Sabrina Alexandra, gadis bar-bar yang frontal dan minus akhlak, hidupnya mendadak jungkir balik. Pulang ke kampung halaman, tiba-tiba saja ia di nikahkan paksa oleh bapaknya, Abiyan Fauwaz, dengan seorang lelaki yang lebih tua 9 tahun darinya. Siapa lelaki itu? Gus Sulaiman Faisal Zahid-seorang ustaz dengan aura santun, tampilan alim, dan bahasa serba syariah. Masalahnya? Sabrina yang biasa bebas, santai, dan dikejar banyak pria, dipaksa menikah dengan lelaki yang mengatakan, "Saya melamar putri bapak, karena beliau sudah saya sentuh." WHAT?! Seorang Sabrina yang bahenol dan penuh pesona malah jadi rebutan ustadz tak dikenal?! "Bapak, apa-apaan sih? Aku gak kenal dia!" protes Sabrina sambil menjambak rambut sendiri. Tapi, bapaknya tak peduli. Demi menyelamatkan anaknya dari kehidupan yang sudah miring 180 derajat, Abiyan tetap bersikeras. Tapi Abiyan tak peduli. Dengan santai, ia menjawab, "Kalau kalian gak saling kenal, ngapain nak Aiman jauh-jauh buat lamar kamu? Pokoknya bapak tetap pada pendirian! Kamu harus menikah dengan dia!" "Bapak egois banget!!!" protes Sabrina. "Ini demi kebaikan kamu, agar gak terlalu tersesat ke jalan yang salah," jawab Abiyan tegas. Sabrina merasa dunia tak lagi adil. Tapi apa yang terjadi saat dua orang dengan dunia yang bertolak belakang ini dipaksa bersanding? Akankah Sabrina yang bar-bar ini berubah, atau justru Gus Sulaiman yang pusing tujuh keliling menghadapi Sabrina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Seperti biasanya, kedua menantu Ummi, Fathimah dan Rina, melanjutkan gosip mereka dengan penuh semangat. Setelah saling membagi pekerjaan di dapur, keduanya menghampiri Ummi, yang sedang memeriksa bahan-bahan di meja. Wajah mereka tampak penuh penasaran, dengan ekspresi penuh tanya.
"Ummi, cerita tentang Sabrina itu bagaimana sih? Siapa sebenarnya dia? Seperti apa sosoknya?" tanya Fathimah dengan penuh rasa ingin tahu.
Rina ikut nimbrung, "Iya, Ummi. Aiman kan nggak pernah cerita banyak tentang istrinya. Tapi dari yang Aiman bilang, mereka menikah begitu saja. Apa benar dia seperti itu? Kaku, atau ada yang berbeda dari gadis-gadis biasa?"
Ummi tersenyum lembut sambil menatap kedua menantunya. "Kalau soal Sabrina, kalian memang harus bertemu langsung, baru bisa menilai.
Ummi mengangguk sambil tersenyum, "Iya, seperti itu. Aiman sendiri pernah bilang bahwa istrinya memang berbeda dari yang lain, dengan sikap dan sifat yang unik, serta kekonyolan mya kata Aiman. Memang tidak terlalu sopan dalam cara berpakaian, tapi dia tetap ramah dan sopan dalam tindakannya, bahkan blak-blakam. Kata Aiman begitu pada Ummi, tapi Ummi saja belum pernah lihat langsung. Aku juga penasaran, seperti apa rupa menantu bungsu Ummi yang satu ini.
Kemarin saat Aiman menelepon, dia bilang kalau Sabrina memang punya sesuatu yang berbeda dari perempuan lain. Tapi Ummi tidak berani cerita lebih jauh kepada kalian karena Aiman sendiri ingin kalian bertemu langsung dengannya Jadi kalian harus lihat langsung besok, baru bisa menilai sendiri."
Fathimah mengerutkan kening sambil bertanya, "Loh, maksud Ummi, dia nggak terlalu pakai pakaian yang biasa kita lihat di sini? Kan kita berharap menantu yang lebih sopan, seperti biasanya."
Fathimah menggelengkan kepala sambil tertawa kecil, "Mungkin memang benar ya, Ummi. Kita selalu berharap menantu yang serba sempurna, tetapi mungkin kali ini Aiman membawa yang berbeda. Dan ternyata, dari cerita Ummi, dia tetaplah sosok yang menarik."
Ummi mengangguk sambil melanjutkan, "Ya, mungkin ini jalan takdir yang membawa Aiman ke jalannya sendiri. Ummi yakin, meskipun berbeda, Sabrina pasti punya sesuatu yang bisa membuat Aiman bahagia. Sifatnya yang ramah dan blak-blakan, mungkin justru akan menyeimbangkan Aiman yang selama ini terlalu tertutup."
Kedua menantu Ummi itu saling bertukar pandang, terlihat penasaran. "Kalau begitu, aku juga jadi nggak sabar ingin bertemu Sabrina. Kalau memang seperti yang Ummi bilang, pasti menarik sekali," kata Fathimah sambil tersenyum.
Ummi tersenyum penuh keyakinan, "Iya, kalian semua akan tahu saat bertemu langsung. Ummi yakin, meskipun mungkin bukan seperti gadis pesantren yang biasanya kita kenal, Sabrina pasti bisa membuat Aiman bahagia. Setiap orang punya cara uniknya sendiri untuk membuat kehidupan pernikahan berjalan, dan Aiman sendiri yang bilang, dia ingin menjalani pernikahan ini dengan sungguh-sungguh. Kita tunggu saja, besok semuanya akan terjawab."
Mereka semua kembali melanjutkan pembicaraan, bercanda sambil mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menyambut tamu istimewa ini. Hari esok terasa begitu dinanti, penuh harap dan rasa penasaran.
FLASHBACK ON
Sehari sebelum Aiman melaksanakan acara lamaran di rumah Sabrina, Aiman menghubungi Ummi-nya melalui telepon. Suara Aiman terdengar tegas, tetapi juga sedikit gugup, membuat Ummi langsung curiga.
"Alaikumussalam, Ummi."
"Alaikumussalam, Nak. Ada apa, Ade?"
"Ummi, adek mau menikah."
Suara Ummi terdengar seolah tidak percaya, hingga membuatnya langsung terdiam sejenak. "Apa?! Nikah? Cepat sekali, Nak. Kenapa begitu mendadak?"
Aiman menghela napas, terlihat sedikit ragu. "Ummi, adek sudah mantap dengan niat ini. Adek ingin melamar seseorang, dan adek ingin minta izin pada Ummi dan Abi terlebih dahulu sebelum melakukannya."
"Siapa perempuan itu? Seperti apa dia?" Ummi bertanya penuh rasa ingin tahu, tetapi Aiman tampak sedikit ragu menjawab. "Ummi, sebenarnya... adek belum memiliki foto atau nomor apapun. Adek belum bisa memberitahukan banyak hal tentang dia, tapi adek tertarik untuk melamar dan berharap niat baik adek diterima."
Ummi mengerutkan kening. "Kamu serius, Nak? Kamu bilang belum punya foto, belum tahu bagaimana dia. Apa yang membuatmu yakin begitu saja?"
Aiman menarik napas lagi, mencoba menenangkan dirinya sebelum melanjutkan ceritanya. "Namanya Sabrina. Ummi, dia bukan seperti perempuan yang sempurna seperti biasanya yang kita kenal, tetapi dia memiliki sesuatu yang membuat adek yakin. Adek sudah berdiskusi dengannya, dan adek ingin melakukan lamaran ini."
Aiman mulai menceritakan tentang sifat Sabrina, bagaimana dia bertemu dengan Sabrina secara tidak sengaja. Dia mencoba menggambarkan sedikit tentang kepribadiannya, tetapi tetap menutupi hal-hal yang mungkin akan membuat keluarganya kaget, termasuk kejadian di hotel. "Dia memiliki sifat yang unik, blak-blakan seperti saya, tapi dia juga ramah dan sopan. Tentu bukan gadis yang seperti biasanya dicari dari kalangan pesantren, tapi saya yakin dia bisa membawa kebaikan."
Ummi tetap terdiam, masih belum puas dengan penjelasan itu. "Jadi, kamu yakin? Kamu tahu kan, Ummi, kami tak bisa sembarangan memberikan izin kalau belum yakin sepenuhnya dengan calon menantu kita."
Aiman terlihat tegar. "Ya, Ummi, adek yakin. Adek sudah mempertimbangkan ini dengan matang. Meskipun mungkin dia bukan seperti gadis yang biasa kita harapkan, adek percaya dia bisa membuat adek bahagia. Adek ingin Ummi merestui langkah ini."
Akhirnya, Ummi mendengarkan penjelasan itu dengan penuh perhatian dan setelah beberapa saat, suara Ummi terdengar lebih lembut. "Baiklah, Nak. Kami sebagai orang tua pasti akan memberikan izin selama niatmu baik dan kamu yakin akan hal ini. Tapi ingat, meskipun tidak sempurna, kami ingin tahu lebih banyak tentang dia. Kami akan membantu menyiapkan segala sesuatunya untuk acara lamaran besok."
Aiman sedikit lega mendengar persetujuan itu. "Terima kasih, Ummi. Adek akan menjaga niat ini dengan baik dan memohon doa restu agar pernikahan kami diberkahi."
Ummi pun membalas dengan penuh kasih sayang, "Aamiin, semoga semuanya berjalan lancar, Nak. Semoga pernikahan ini menjadi jalan kebaikan."
Dan jangan lupa, titip salam juga buat calon besan Abi, ya. Nanti kalau sudah bertemu, sampaikan salam hormat dari Abi."
Aiman tersenyum tipis. "Baik, Ummi. Insya Allah, nanti adek akan sampaikan."
"Aman, Nak. Semoga semua berjalan lancar," jawab Ummi dengan penuh harap.
Obrolan mereka terus berlanjut, namun Aiman semakin yakin bahwa keputusan yang ia ambil adalah langkah yang benar. Meski ada keraguan di awal, namun kini ia merasa lebih kuat dan siap menjalani semua ini, dengan niat yang tulus dan penuh keyakinan.
FLASHBACK OFF