seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Waktu yang Terbatas
Quenn berdiri tegak, tubuhnya kaku dengan ketegangan, memandang layar komputer yang kini dipenuhi dengan pesan kesalahan. Keberhasilan mereka dalam memutuskan sistem komunikasi Dmitri adalah langkah besar, tetapi itu juga berarti bahwa mereka telah menarik perhatian lebih cepat dari yang mereka kira. Waktu mereka semakin sedikit.
"Pasukan cadangan menuju sini. Mereka tidak akan memberi kita kesempatan," kata Rina, suaranya dipenuhi kecemasan. "Aku perlu lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pemrogramannya, tapi jika mereka sudah menyadari kita di sini—"
"Kita tidak punya banyak waktu, Rina!" seru Quenn, suara tegasnya penuh determinasi. "Beri aku beberapa detik lebih lama. Aku akan menangani mereka."
Vincent memeriksa amunisinya, matanya bergerak cepat ke arah pintu. "Kita harus keluar sekarang juga! Mereka pasti sudah mengepung gedung ini."
Namun, Quenn hanya melangkah maju, matanya berkilat tajam. "Bertahan sedikit lebih lama. Jika kita bisa menahan mereka beberapa menit lagi, kita akan keluar dengan kemenangan. Percayalah."
Dia menoleh ke arah Rina yang masih fokus pada layar, jari-jarinya menari di atas papan ketik, mencoba mengakses data lebih dalam untuk mengacak jaringan komunikasi Dmitri lebih lanjut. Setiap detik sangat berharga.
Di luar ruangan, suara langkah kaki yang semakin dekat terdengar jelas. Pasukan elite Dmitri sudah datang, dan mereka tidak akan berhenti sampai menemukan dan menghabisi mereka.
"Satu menit lagi," kata Rina, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. "Aku hampir selesai."
Quenn mengangguk, lalu berlari ke sisi pintu, menyelipkan dirinya di balik pilar beton untuk mengamati gerakan pasukan Dmitri yang mendekat. Mereka pasti tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan mereka akan menyerang dengan brutal.
Vincent berdiri di belakang Quenn, memeriksa senjatanya, siap untuk melawan jika diperlukan. "Mereka sudah semakin dekat," katanya, dengan nada yang semakin tegang.
Quenn memandang Rina dengan serius. "Beri aku waktu. Kalau aku terpaksa menyerang, aku akan buka jalan untuk kita."
Rina hanya mengangguk cepat, sementara jemarinya terus bergerak lincah, mengetik kode untuk merusak sistem lebih jauh. Detik demi detik berlalu, dan tekanan semakin meningkat. Setiap keputusan sekarang dapat menentukan hidup atau mati mereka.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan suara keras. Pasukan Dmitri muncul, berbaris dengan senjata siap terarah ke tubuh Quenn dan timnya. Mereka tidak ragu lagi—mereka ingin memastikan bahwa tidak ada yang hidup untuk melaporkan kegagalan ini.
"Jangan biarkan mereka pergi!" teriak pemimpin pasukan Dmitri, suaranya penuh kebencian. "Tangkap mereka hidup-hidup!"
Ledakan suara tembakan menggetarkan ruangan, memecah kesunyian dan membuat Quenn melompat dari tempat persembunyiannya, menyerang lebih dulu. Tembakan balasan segera meletus, menembus udara dan merobek dinding sekitar mereka. Keadaan pun berubah menjadi kacau.
Vincent dan Rina bergerak cepat, berlindung di balik meja dan pilar, sambil memberikan tembakan perlindungan. Quenn terus maju, melesat cepat ke arah pasukan yang mendekat, menghindari peluru yang hampir mengenai tubuhnya. Senjatanya bekerja dengan presisi—setiap tembakan yang dilepaskan mengarah tepat ke titik vital musuh.
"Rina, seberapa dekat kita dengan tujuan?" tanya Quenn tanpa henti bergerak, melawan arus pasukan yang semakin banyak.
"Beberapa detik lagi!" jawab Rina, suaranya cemas. "Aku hampir selesai, Quenn. Sabar sedikit lagi!"
Quenn mendengus, keringat mulai menetes dari pelipisnya. "Aku tidak bisa sabar lebih lama lagi. Mereka tidak akan memberi kita waktu."
Dengan satu serangan cepat, Quenn berhasil melumpuhkan dua tentara yang mencoba mengepungnya dari sisi kiri. Vincent membantu membersihkan jalan dengan tembakan jarak jauh. Mereka berjuang dengan gigih, meskipun pasukan Dmitri semakin banyak dan semakin terlatih.
Tiba-tiba, suara keras dari luar menghentikan pertempuran. Suara helikopter berputar cepat di atas mereka, mesin berderu dengan kekuatan yang menghancurkan ketenangan. Quenn menyadari bahwa waktu mereka semakin sempit. Helikopter itu pasti membawa lebih banyak pasukan untuk mengepung gedung.
"Rina, hampir selesai?" teriak Quenn, matanya tajam menatap Rina yang sedang bekerja keras.
"Ya! Aku hampir selesai—" Rina menjawab, dengan suara tegang, tetapi semangatnya mulai tumbuh. "Aku sudah hampir memblokir pusat kendali mereka lebih dalam. Hanya sedikit lagi!"
Quenn memandang sekeliling dengan cepat. Tembakan datang dari segala arah. Mereka harus menghancurkan musuh dan segera keluar.
"Vincent, kita perlu membuka jalan keluar sekarang juga!" kata Quenn dengan suara tegas. "Rina, segera aktifkan sistem pemutus yang terakhir. Jangan pedulikan apa pun yang terjadi!"
Dengan satu gerakan cepat, Vincent meluncurkan granat ke arah pasukan Dmitri yang terpojok di pintu utama. Ledakan itu menumbangkan beberapa tentara dan menciptakan kebingungan di antara mereka. Ini adalah kesempatan mereka untuk keluar.
Rina akhirnya mengangguk, matanya bersinar dengan harapan. "Selesai!" katanya, menekan tombol terakhir di komputernya. "Aku berhasil! Komunikasi mereka terputus total!"
Quenn tersenyum tipis. "Kita harus pergi sekarang!" serunya, memberi isyarat kepada timnya untuk bergerak cepat menuju pintu belakang. Mereka mulai berlari, meskipun suara tembakan dan ledakan masih bergema di belakang mereka.
Namun, meskipun mereka telah melumpuhkan pusat kendali, mereka tahu bahwa ini belum berakhir. Pasukan Dmitri masih mengejar mereka, dan tidak ada jalan mudah untuk keluar dari situasi ini.
Quenn memimpin timnya melalui lorong-lorong gelap, mengikuti jalur yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Setiap langkah mereka dihitung, dan rasa ketegangan semakin menyelimuti tubuh mereka. Waktu yang tersisa semakin sedikit, dan pasukan Dmitri yang mengejar tak akan berhenti sampai mereka menangkap atau membunuh mereka.
"Ke sana!" Quenn memberi arah, menuju pintu keluar darurat yang tersembunyi di balik sebuah ruangan kecil. Mereka terus berlari, terdengar langkah kaki musuh yang semakin mendekat.
Namun, begitu mereka mencapai pintu, Rina yang berada di depan mendapati sesuatu yang mengerikan. Pintu keluar itu sudah terkunci rapat. Tidak ada cara untuk membuka pintu itu tanpa alat yang tepat.
"Ini gawat!" teriak Rina, mencoba membuka pintu dengan segala cara.
Quenn menoleh ke belakang, melihat pasukan Dmitri sudah semakin dekat. Dalam situasi terdesak ini, mereka tidak bisa menunggu lagi.
Dengan gerakan cepat dan penuh keberanian, Quenn mengeluarkan sebuah alat pemotong pintu dari tasnya. "Beri aku detik-detik terakhir," kata Quenn dengan suara penuh tekad. "Kita akan keluar dari sini."
Ledakan keras dari belakang membuat Quenn menambah kecepatannya. Waktu semakin berkurang, dan perang ini belum berakhir. Mereka harus keluar hidup-hidup—tidak ada pilihan lain.