mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terungkap!
"Raihan, terima kasih. Kami akan kembali ke bandung,"
Ayla memutuskan untuk pulang, karena besok dirinya harus menghadiri acara kelulusan sekolahnya. Dan tidak mungkin dirinya tidak pulang.
"Tidak bisakah menunggu besok? aku yang akan mengantarmu," ujar Raihan.
"Betul kak, becok caja. Malcha belom ketemu bunda," ujar Marsha yang tengah menggandeng tangan Ayla.
Ayla sedikit menunduk, menatap Marsha yang memegangi tangannya. ada rasa kasihan pada bocah itu, karena tepat hari ini Marsha akan menjadi anak broken home.
"Keluargaku sudah tahu tentang pernikahan kak Zeva dan Bang Aaron."
Seketika Ayla menatap Raihan dengan tatapan kaget, tangannya mencengkram tangan Marsha yang ada di genggamannya.
"Ba-bagaimana? apakah mereka tahu tentang Marsha? hari ini adakah hari persidangan perceraiannya kan? ka-kalau ibumu tahu tentang Marsha, dia pasti ...,"
"Tenang saja, aku menutup rapat tentang Marsha. Aku tahu Kak Zeva tidak akan kuat," ujar Raihan.
Barulah Ayla bernafas lega, keputusannya untuk ke bandung seperti nya lebih baik sebelum keluarga Aaron mengetahui keberadaan Marsha.
"Kalau gitu kami naik ke bis dulu, akhir bulan nanti kak Zeva juga pulang dan bertemu dengan putrinya," ujar Ayla.
"Malcha mau dicini kakak," ujar Marsha yang sudah merasa betah tinggal di jakarta.
Ayla pun berjongkok di hadapan Marsha, dia menatap Marsha dengan tatapan lembut. Tangannya menggenggam tangan Marsha dan mengelus punggung tangannya.
"Besok kakak ada acra kelulusan, jadi kita harus pulang dulu yah. Sampe rumah kita telpon bunda hm, ingat janji Marsha. Perjalanan kita kesini, adalah rahasia kita."
Marsha mendongak menatap Raihan, dia senang di sini. Ada Raihan yang memanjakannya, semua hal yang dia inginkan selalu di turuti tanpa menunggu waktu yang lama.
Melihat tatapan melas Marsha, Raihan pun meletakkan tangannya di kepala Marsha sambil mengelusnya.
"Akhir bulan Aa janji bawa kamu jalan-jalan lagi kesini oke," ujar Raihan.
"Oke." Lirih Marsha.
Ayla bangkit, dia menggandeng tangan Marsha sembari menatap Raihan yang juga tengah menatapnya.
"Tolong jaga keponakanku," ujar Raihan.
"Pasti." Yakin Ayla.
"AKu sudah mengirim uang ke rekeningmu, gunakan uang itu untuk keperluan Marsha." Mendengar hal itu sontak Ayla membulatkan matanya.
"Tidak usah! aku bisa ...,"
"Anggaplah usahaku sebagai om nya dia, aku tidak ingin keponakanku merasa kesulitan."
Akhirnya Ayla dan Marsha naik ke dalam bis, Raihan menatap jendela bis. Di sana, Marsha menatapnya dengan lambaian tangan yang lesu.
"Daaahh!!" Seru Raihan melambaikan tangannya.
"DADAAAAHH!!! JANGAN LINDU MALCHA YAAAAH!"
Rauha tersenyum, bis pun akhirnya jalan dan Raihan hanya bisa menatap kepergian bis itu dengan tatapan sendu.
"Haaah aku akan merindukannya." Gumam Raihan laku melirik arlojinya.
"Jam sembilan, sebentar lagi sidang akan di mulai. Lebih baik aku ke sana." Putus Raihan.
Sesampainya Raihan di pengadilan, dia pun langsung memasuki ruang sidang. Di lihatnya di sana sudah ada Aaron dan Zeva sudah duduk di kursi mereka. Sedangkan Jacob dan orang tuanya duduk di kursi belakang sebagai saksi.
"Mom." Sapa Raihan.
"Apa sudah di mulai?" Tanya Raihan ketika dia sudah duduk di samping Laras.
"Belum, mungkin sebentar lagi." Jawab Laras.
Tak lama, hakim pun masuk. Tatapan Raihan kini beralih pada Zeva, wanita itu tengah ketakutan sendirian. Ingin rasanya Raihan berada di samping kakak iparnya itu untuk menguatkannya.
"Saudara penggugat, apakah anda yakin dengan keputusan anda?" Tanya hakin pada Aaron.
Aaron menatap Zeva, tak ada raut kesedihan daei istrinya itu. Zeva hanya memandang ketua hakin dengan tatapan kosong, tak berekpresi.
"Saya sangat yakin." Jawab Aaron tanpa melepas pandangannya dari Zeva.
Lalu Hakim beralih menatap Zeva yang
masih menatapnya.
"Bagaimana saudari tergugat?" Tanya Hakim.
Zeva menarik nafas pelan, dan menghembuskannya perlahan. Sedari tadi tangannya tak henti-hentinya mencengkram baju yang ia kenakan.
"Saya terima keputusan
penggugat yang mulia, saya tidak akan mencegahnya untuk menceraikan saya." Jawab Zeva dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Lalu Hakim kembali bertanya pada Aaron yang masih menatap Zeva.
"Bagaimana saudara penggugat? Apakah anda tidak mau mempertimbangkannya lagi?"
Akhirnya Zeva memberanikan dirinya menatap Aaron. Lalu tatapan mereka bertemu, tak lama Zeva lebih memutuskan tatapan mereka. Lalu, beralih menatap hakim.
"Tidak pak hakim, keputusan saya sudah bulat." Jawab Aaron.
Hakim mengangguk, dia kembali membaca data-data mereka.
Saat menunggu keputusan, tiba-tiba ponsel Raihan berdering. Raihan pun memutuskan untuk mengangkatnya di luar.
Selang beberapa lama, hakim pun kembali mendekatkan mic pada bibirnya. Berniat akan kembali berbicara.
"Maka dari ini, kami ...,"
"TUNGGU!!" Teriak Raihan.
Seketika semuanya menatap Raihan, Jacob dan orang tuanya langsung berdiri ketika melihat Raihan yang berlari ke arah Zeva.
"Kak! Marsha kak!" Panik Raihan.
"Ma-marsha? ada apa dengan Marsha?" Zeva pun ikut panik.
Mendengar nama Marsha, seketika Aaron beranjak dari duduknya. Bahkan orang yang hadir pun turut berdiri, ruang sidang menjadi berantakan.
"Marsha kecelakaan!"
"Ke-kecelakaan?" Kaget Zeva, tubuhnya seketika langsung lemas setelah mendengarnya.
"Marsha, kakak mau bertemu dengannya." Pinta Zeva dengan air mata yang mengalir.
Raihan mengangguk, saat akan membawa Zeva. Aaron menahan tangan wanita itu.
"Persidangan belum selesai!"
Raihan menepis tangan Aaron dengan tatapan nyalang.
"APA ABANG PIKIR KAK ZEVA BISA TENANG, SEMENTARA ANAKNYA SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA HAH?!"
JDEERR!!
"A-anak?"
Raihan tak memperdulikan Aaron yang mematung, dia tetap membawa Zeva keluar dari ruang sidang.
"Aaron, siapa Marsha? Kenapa Raihan bilang jika Marsha adalah anaknya? Kalian punya anak?" Tanya Laras.
Deghh!!
Perkataan Laras membuat jantung Aaron berdebar tak karuan. Apakah Marsha putrinya?
Ruang persidangan pun tampak kacau, hakim juga turut bingung dengan situasi yang terjadi.
"Maaf yang mulia, kami tidak bisa melanjutkan persidangan ini." Ujar Aaron sebelum berlari menyusul Raihan dan Zeva. Dia harus meminta kejelasan ini pada istrinya.
***
Mereka tiba di rumah sakit, keadaan rumah sakit sangat ramai akibat korban kecelakaan itu.
"Rai, kenapa kita kesini? kenapa bisa mereka ada di jakarta?" Heran Zeva.
"Nanti akan ku jelaskan kak." Jawab Raihan.
Raihan dan Zeva berlari di sepanjang lorong rumah sakit untuk mencari keberadaan Marsha dan Ayla.
Langkah mereka pun terhenti setelah melihat Ayla yang duduk di depan ruang UGD dengan kondisi yang memprihatinkan. Banyak luka gores di pipi dan juga tangannya.
"Ay."
Ayla pun menoleh, dia segera bangun saat tahu siapa yang memanggilnya.
"KAK ZEVA!"
Ayla menerjang tubuh Zeva dengan pelukan, dia menumpahkan segala tangisnya di bahu Zeva.
"Maafkan aku hiks ... maaf telah membawa putrimu kesini tanpa izinmu. hiks ... ini semua salahku hiks ...,"
Zeva berusaha tenang, walau dia pun khawatir dan kaget saat tahu adik dan putrinya menyusulnya ke jakarta.
"Tenang, tenangkan dirimu." Ujar Zeva.
Ayla melepas pelukannya, dia menunduk tak sanggup melihat tatapan Zeva padanya.
"Mana Marsha?" Tanya Zeva.
"Dia ada di dalam, kondisi nya parah. Karena dia terlempar keluar bus hiks ... hiks ...,"
Tubuh Zeva lemas, dia tak sanggup menahan bobot tubuhnya. Saat Zeva akan terjatuh, Raihan langsung menahannya.
"Marsha, putriku ... putriku." Lirih Zeva.
"Sabar kak, Marsha pasti baik-baik saja."
Sekuat apapun Raihan menenangkan Zeva, tetap wanita itu merasa khawatir. dia tak bisa membayangkan bagaimana jika putrinya tiada.
"ZEVA!"
Mendadak, Aaron tiba di sana. Dia langsung menarik Zeva dengan kasar. Tatapannya menatap nyalang ke arah Zeva.
"Bang."
"Diam!" Peringat Aaron langsung pada Raihan.
"Katakan padaku, siapa Marsha?! SIAPA ZEVA! APA YANG KAMU SEMBUNYIKAN SELAMA EMPAT TAHUN INI HAH?!"
Aaron mencengkram tangan Zeva dengan kuat, tak sedikit pun dia merasa kasihan dengan Zeva.
"Aaron, tenang nak. Tenang." Laras yang ikut menyusul langsung menenangkan putranya.
"Siapa Marsha?! Dia siapa?" Tanya Aaron sekali lagi.
Zeva menatap balik Aaron, tak ada ketakutan dalam tatapannya. Dirinya hanya merasa lelah dengan sikap Aaron terhadap nya.
"Dia putriku, kenapa?"
"Putrimu dengan siapa?" Tanya Aaron dengan rahang mengeras.
"Apa peduli mu? Yang jelas, Marsha tidak memiliki hubungan denganmu." Ungkap Zeva.
"KAMUU!!".
CKLEK!
Di saat mereka berdebat, dokter pun keluar. Mengetahui hal itu, Zeva langsung menarik tangannya dan segera menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaan putri ku dok?" Tanya Zeva.
"Putri anda mengalami luka bocor di kepalanya, hingga dia kehabisan darah. Pasien tengah membutuhkan transfusi darah saat ini."
"Ambil darah saya dok! Ambil sebanyak-banyaknya!" Sentak Zeva sembari menyodorkan tangannya.
"Apa darah anda O resus negatif? karena golongan darah pasien O resus negatif." Ujar dokter itu.
"Golongan darah saya B dok," ujar Zeva dengan suara bergetar.
Dokter itu mengalihkan pandangannya pada Aaron yang tengah mematung.
"Kalau gitu, apakah disini ada ayah pasien? Seperti nya DNA mereka akan cocok,"
"Eng ...,"
"Golongan darah saya O resus negatif dok." Sahut Aaron dengan cepat.
Aaron menatap Zeva dengan tatapan menusuk. Aaron curiga tentang status Marsha. Apalagi setelah mendengar perkataan dokter.
"Baik, ikut saya pak." Pinta sang dokter.
Sebelum Aaron pergi mengikuti sang dokter, dia menatap Zeva sambil mencengkram erat lengannya.
"Aku butuh penjelasan mu, dan kamu harus menjelaskannya." Ujar Aaron dengan penuh penekanan.
Aaron pun pergi menyusul dokter tadi. Kemudian, dia memasuki ruangan khusus untuk mendonorkan darah.
"Dok, boleh saya minta tolong?" Tanya Aaron sebelum dirinya di pasangkan alat.
"Ya, tentu saja pak." Jawab dokter.
"Lakukan tes DNA pada saya dan anak itu."
*****
Ngeliat komennya lada rame dan semangat banget, authornya jadi terharu. Seantusias itu kalian sama novel ini😭 authornya jadi semangat up nya loh😌
Terima kasih atas dukungan kalian, komenan kalian membuat author jadi semangat banget buat up nya.
lucu banget daah...
syedih nih kayanya..
perlu bawa kanebo kering gak yaaaah
K E R E N !!!!