S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. MB 8
...~•Happy Reading•~...
^^^Pengacara yang mendampingi Bu Dinna dan Oseni sangat marah melihat tindakan dan mendengar ucapan mereka berdua. Semua itu akan mempersulitnya dalam lakukan pembelaan. Apa lagi melihat penyidik Bram sedang memperhatikan mereka dengan serius dan petugas terus mencatat.^^^
Teriakan pengacara membuat Bu Dinna berhenti menjambak dan memukul Oseni, lalu mendorong kepalanya dengan kasar. Emosinya tidak surut dengan segera, sebab penyesalan terus menghantui hatinya.
"Sudah selesai kangen-kangenannya?" Tanya penyidik Bram tenang, tapi membuat Bu Dinna mendelik ke arahnya. Namun melihat sikap dan tatapan penyidik Bram, Bu Dinna melunak dan menarik nafas panjang.
"Pak, apa saya bisa merubah BAP tadi? Ada sedikit kesalahan yang saya katakan." Bu Dinna berusaha merubah keterangan, supaya semuanya tidak bertumpu padanya, tapi kepada Oseni juga.
"Bicarakan dengan pengacara anda, supaya bisa membela anda di pengadilan dari bukti dan kesaksian anda. Saya sudah tanya sebelum anda tanda tangan BAP, tapi anda tidak mau. Jadi sekarang silahkan bicarakan dengan pengacara anda." Penyidik Bram berkata dengan tegas.
^^^Oseni yang mendengar Mamanya mau merubah keterangan setelah meluapkan emosi dan marah padanya, mulai menangis. Dia jadi panik membayangkan tuduhan berlapis yang akan di arahkan padanya.^^^
"Pak, ijinkan saya bicara dengan client saya." Pengacara bisa membaca situasi antara Bu Dinna dan anaknya. Sehingga mencari cara untuk bisa membela kedua clientnya.
"Tunggu setelah ini. Saya sarankan secepatnya berbicara dengan client anda. Sebab penyidik sedang melengkapi bukti agar kasusnya segera disidangkan." Penyidik Bram berkata demikian, agar Bu Dinna tidak menganggap ringan dan bermain-main dengan kasus yang sedang dituduhkan kepada mereka.
Penyidik Bram hanya membutuhkan tanda tangan Bu Dinna dan kedua anaknya di Berita Acara Pemeriksaan, sebab bukti-bukti pendukung akan dilengkapi untuk melawan Bu Dinna dan kedua anaknya di persidangan.
"Kembalikan mereka ke sel tahanan. Nanti atur pertemuan mereka dengan pengacara untuk konsultasi." Penyidik Bram berkata kepada petugas yang mendampinginya, agar tidak lama melihat tangisan kosong Bu Dinna dan kedua anaknya.
"Siap, laksanakan." Petugas segera berdiri dan memberi hormat dengan sikap sigap kepada penyidik Bram yang hendak meninggalkan ruang interogasi.
"Saya bisa minta ijin bicara dengan mereka berdua, Pak?" Tanya pengacara kepada petugas yang sedang mengikat tangan Oseni dan juga Bu Dinna.
"Tidak bisa, Pak. Silahkan keluar dan bicara dengan petugas jaga untuk menjadwalkan pertemuan dengan client anda." Petugas bersikap tegas sesuai dengan perintah pimpinannya.
Bu Dinna dan Oseni jadi berhenti menangis, saat dua orang petugas masuk untuk membawa mereka ke sel tahanan. "Dasar bodoh..." Bu Dinna berkata pelan, seperti mendesis, marah kepada Oseni yang hendak dibawa keluar ruangan.
"Bukan anak anda saja yang bodoh, tapi anda juga. Bicara tidak melihat situasi. Apa kalian tidak tahu sedang diawasi?" Pengacara yang sudah emosi, makin emosi dan marah melihat Bu Dinna dan anaknya.
...~°°°~...
Penyidik Bram yang melihat dari balik kaca, jadi tersenyum, sebab mengetahui dan dengar apa yang dikatakan Bu Dinna kepada anaknya. Situasi kasus yang dituduhkan Pak Johan mulai terbentang, karena dibuka sendiri oleh tersangka.
"Lapor, Pak." Petugas Raka mendekati penyidik Bram yang hendak meninggalkan ruangan pengawasan.
"Baik. Ikut ke ruangan saya." Penyidik Bram mengajak petugas Raka mengikutinya ke ruang kerja.
"Bagaimana, kalian sudah dapat informasinya?" Penyidik Bram bertanya setelah duduk di balik meja kerjanya.
"Sudah, Pak. Ini laporannya." Petugas Raka menyerahkan laporan kepada penyidik Bram.
"Laporkan intinya. Nanti saya baca laporan ini." Penyidik Bram berkata sambil menunjuk laporan di atas meja.
"Bu Dinna dituntut cerai suaminya, sebab membuatnya bangkrut. Melakukan infestasi yang salah, karena dirayu dan ditipu oleh pria yang masuk dalam komunitas ibu-ibu sosialita ini." Petugas Raka mulai melapor.
"Bu Dinna yang lebih para, karena kekurangan uang, dia menjaminkan sertifikat rumah karena tergiur iming-iming keuntungan besar yang akan diperoleh."
"Tiba-tiba semua uangnya dibawa kabur dan tidak bisa membayar untuk menebus rumahnya. Suaminya harus membayar banyak tagihan, sehingga usahanya gulung tikar dan keluar dari rumah mereka."
"Saat suaminya mengugat cerai, keputusan pengadilan, anaknya ikut dengannya dan atau keputusan kedua anaknya mau ikut siapa, kalau sudah dewasa."
"Jadi pertama mereka tinggal dengan Papa mereka di rumah kontrakan. Setelah Papanya menikah lagi, mereka masih tinggal dengan Papa mereka. Tapi setelah Mama mereka menikah dengan Pak Johan, mereka ikut tinggal dengan Mamanya."
"Sekarang mantan suami Bu Dinna sudah punya kerja tetap?" Penyidik Bram ingin tahu, agar bisa menganalisa kondisi kasus.
"Sudah, Pak. Bekerja di perusahaan keluarga istri yang baru." Petugas Raka menjelaskan.
"Baik. Siap-siap, kita akan pergi menyelidiki TKP. Beritahu anak Pak Johan, supaya dia ada di rumah." Penyidik Bram bertindak cepat setelah Bu Dinna dan kedua anaknya sudah tanda tangan berita acara pemeriksaan.
"Siap, laksanakan." Petugas Raka bersikap sigap.
"Untuk kasus penahanan tersangka Oseni di kasus sebelumnya, tunggu perintah." Petugas Raka mengingatkan permintaan pimpinannya.
"Saya sudah bicara dengan pimpinan petugas yang menahan tersangka. Setelah dari TKP, kita pergi ke Kalingga Restaurant untuk bicara dengan pemiliknya. Mengapa mereka tidak meneruskan tuntutan hukum kepada Oseni setelah dia dibebaskan." Penyidik Bram sudah menyelidiki kasus yang dituduhkan kepada Oseni sebelumnya.
...~°°°~...
Di sisi yang lain; Pak Gustav setelah menemukan tempat kost buat Gina, segera pulang ke rumah. Hatinya tidak tenang memikirkan Gina yang terus menangis saat mau ditinggal.
Istrinya terkejut melihat Pak Gustav pulang ke rumah tanpa pemberitahuan terlebih dulu, tapi tidak mau bertanya. Istrinya berpikir, Pak Gustav pulang untuk makan siang di rumah, walau hal itu belum pernah dilakukan.
Namun saat melihat suaminya melepaskan sepatu dan pakaian kerja, istrinya menyadari. Pak Gustav sudah pulang dari tempat kerja. "Kok sudah pulang, Pa..." Tanya istrinya pelan.
"Apa aku gak boleh pulang untuk istirahat?" Tanya Pak Gustav dengan nada yang tidak mengenakan.
Mendengar nada suara Pak Gustav, istrinya menyadari sedang terjadi sesuatu. Sebab selama mereka menikah, Pak Gustav hanya bicara dengan nada seperti itu jika berhubungan dengan anak-anaknya.
"Bukan gak boleh. Kalau merasa capek atau kurang sehat, kasih tahu. Supaya aku tahu mau bikin apa." Istrinya coba berbicara baik dan sabar.
"Aku mau istirahat saja. Kepalaku sakit." Pak Gustav berbicara sambil memegang pelipisnya.
"Kalau begitu, Papa istirahat dulu. Aku ambil obat sakit kepala." Istri Pak Gustaf makin tidak tenang dan curiga melihat suaminya langsung masuk ke kamar tanpa melihat putra mereka di kamarnya, atau menanyakan kabarnya.
"Pa, mau makan sesuatu sebelum minum obat?" Istrinya menyusul ke kamar sambil membawa obat dan air mineral.
"Nanti saja. Apa kamar yang ditempati anak-anak dulu masih bisa dipakai?" Tiba-tiba Pak Gustav bertanya tanpa mengambil obat dari tangan istrinya.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...