejenak, akhirnya kepala Devan mengangguk. Pria itu memang sangat membutuhkan bantuan Freya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia tidak bisa berharap pada Mina. Sebenarnya dia kesal melihat kinerja gadis itu. Namun Devan tetap mempertahankannya. Selain tidak ada yang mau menjadi sekretaris penggantinya, dia juga ingin mengerjai Mina.
Acara makan malam selesai sudah. Freya segera membereskan peralatan bekas makan. Semua makanan yang dibawa Devan tandas dimakan oleh Freya. Gadis itu tidak ingat kalau masih ada Mina di antara mereka. Usai membersihkan piring dan mangkok bekas makan, Devan meminta Freya meminum obatnya. Pria itu tidak mau pulang sebelum melihat dengan mata kepala sendiri Freya meminum obatnya.
"Saya kan bukan anak kecil, Pak," ujar Freya seraya memasukkan obat ke dalam mulutnya.
"Saya bayar mahal dokter dan obat buat kamu. Makanya kamu harus minum obatnya."
Setelah melihat Freya meminum semua obatnya, barulah Devan beranjak pulang. Freya mengantarkan sang atasan sampai ke depan pintu.
"Besok saya kirimkan makanan buat kamu."
"Boleh request ngga Pak, menunya?"
"Ngelunjak."
Hanya cengiran saya yang diberikan oleh Freya. Mumpung Devan sedang ketempelan malaikat, gadis itu bermaksud memanfaatkan situasi sebaik mungkin.
"Kamu bilang aja mau makan apa. Nanti saya kirimin."
"Siap, Bos!"
"Saya pulang, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Freya terus bertahan di depan pintu. Melihat Devan yang berjalan menuju lift. Setelah pria itu masuk ke dalam lift, barulah Freya masuk ke dalam unitnya. Hatinya senang mendapat kunjungan dadakan dari sang bos plus dibawakan makanan enak.
***
Mina sibuk berkutat di belakang komputer. Setelah kembali dari meeting, Devan memberikan banyak pekerjaan padanya. Bahkan gadis itu tidak punya waktu makan siang. Dia hanya bisa meminta OB membelikan camilan untuknya.
Pintu lift terbuka di lantai 17. Dari dalamnya keluar Gavin sambil membawa berkas di tangannya. Pria itu hendak memberikan rencana marketing hotel yang masih dalam tahap penyelesaian. Pria itu nampak bersemangat ketika sang atasan memintanya mengantarkan berkas ke ruangan Devan. Akhirnya dia bisa bertemu Freya lagi. Sejak pertemuan pertama mereka, dia belum bertemu Freya lagi. Setiap jam istirahat dan pulang kerja, Gavin sering menunggu Freya. Namun gadis itu tidak pernah terlihat.
Dengan langkah lebar, Gavin berjalan menuju ruangan Devan. Kepalanya terus menoleh ke sebelah kanan. Keningnya mengernyit saat menyadari kalau wanita yang duduk di belakang meja kerja Freya bukanlah mantan kekasihnya. Pria itu terkejut saat tahu Mina yang duduk di sana.
"Mina," tegur Gavin.
"Gavin.."
Sama seperti Gavin, Mina juga terkejut melihat Gavin berada di depannya. Gadis itu sampai berdiri dari duduknya. Dia mendekati Gavin, memastikan kalau pria di depannya benar-benar orang yang pernah berselingkuh dengannya.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Gavin.
"Aku kerja di sini. Kamu sendiri ngapain?"
"Aku dipindah ke kantor pusat. Freya mana? Bukannya dia yang jadi sekretaris Pak Devan?"
"Freya sakit. Jadi aku yang diminta jadi penggantinya sampai dia masuk lagi."
"Freya sakit apa?"
"Kecapekan katanya."
Otak Gavin langsung berputar cepat. Sebenarnya dia malas bertemu lagi dengan Mina. Tapi pria itu yakin sekali kalau Mina tahu di mana Freya tinggal. Bahkan mungkin mereka tinggal bersama. Gavin mulai merubah sikapnya. Dia harus bersikap baik pada Mina supaya bisa mendapatkan informasi tentang Freya.
"Kamu udah lama kerja di sini?" suara Gavin terdengar mulai melunak.
"Hampir sebulan."
"Kamu tambah cantik, Min. Udah punya pacar belum?"
"Masa sih? Aku masih jomblo kok."
Pujian Gavin membuat Mina terbang ke langit ke tujuh. Sebenarnya dia masih berharap bisa menjalin hubungan dengan Gavin. Pertemuannya dengan Gavin saat ini diharapkan bisa membuatnya mendapatkan titel kekasih dari Gavin.
"Masa sih masih jomblo?"
"Beneran. Emangnya kamu mau jadi pacar aku?"
"Kamu masih mau sama aku?"
"Mau dong."
"Kamu kost di mana?"
"Aku nebeng di apartemen Freya. Dia dikasih fasilitas sama bosnya."
"Aku boleh main ke sana?"
"Mau ketemu Freya?"
"Ya ketemu kamu. Ngapain ketemu Freya. Unit berapa?"
"311 di lantai 3."
"Kapan-kapan aku ke sana ya."
"Oke," jawab Mina dengan senyum sumringah.
"Aku masuk dulu."
Setelah berhasil mendapatkan informasi yang diinginkan, Gavin segera masuk ke ruangan Devan. Mina terpekik senang. Tidak disangka kalau Gavin masih memendam perasaan padanya. Gadis itu kembali ke belakang meja kerjanya. Bertemu dengan Gavin membuat moodnya membaik. Mina jadi lebih bersemangat menyelesaikan pekerjaannya.
***
Sepulang kantor, Gavin menghubungi Mina lebih dulu. Pria itu beralasan hendak mengantar Mina pulang. Namun Mina mengatakan kalau dirinya harus lembur karena Devan memberikan banyak pekerjaan padanya. Tentu saja Gavin merasa senang. Itu artinya dia bisa bertemu dengan Freya tanpa gangguan dari gadis itu. Gavin bergegas menuju Mega Tower untuk menemui mantan kekasihnya.
Jantung Gavin berdetak cepat begitu tiba di depan pintu unit 311. Pria itu merapihkan penampilannya lebih dulu. Baru kemudian memijit bel yang ada di dekat pintu. Tak butuh waktu lama, pintu unit terbuka. Wajah cantik Freya terlihat dari baliknya.
"Hai Frey.."
***
Awas ketahuan Devan, digibeng nanti😂
Ini penampakan Gavin versiku
dan Alhamdulillah ega g sendiri tapi masih punya ibu dan ayah.
dan teka teki nya adalah anak siapakah si rishi ?
apakah saudara tiri ega atau anak pungut ?
Ternyata hasilnya DNA Samuel bukan darah daging Devan.
Freya mantab menampar pipi Laura kereen kau Freya