NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

malam yang berat part 1

"Tolong beri aku kesempatan," Elvanzo akhirnya bersuara lagi, lebih halus dari sebelumnya. "Aku ingin membantu. Aku ingin memahami."

Di tengah kesunyian itu, hanya suara angin yang menjawab, dan meskipun di dalam dirinya Elvanzo tahu bahwa ia tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi, hatinya tak pernah berhenti berharap. Ia hanya bisa berdoa bahwa waktu akan membawa jawaban, dan mungkin suatu hari nanti, Aluna akan mempercayakan segalanya padanya.

Tapi untuk sekarang, keduanya terjebak dalam kesunyian itu, terpisah oleh sebuah dinding yang lebih tinggi dari sebelumnya, dinding yang hanya bisa dihancurkan jika Aluna merasa cukup siap untuk membiarkan segalanya terbuka.

...~||~...

Waktu berlalu dan tampak langit senja itu tergantikan dengan langit gelap berbintang dan suasana semakin hening saat Aluna akhirnya membuka suara, menyadari bahwa di antara keduanya, keheningan tidak lagi memberi ruang untuk melepaskan beban yang tertahan begitu lama di dalam hatinya. Kata-kata pertama yang keluar begitu perlahan, seakan tiap kalimatnya menyentuh dasar jiwa yang selama ini terlupakan.

“...Mungkin aku memang tidak bisa melupakan masa lalu begitu saja,” ucap Aluna dengan nada pelan yang berat, hampir seperti bisikan angin. “Kau tahu, vanzo... aku adalah gadis yang sangat menjijikan dan kotor. Rasanya aku sudah tidak layak dipandang dengan baik lagi. Aku bahkan tak bisa memandang diriku sendiri.”

Tersenyum tipis, Aluna melanjutkan, meskipun rasa sakit itu masih terlihat jelas dalam matanya.

“Awalnya aku masuk kuliah, semuanya dimulai dengan harapan. Aku memulai semuanya dengan rasa cemas dan ragu, namun aku punya sahabat bernama Balqiz. Dia selalu menolongku untuk bangkit dan menatap masa depan. Balqiz yang menyarankan aku untuk tidak terlalu fokus pada pekerjaan dan kuliah saja. Ia selalu bilang, ‘Kamu harus belajar membuka hati lagi. Jangan biarkan masa lalu mengendalikanmu begitu lama.’”

Aluna berhenti sejenak, menatap air danau yang tenang, mencoba menenangkan dirinya sebelum melanjutkan ceritanya yang begitu berat untuk dibuka. Dengan matanya yang sedikit berkaca, ia melanjutkan kembali.

“Dulu, saat aku di rumah... semuanya selalu gelap. Ayahku, dia bukan hanya orang yang tidak bisa kupercayai, dia orang yang menakutkan. Setiap kali aku tidak melakukan hal yang benar menurutnya—bahkan untuk hal kecil—aku selalu menerima pukulan. Tubuhku sering sekali memar dan terluka... Tidak ada yang tahu kecuali aku sendiri. Tidak ada tempat yang aman di rumahku. Aku belajar hidup dengan rasa takut dan kesendirian. Hingga suatu hari, aku memutuskan untuk pergi dan memulai hidup baru, jauh dari rumah, jauh dari segala yang membebani hidupku.”

Aluna terdiam, merasakan cemas yang kembali muncul di hatinya. Mungkin dia terlalu terbuka, mungkin Elvanzo akan lebih jauh menghindarinya. Tapi untuk pertama kalinya, setelah begitu lama memendam rasa sakit ini, ia merasa sedikit lega setelah berbicara.

Di sisi lain, Elvanzo hanya bisa duduk diam, mendengarkan setiap patah kata yang keluar dari mulut Aluna. Ia tak bisa menghilangkan perasaan sesak yang tiba-tiba menyerangnya. Sesak karena tidak tahu bagaimana perasaan Aluna selama ini, sesak karena merasa tak berdaya dan kesulitan untuk menghiburnya. Semua yang diceritakan Aluna begitu gelap, jauh lebih gelap dari yang bisa ia bayangkan. Rasanya seperti sebuah beban berat yang selama ini disimpan begitu rapat di dalam diri Aluna, tanpa ada yang tahu.

“Aku mencoba untuk bertahan, vanzo," lanjut Aluna, suaranya kali ini lebih keras, seperti menyemangati dirinya sendiri. "Tapi kadang, hidup tak semudah itu. Aku selalu merasa kotor dan tak pantas dipedulikan oleh siapapun. Hingga aku membangun Aliyan... itu adalah mimpi yang kumiliki untuk bisa mengubah diriku. Aku tak ingin hidup seperti dulu, tak ingin terus-menerus hidup dengan rasa takut. Tapi, tetap saja, rasa itu kadang datang kembali."

Elvanzo mendekat, melihat wajah Aluna yang penuh dengan luka dan harapan yang terluka. Tanpa kata-kata, ia mengulurkan tangannya, mencoba memberikan kenyamanan dalam diam. Aluna menatap tangan Elvanzo sejenak, memikirkannya sebelum akhirnya menerima sentuhan lembut itu, seperti memberi sedikit ruang untuk dirinya sendiri bernafas.

Malam itu, di tepi danau yang sunyi, Elvanzo dan Aluna berbicara tanpa ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan betapa rumitnya hidup dan perasaan mereka. Namun di tengah semua keheningan dan rasa sakit, mereka berbagi satu sama lain, memberi ruang bagi perasaan mereka yang sudah lama terpendam, dan itu, sedikit demi sedikit, mulai membawa kedamaian di antara mereka berdua.

Aluna terdiam sejenak, matanya menatap langit malam yang dihiasi bintang, seperti ada kedamaian yang perlahan datang seiring dengan setiap kata yang terlontar. Namun, meski senyum itu ada di wajahnya, ada rasa luka yang tersembunyi di baliknya.

“Aku membuka hatiku... dengan pria yang mengejarku selama tiga tahun terakhir. Namanya Navin,” lanjut Aluna pelan, suaranya menjadi sedikit lebih rendah seolah berusaha mengingat kembali saat-saat itu. “Kami bertemu saat SMA, dan dia berhasil membuatku merasa nyaman. Sungguh... Hidupku sangat bahagia bersamanya. Aku merasa seperti ada harapan baru, bahwa mungkin, aku bisa kembali mencintai tanpa rasa takut. Mungkin aku bisa merasakan hidup yang jauh dari segala trauma.”

Aluna kembali diam, suaranya kini hampir terdengar tak tegas, tetapi dalam kalimatnya ada banyak hal yang dipendam jauh di dalam dirinya.

“Tapi…” Dia menatap Elvanzo sejenak, raut wajahnya berubah menjadi lebih sendu. “Namun kebahagiaanku itu ternyata tidak berlangsung lama. Suatu malam... Aku menemukan sesuatu yang membuat semuanya hancur seketika. Ketika aku tahu siapa dia yang sebenarnya, apa yang dia lakukan di belakangku... Tak hanya itu, aku merasa seolah-olah kepercayaanku dipermainkan.”

Aluna menunduk, merasakan kembali nyeri itu. Seiring perkataannya, air mata mulai mengalir tanpa bisa ia tahan. “Navin ternyata bukan orang yang kukenal. Aku merasa dibohongi dan dikhianati... Bahkan setelah semuanya, aku masih bertanya-tanya kenapa aku harus mengalaminya. Rasa kecewa itu begitu dalam... Bahkan aku merasa kehilangan lebih banyak dari yang aku harapkan.”

Dia diam beberapa saat, menarik napas panjang. "Aku mencoba bertahan, tapi tak bisa lagi. Bahkan dalam hatiku yang terluka, aku hanya bisa merasa... kosong.”

Elvanzo mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Aluna. Hatinya terasa seakan dihimpit oleh beban yang berat—bukan hanya karena penderitaan yang Aluna alami, tetapi juga karena ia merasa begitu terlambat untuk benar-benar memahami kesedihan itu. Dalam dirinya muncul rasa ingin melindungi, namun ia tahu, hal tersebut harus datang dari Aluna sendiri.

“Mungkin... pada akhirnya, itu semua membuatku lebih tertutup. Aku mulai menarik diriku dari segala hal, termasuk dari rasa percaya kepada orang lain, bahkan kepada diri sendiri. Aku menganggap diriku… kotor, bahkan lebih buruk dari itu. Semua itu mengajarkanku untuk tidak berharap lebih dari siapapun. Begitu pun sekarang, Elvanzo," suara Aluna bergetar pelan, "Aku hanya ingin sendiri."

Namun, Elvanzo tahu satu hal yang tak bisa disangkal—meskipun Aluna berbicara tentang kesendirian, meskipun ia mengatakan ingin menutup hatinya, masih ada secercah harapan yang melayang di udara. Harapan yang ingin ia capai, tak hanya sebagai teman, tetapi sebagai seseorang yang bisa dipercaya.

“Aluna,” suara Elvanzo pelan namun tegas, mencoba untuk memberi sedikit ketenangan meski perasaan Aluna masih bergejolak, “Aku tidak tahu seperti apa rasanya berada di posisimu. Aku tidak tahu seberapa sakitnya semua itu, tapi aku tahu satu hal... Kamu tidak sendiri sekarang. Jika kamu membutuhkan apapun, aku akan ada di sana.”

Aluna hanya menatap Elvanzo dengan tatapan yang tidak sepenuhnya terucap. Ia ingin mengucapkan terima kasih, namun rasanya kata-kata itu terlalu berat untuk keluar.

Dalam keheningan malam itu, dua jiwa yang terluka berbagi ruang, berusaha memahami, meskipun terkadang kata-kata tidak bisa menyelesaikan semuanya. Namun sedikit demi sedikit, mungkin waktu akan memberikan mereka kesempatan untuk mulai membangun kembali, baik diri mereka, maupun hubungan yang pernah terbangun.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!