SUN MATEK AJIKU SI JARAN GOYANG, TAK GOYANG ING TENGAH LATAR. UPET-UPETKU LAWE BENANG, PET SABETAKE GUNUNG GUGUR, PET SABETAKE LEMAH BANGKA, PET SABETAKE OMBAK GEDE SIREP, PET SABETAKE ATINE SI Wati BIN Sarno.... terdengar suara mantra dengan sangat sayup didalam sebuah rumah gubuk dikeheningan sebuah malam.
Adjie, seorang pemuda berusia 37 tahun yang terus melajang karena tidak menemukan satu wanita pun yang mau ia ajak menikah karena kemiskinannya merasa paling sial hidup di muka bumi.
Bahkan kerap kali ia mendapat bullyan dari teman sebaya bahkan para paruh baya karena ke jombloannya.
Dibalik itu semua, dalam diam ia menyimpan dendam pada setiap orang yang sudah merendahkannya dan akan membalaskannya pada suatu saat nanti.
Hingga suatu saat nasibnya berubah karena bertemu dengan seseorang yang memurunkan ajian Jaran Goyang dan membuat wanita mana saja yang ia kehendaki bertekuk lutut dan mengejarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Adjie yang berpetualang dengan banyak wanita...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bertemu Rina
Adjie mempercepat pekerjaannya, sebab hari sudah sore.
Ia melihat istri pemilik warung itu mencuri-curi pandang padanya. Tentu saja ia merasa bangga karena sudah dapat menaklukkan sang wanita dengan hitungan detik saja.
Ia membersihkan tubuhnya dari sisa semen yang menempel dan bergegas menuju motor miliknya. Wanita itu masih saja terus memandanginya dan Adjie mengulas senyum licik yang membuat sang wanita semakin klepek-klepek dan menggila.
Adjie tak perduli dengan apa yang telah diperbuatnya. Ia juga tak perduli jika rumah tangga orang hancur akan ulahnya.
Ia meninggalkan warung dan pergi untuk singgah ke minimarket. Setibanya ditempat itu, ia membeli beberapa belanjaan seperti hampers yang dianggapnya lebih murah dan jika ia jual diwarungnya maka akan mendapatkan setengah keuntungan.
Saat ia sedang memilih belanjaan yang diinginkannya, ia melihat seorang wanita yang juga sedang membeli barang dirak yang tak jauh dengannya.
"Rina," gumamnya lirih. Ia teringat akan wanita tersebut, dan tentu saja tak dapat melupakan sang wanita karena rasa yang ditinggalkannya begitu melekat dalam ingatannya.
Ia mencoba membaca mantra ajian Jaran Goyang yang ditujukan pada sang wanita. Setidaknya kali ini Rina tidak akan dapat menghindarinya.
Ia menatap wanita yang sedang fokus dengan peralatan mandinya.
Akan tetapi ia merasa bingung karena wanita itu tak menunjukkan reaksi apapun.
Ia mencoba membacakannya kembali. Namun, tak juga terlihat tanda-tanda jika sang wanita terpengaruh dengan ajiannya.
"Mengapa ia tak menunjukkan reaksi apapun?" gumamnya dengan lirih.
Saat bersamaan, Rina yang telah selesai dengan barang belanjaannya akan beranjak dari tempatnya, dan tanpa sengaja ia terpandang wajah Adjie yang sedari tadi sudah menatapnya.
Wanita itu segera memalingkan wajahnya dan bergegas pergi dengan cepat meninggalkan lokasi tersebut.
Bahkan ia membatalkan berbelanjanya dan keluar dari mini market untuk segera menghindari pria yang telah menjeratnya dalam perbuatan nista.
Deguban dijantungnya memburu, dan ia mengemudikan mobilnya untuk segera pergi menghindari pria tersebut.
"Kenapa harus ketemu pria brengsek itu lagi, sih" gumamnya kesal.
Ia mera-ba sebuah ikat pinggang yang terbuat dari kain hitam dan diberi mantra yang dipercaya dapat membuat penangkal dari pengaruh ajian Jaran Goyang yang dimiliki oleh Adjie. "Aku benci padamu!" ucap Rina, lalu melaju meninggalkan tempat tersebut.
Adjie menatap terpaku. Ia tak mengerti mengapa ajian yang ia agungkan itu tak lagi berfungsi pada Rina. Hal ini sungguh membuatnya sangat penasaran.
Ia bergegas menuju kasir dan membayar barang belanjaannya, lalu kembali pulang.
Sepanjang perjalanan, ia masih memikirkan Rina yang tisak merespon atas mantranya. Ia merasa jika ada yang tidak beres pada wanita itu? Mengapa begitu mudah melupakan dirinya.
Karena tidak fokusnya dalam berkendara, Adjie tak menyadari mobil yang sedang berparkir diluar marka jalan dan berada depannya. Ia menyerempetnya sebuah dan membuat goresan dibagian badan mobil.
"Woooy, Siaaal!" sebuah teriakan yang berasal dari seorang pengemudi mobil mewah dan tidak terima mobilnya mengalami kelecetan.
Adjie hilang keseimbangan dan ia terjatuh bersama motornya dengan barang belanjaannya yang berhamburan.
Sang pemilik mobil seorang pria bertubuh tinggi dan ia keluar dengan menatap penuh amarah pada Adjie.
Beberapa orang yang melintas mencoba membantunya dan memungut barang belanjaannya.
Pria pemilik mobil berkacak pinggang dengan tatapan yang penuh emosi saat menatap badan mobilnya mengalami lecet yang cukup parah.
"Adjie berusaha untuk bangkit dan mengalami cidera ringan dibagian siku tangannya.
Pria itu berbalik menatap. "Lihat ini! Biaya kerusakannya sangat mahal! Kamu harus mengganti semuanya!" pria itu menekankan nada bicaranya."Harga perbaikannya sekitar lima juta!" pria itu kembali menimpali ucapannya.
Mendengar biaya yang akan dikeluarkannya, seketika Adjie merasa sangat rugi untuk mengeluarkan uang sebanyak itu.
Tiba-tiba ia menggunakan mantra ajian Jaran.Goyang pada pria tersebut dengan balik membalasnya.
"Maaf, Bang. Saya tidak sengaja. Saya tidak punya uang sebanyak itu, ini saja hasil haru ini untuk membeli diapers anak saya dan kebutuhan hidup." Adjie mengatupkan kedua tangannya dibawah dagu.
Seketika pria itu gelisah dan hatinya iba melihat Adjie. Emosinya yang meledak dan tidak terkendali, tiba-tiba mereda dan sang pemilik mobil merasa sangat kasihan pada Adjie, ditambah lagi dengan penampilan pria itu yang lusuh karena pulang bekerja.
"Oh, ya sudahlah. Lain kali hati-hati, jangan melakukan hal itu lagi," pria tersebut tak dapat lagi meninggikan amarahnya. Ia begitu bersimpati pada Adjie yang terlihat sangat bertanggungjawab pada keluarganya.
Perasaannya yang terkunci oleh sesuatu semakin membuat ia tak menentu. Rasa iba dan prihatin yang terpancar diwajah Adjie membuat ia merasa menyesal telah menghardiknya barusan.
Rasa penyesalan yang begitu besar membuat ia harus membayarnya dengan sesuatu.
Pria itu mengeluarkan uang satu juta rupiah dari dompetnya dan memberikannya pada Adjie. "Ambillah, dan hati-hati dijalan," ucap pria tersebut.
Adjie mengambil uang yang diberikan oleh sang pria. "Terimakasih, Pak. Atas semua kebaikanmu," ucapnya, lalu bergegas pergi.
Pria itu menatap kepergian Adjie dengan tercengang dan berdiri mematung hingga Adjie menghilang dari pandangannya.
Sebuah klakson yang memekakkan telinga dan berubah menjadi telolet sebuah bus mengangetkannya dari rasa iba yang saat ini menjalar dihatinya.
"Kasihan sekali pria itu," ucapnya dengan lirih, lalu kembali masuk kedalam mobil dan pergi.
Hari hampir petang. Adjie tiba didepan rumahnya. Ia berjalan masuk dan memberikan semua belanjaannya pada Wati. Tak lupa ia juga menyerahkan uang satu juta rupiah yang ia dapatkan dari pria korban serempetnya barusan.
"Ini, Dik." ia menyerahkan kantong kresek berwarna putih itu pada sang istri.
"Terimakasih, Kang." sahut Wati sumringah. Lalu menerima barang belanjaan tersebut.
Ia masih menimang bayi Mawar yang saat ini tertidur lelap dipangkuannya.
Adjie menatap Wati dengan dalam. Ternyata wanita itu sangat penyayang pada anak-anak.
"Bang, kalau mau makan beli saja kesebelah, ya. Adik belum sempa masak sore," jawab Wati menyerahkan selembar uang dua puluh ribu.
Adjie meraihnya. Lalu menganggukkan kepalanya. Pria itu berjalan masuk ke dalam rumah, lalu membuka pakaian kerjanya yang lusuh dan berkeringat.
Tak berselang lama, ia mendengar suara ketukan dari pintu belakang. Karena penasaran, ia membukanya. Ternyata Mawar sudah berdiri menunggunya dengan tatapan menghiba.
"Kang, Aku gak tahan lagi." ucap Mawar dengan wajah yang sangat memperihatinkan dan menggila.
Adjie tampak berfikir. Jika pengaruhnya masih berlaku pada Mawar dan juga pria tadi, lalu mengapa tidak pada Rina?
Belum sempat Adjie mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang mengganggunya, tiba-tiba saja Mawar nyelonong masuk ke dalam dapur dan menutup pintu.
Ia mendorong Adjie masuk kedalam kamar mandi dan menyingkapkan dasternya yang sengaja sudah tidak lagi mengenakan pengaman.
"Cepatlah, Kang. Aku sudah tidak tahan lagi menunggu lama," ucap Mawar yang sudah memasang posisi membelakangi dinding ruang kamar mandi.
pindah judul nya dg bab cerita yg nanggung dan gantung