Tentang Dia
"Saya terima nikah dan kawinnya Akayana Deriani Binti Ahmad Fuadi diatas diri saya dengan mahar yang telah disebutkan, Tunai!"
Suara lantang itu masih terngiang jelas dalam ingatan bahagia ku, hari yang paling bahagia dalam seumur hidup ku. Hari dimana aku menyandang status sebagai istri dari lelaki yang begitu aku cintai dengan sepenuh hati, setelah berjuang meluluhkan hati kedua orang tuanya agar memberi restu untuk kami akhirnya impian yang selama ini kami rajut berakhir bahagia, dia kini sah menjadi suami ku, imam ku, pembimbing ku, cahaya penerang ku.
Aku kira setelah hari itu maka yang akan tertulis hanya kisah bahagia, cerita penuh cinta antara dua insan yang saling mencintai. Namun ternyata semua harapan ku tidak berjalan sebagai mana yang telah ku rajut jauh-jauh hari dulu, ternyata rumah tanggah tidak semudah hayalan ku. Ku kira asal bersamanya maka semua akan baik-baik saja namun ternyata karena dengannya semua jadi hancur berantakan, segala bahagia runtuh tanpa sebab yang jelas, semua rasa cinta dan sayang terkalahkan dengan ego dan emosi yang tak terbendung, semua hancur tak terselamatkan, status yang begitu aku banggakan berakhir sudah, aku bukan lagi istrinya. Dua tahun bukanlah waktu yang mudah namun aku telah bertahan agar bahagia datang namun ternyata aku salah, sekuat apapun tangguh ku pada akhirnya luluh dalam keputusannya.
Anand Devfran, hari ini bukan lagi milik ku, rumah tangga kami telah usai bersama surat cerai yang kini telah ku genggam erat dalam dekapan tangisan yang tak bisa ku kendalikan lagi.
~~
"Berhentilah menangis! Semua telah selesai, jangan lagi membodohi dan menyakiti dirimu sendiri, berhenti menjadi bodoh!" Tegas Jinan dengan suara lantang.
Sejak dari dua jam yang lalu Jinan hanya diam membatu menyaksikan sang sahabat yang terus-menerus menangisi rumah tangganya. Perlahan Jinan melangkah mendekati sang sahabat yang sejak tadi duduk di sofa yang berhadapan dengan dirinya. Dengan lembut tangan Jinan perlahan mengusap jilbab itam yang membalut rapi kepala Deria, dengan penuh kasih sayang ia muli mengusap pelan air mata yang terus saja membasahi wajah perempuan yang begitu ia sayangi.
"Bagaimana aku akan melanjutkan hidup ini? Cahaya ku telah hilang! Aku harus bagaimana? Jinan, aku harus apa?" Tangis Deria semakin menjadi-jadi, matanya yang mulai membengkak serta kedua tangannya yang gemetar hebat.
Dengan lembut kedua tangan Jinan menggenggam erat kedua tangan Deria ke dalam genggaman hangatnya.
"Berhenti menjadi lemah, kamu itu wanita kuat! Sebelum dia datang kamu bahkan hidup dengan begitu hebat. Bahkan sejak mama dan papa mu tiada kamu sudah cukup tangguh dan mandiri, bukankah dulu kamu masih SMP? Lantas apa yang kamu takutkan kini? Kamu hanya kehilangan laki-laki yang bahkan tidak lagi mencintai mu jadi berhenti menjadi lemah. Lagi pula kamu masih punya rumah ternyaman mu, yaitu aku. Aku akan selalu ada disamping mu, aku sahabat mu, Ria." Jelas Jinan dan langsung memeluk erat tubuh rapuh sang sahabat.
"Hmmmm, aku akan baik-baik saja. Iya kan?" Deria seolah memastikan dirinya sendiri.
"Eummmm, kamu akan bahagia setelah ini. Tetap semangat, kamu hebat!" Tegas Jinan lalu menepuk-nepuk lembut pundah lemah Deria.
Keduanya saling menguatkan satu sama lain. Jinan dan Deria sudah bersahabat sejak keduanya SD karena memang kedua orang tua mereka juga sahabatan sejak kecil. Setelah kedua orang tua Deria meninggal, orang tua Jinan lah yang menjaga dan merawat Deria dengan penuh kasih sayang, sama sebagaimana mereka menjaga Jinan. Tidak heran jika orang-orang mengira bahwa keduanya adalah saudara kandung.
Persahabatan yang tidak pernah ada rasa iri, bersaing dan menjatuhkan satu sama lain. Keduanya saling mendukung dan menjadi penyemangat bagi yang lainnnya. Setelah lulus kulian, Jinan mulai bekerja di perusahaan milik keluarganya sedangkan Deria memilih untuk menjadi dokter lalu bekerja di sebuah rumah sakit besar yang ada di kota tempat tinggal mereka selama ini, hingga membuat ia bertemu dengan Anand Devfran yang juga merupakan dokter terbaik di rumah sakit tersebut dan kini telah sah menjadi mantan suaminya.
"Selanjutnya bagaimana? Mau tinggal bersama ku? Atau pulang ke rumah papa dan mama?" Tanya Jinan setelah keadaan Deria mulai membaik.
"Aku tidak ingin menyusahkan papa dan mama, aku sudah cukup sering menjadi beban mereka berdua dan sekarang aku tidak ingin lagi mereputkan mereka berdua. Aku sudah cari rumah sejak beberapa hari yang lalu, aku akan tinggal disana." Jelas Deria.
"Apa kamu sudah bicara sama mama? Mama pasti tidak akan setuju kalau kamu tinggal sendirian." Jelas Jinan.
"Aku akan bicara baik-baik sama mama dan papa, lagi pula tempat tinggal ku yang sekarang dekat dengan rumah sakit jadi lebih memudahkan bagi aku untuk berangkat kerja." Jelas Deria mencoba meyakinkan sang sahabat.
"Kenapa tidak tinggal bersama ku? Eummm? Apa kamu tidak lagi mencintai ku?" Keluh Jinan.
"Ciiih! Apa kamu lupa kalau jarak rumah mu dengan rumah sakit butuh 1 jam perjalanan? Kamu ingin membuatku kewalahan setiap pagi malam? Lagi pula setiap hari libur aku juga bakal pulang ke sini." Deria mencoba menjelaskan segala hal yang menjadi pertimbangannya saat membeli rumah baru.
"Janji bakal sering pulang ke sini?" Tekan Jinan.
"Hmmmm janji!" Ujar Deria yang mencoba memamerkan senyuman indahnya.
"Barang-barang mu?" Tanya Jinan gantung, dia seolah enggan memperjelas pertanyaannya tersebut.
"Aku akan mengambilnya besok!"
"Ayo pergi bersama!"
"Jinan, aku bisa sendiri. Apa kamu mengkhawatirkan aku? Tenang aja, aku bisa menghadapi semua ini." Jelas Deria mencoba untuk terlihat tegar dan kuat, ia tidak ingin membuat Jinan khawatir pada dirinya.
"Apa kamu yakin? Kamu bakal baik-baik saja jika berhadapan dengan cowok labil itu?"
"Jinan, dia mantan suami aku. Mantan, tidak ada lagi hubungan antara kami berdua, aku akan baik-baik saja. Lagi pula perceraian ini pun terjadi dengan jalan tanpa pertengkaran yang hebat, aku pasti akan baik-baik saja."
"Hmmmm, baiklah kalau memang begitu. Tapi untuk malam ini menginaplah disini."
"Tapi...!" Keluh Deria yang langsung mengurungkan niatnya untuk protes saat mata elang milik Jinan seolah sedang mengintimidasi dirinya.
"Mau aku laporin mama atau papa?" Ancam Jinan dengan tatapan mematikan khas milik seorang Jinan Akira sang ketua gank pas SMA dulu.
"Baiklah buk komandan, aku akan nginap disini, jadi tolong jangan buat papa dan mama khawatir."
"Siap! Perintah dilaksanakan dengan baik." Tegas Jinan yang seketika mengubah tatapan tajamnya menjadi senyuman manis yang langsung mengubah dirinya menjadi cewek feminim nan lembut.
"Kamu ini...." Cetus Deria lalu kembali bersandar dibahu kokoh sang sahabat yang selama ini selalu menjadi sandaran ternyaman bagi dirinya.
~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments