Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_035 Mesra
Deria menundukkan wajahnya, senyuman palsu tadi, seketika menghilang entah kemana, kini yang ada hanya wajah yang begitu lesu dan mata yang sedang menahan agar tangisannya tidak pecah. Zhain hanya bisa mengamati Deria dengan perasaan yang ikut sedih dan terluka. Perlahan tangan Zhain mencoba menepuk lembut bahu rapuh Deria, membuat Deria sejenak menatap wajah Zhain, lalu air matanya luluh tak terhindarkan lagi.
"Kamu boleh menangis, kamu juga boleh memaki, jangan pendam semuanya seorang diri, kamu juga manusia punya hati, punya perasaan, jangan di telah sendirian, luapkan semua amarah dan rasa kecewa yang terus memenuhi hidup mu!" Jelas Zhain lalu membuang pandangannya kearah lain, dia tidak bisa melihat mata Deria yang sedang di penuhi kesedihan.
"Aku tidak tau harus bagaimana, Zhain. Aku benar-benar buntu..." Keluh Deria lalu kembali menundukkan wajahnya.
"Kamu masih punya aku dan Putri, dunia mu belum hancur, kami sahabat mu! Jinan dan Calvin juga pasti bakal selalu ada di samping mu, kami semua tetap sahabat mu untuk selamanya, jadi jika kamu butuh tempat untuk meluapkan segala lelah mu, maka datanglah pada kami." Jelas Zhain.
"Hmmmm, hanya saja..." Deria menggantungkan ucapannya saat melihat Talia dan Anand berjalan menuju tempat dimana ia dan Zhain berada.
Dengan cepat Deria mengusap air matanya, ia segera mengukir senyuman palsu di wajah sembabnya.
"Ummaaaa..." Panggil Talia dan segera berlari ke dalam pelukan Deria.
"Waaah wangi sekali anak umma, makin hari kecantikannya pun semakin bertambah..." Ujar Deria mencoba memaksakan diri untuk memasang wajah bahagia agar Talia tidak melihatnya dalam air mata.
Talia hanya diam tanpa menanggapi pujian Deria sama sekali, matanya terus menatap dalam wajah Deria lalu pandangan Talia langsung tertuju pada Zhain yang masih duduk disamping Deria, tatapan yang cukup membuat bulu kuduk merinding.
"Daddy apain umma? Kenapa mata umma bengkak? Apa daddy membuat umma menangis?" Sidak Talia.
"Sayang, siapa yang nangis? Umma baik-baik saja!" Jelas Deria mencoba menenangkan Talia yang tiba-tiba langsung emosi, tangan kecilnya bahkan langsung menarik lengan koas yang yang kenakan.
"Kenapa jadi daddy yang salah? Sumpah daddy nggak melakukan apapun pada umma tersayang mu!" Jelas Zhain membela diri.
"Lepasin sayang, daddy emang tidak melakukan apapun sama umma." Jelas Deria lalu mencoba melepaskan tangan Talia yang masih mencengkam erat lengan kaos Zhain.
"Umma tidak bohong kan?" Talia memastikan.
"Nggak sayang..." Ujar Deria lembut.
"Ayo kita makan malam..." Ajak Putri yang baru datang dan tidak peka terhadap perang dingin yang sedang berlangsung antara anak dan suaminya.
"Sedang perang dunia loh!" Ujar Anand yang masih berdiri di tempat semula.
"Apa harus mommy yang melempar granatnya?" Tanya Putri dengan menatap Talia dan Zhain secara bergantian.
Tatapan horor Putri sukses membuat kedua pasukan tempur yang sedang menegang langsung mencair seketika.
"Ayo makan malam..." Ajak Talia mengalah dan langsung menggandeng tangan Zhain.
"Ayoo!" Ujar Zhain yang segera melangkah berdampingan bersama sang anak gadis tercinta menuju meja makan.
"Kalian berdua juga buruan, ayo makan malam bersama." Perintah Putri dan berlalu meninggalkan Deria dan Anand yang masih diam-diaman.
"Ria..." Panggil Anand yang hendak mendekat pada Deria namun langkah itu seketika terhenti saat Deria justru pergi tanpa menanggapi keberadaanya disana.
"Apa dia sudah mulai membenci ku? Benarkah tidak ada lagi aku di hatinya? Mungkin memang benar bahwa Dariel telah menggantikan semua posisi ku di hidup Ria. Bukankah ini saatnya aku harus bahagia, setidaknya dia akan hidup dengan baik bersama orang yang dia cintai saat ini." Ungkap hati Anand dan segera menyusul ke meja makan untuk makan malam bersama.
~~
Setelah beristirahat selama lima hari penuh hari ini Deria kembali memiliki jadwal operasi, pagi-pagi sekali dia sudah tiba di rumah sakit karena jam 9 pagi dia harus sudah berada di ruangan operasi.
Ruangan operasi sudah siap dan Deria langsung mulai bergulat dengan keahliannya, waktu terus berlalu, operasi berjalan dengan baik, suasana begitu tenang hingga empat puluh menit berlalu dan operasi telah usai, Deria keluar dari ruang operasi bersama dengan Zulfan, koas pertama yang diajak Deria ke ruang operasi. Meski ini adalah pertama kali melihat operasi secara langsung di ruangannya, namun semua itu tidak membuat Zulfan gugup ataupun takut, semua berjalan dengan mulus.
"Gimana?" Tanya Deria saat keduanya telah selesai melepaskan semua perlengkapan operasi dari tubuhnya.
"Aku sudah berusaha sebaik mungkin, aku harap aku tidak mengecewakan dokter di ruang operasi tadi." Jelas Zulfan.
"Aku menanyakan perasaan mu? Bukankah tadi itu adalah pertama kali bagi mu?" Tanya Deria dengan senyuman.
"Hmmm, iya pertama kali dok, dan aku merasa puas bisa berdiri di samping dokter di dalam ruang operasi. Tadi itu tangan dokter sangat cepat namun tetap fokus dan tepat sasaran, semua berjalan dengan begitu lancar tanpa ada kesalahan kecil sedikitpun. Aku, aku akan belajar untuk bisa setenang dan selihai dokter saat berada di ruang operasi." Jelas Zulfan dengan penuh semangat.
"Hmmm, aku akan tunggu aksi mu." Jelas Deria dengan senyuman lalu mempercepat langkahnya.
"Kalau begitu aku akan ikut ke ruang rawat pasien tadi, permisi dok dan juga terima kasih banyak atas bimbingannya." Ucap Zulfan dengan senyuman.
"Periksa dan catat keadaan pasien jangan ada yang terlewatkan sekecil apapun gejala yang muncul." Pesan Deria.
"Baik dok, permisi!" Ujar Zulfan penuh semangat dan segera berbalik arah untuk menuju ruang rawat pasien yang baru saja di bawa keluar dari ruang operasi.
Deria kembali melanjutkan langkahnya, niat awal ia hendak ke ruangan Hanin namun langkahnya terhenti saat melihat Dariel sedang duduk termenung di kursi tunggu telatnya di depan ruang CT-scan sana. Dariel sibuk dengan lamunannya sampai ia tidak menyadari kedatangan Deria.
"Kenapa di sini?" Tanya Deria yang kini berdiri tepat dihadapan Dariel.
Suara lembut Deria membuat lamunan Dariel pecah seketika, Dariel segara bangun dari duduknya.
"Lagi duduk aja, kamu sendiri kenapa disini? Apa mau mengambil hasil CT-scan pasien?" Tanya Dariel.
"Aku habis dari ruang operasi, nggak sengaja lihat kamu disini, aku samperin." Jelas Deria.
"Hmmmm, Ria..." Ujar Dariel pelan.
"Iya, kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Deria dengan penuh perhatian.
"Aku sedang menunggu hasil CT-scan milik salah satu pasien yang sedang aku rawat. Aku takut melihat hasilnya, takut jika apa yang aku takutkan benar-benar terjadi." Jelas Dariel dengan wajah yang terlihat sedih, ia bahkan langsung kembali duduk dibanku tunggu.
"Dariel, tenanglah! Apapun hasil CT-scan nanti, aku yakin kamu pasti bisa mengatasinya dengan baik." Deria mencoba menghibur Dariel.
Tangan Deria perlahan mengusap bahu lebar milik Dariel, keduanya terlihat begitu larut bersama, sampai-sampai Anand yang melewati area tersebut tidak terlihat oleh Dariel dan Deria.
"Khmmmm, apa sekarang ruangan CT-scan sudah berubah menjadi area pacaran? Mesra banget pasangan kekasih baru ini, eummmm eummm!" Ujar Anand dan langsung memasuki ruangan CT-scan tanpa peduli pada reaksi Dariel dan Deria saat mendengar ocehannya barusan.