Cerita ini mengisahkan tentang diri seorang pendekar muda bernama Lin Tian. Seorang pendekar pengawal pribadi Nona muda keluarga Zhang yang sangat setia.
Kisah ini bermula dari hancurnya keluarga Zhang yang disebabkan oleh serbuan para pendekar hitam. Saat itu, Lin Tian yang masih berumur sembilan tahun hanya mampu melarikan diri bersama Nona mudanya.
Akan tetapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepada pemuda itu. Lin Tian terpaksa harus berpisah dengan sang Nona muda demi menyelamatkan nyawa gadis tersebut.
Dari sinilah petualangan Lin Tian dimulai. Petualangan untuk mencari sang Nona muda sekaligus bertemu dengan orang-orang baru yang sebagian akan menjadi sekutu dan sebagian menjadi musuh.
Kisah seorang pengawal keluarga Zhang untuk mengangkat kembali kehormatan keluarga yang telah jatuh.
Inilah Lin Tian, seorang sakti kelahiran daerah Utara yang kelak akan menggegerkan dunia persil
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adidan Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Keluarga Zhang
Pagi hari itu di halaman depan kediaman utama keluarga Zhang, terlihat seorang pria tua yang sedang mengawasi latihan dua orang pemuda dan pemudi. Pria tua itu bukan lain adalah Zhang Jun, seorang yang telah menyelamatkan hidup Lin Tian dan sekaligus menjadi guru bagi Lin Tian dan Zhang Qiaofeng.
Pemuda dan pemudi yang diawasinya saat ini adalah Lin Tian dan Zhang Qiaofeng, mereka berdua sedang menjalani hukuman hari ini karena kelakuan mereka berdua yang membuat seluruh keluarga gempar. Hal ini terjadi karena kemarin ketika Lin Tian dan Zhang Qiaofeng pergi bersama ke hutan belakang wilayah keluarga Zhang belum juga kembali hingga malam tiba, akhirnya mereka harus rela mendengarkan ceramah selama lebih dari satu jam yang isinya hanya maki makian tentang kesembronoan mereka dari Zhang Anming, ayah Zhang Qiaofeng dan juga pemimpin keluarga Zhang saat ini.
Sebenarnya hukuman ini dilakukan atas perintah langsung dari Zhang Anming yang merasa kesal kepada putri dan pengawalnya itu kepada Zhang Jun. Karena itu, untuk mentaati perintah pemimpin keluarga, Zhang Jun memberi hukuman kepada Lin Tian untuk memukul batang pohon yang berada di dekat situ dan Zhang Qiaofeng, gadis ini dihukum untuk merapihkan setiap pohon hias yang ada di sana dengan menggunakan kedua belati yang menjadi senjatanya. Mereka tak boleh berhenti hingga matahari tepat berada di atas kepala.
"Hah...hah...hah Guru aku lelah, berikanlah sedikit waktu untukku beristirahat. Apakah boleh?" Teriak Zhang Qiaofeng dari kejauhan kepada Zhang Jun.
Zhang Jun menolehkan kepalanya, terlihat diwajah kakek ini banyak sekali kerutan dalam yang menandakan bahwa ia sudah amat tua. Jika ditaksir kira kira umurnya tak kurang dari 70 tahun, di atas matanya tampak alis yang sudah memutih senada dengan warna rambutnya, jenggot kakek ini menjuntai kebawah begitu panjangnya hingga menyentuh dada.
Sambil membungkukkan badan memberi hormat dia berkata "Maaf Nona Muda, saya tidak bisa mengabulkan permintaan Nona.
Sesungguhnya saya terpaksa melakukan semua ini bukan sekali kali karena hendak mencelakakan Nona, melainkan karena kewajiban saya untuk melakukan setiap perintah pemimpin keluarga. Sekali lagi maaf Nona."
Zhang Qiaofeng mengerucutkan bibirnya kesal, lalu ia kembali melanjutkan hukuman sambil mulutnya tak henti-hentinya melantunkan makian dan umpatan.
Zhang Jun hanya mampu menggelengkan kepala dan menghela nafas panjang, kembali ia tolehkan kepalanya kearah Lin Tian. Terlihat anak itu terus memukul batang pohon didepannya dengan sungguh-sungguh tanpa memperlihatkan rasa terpaksa atau keberatan atas hukuman yang diberikan.
Lin Tian sadar akan kesalahannya lagipula dia menganggap bahwa hukuman itu sebagai sarana latihan untuknya agar menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Keahlian Zhang Qiaofeng dan Lin Tian memang berbeda, Zhang Qiaofeng memusatkan latihannya pada ilmu meringankan tubuh sedangkan Lin Tian lebih memusatkan latihan pada kekuatan fisik. Karena memang ketika ia dahulu menerima pelajaran ilmu silat dari mendiang ayahnya, kebanyakan dari ilmu itu lebih memfokuskan ilmu penguatan tubuh dibanding dengan ilmu meringankan tubuh. Walaupun begitu bukan berarti Lin Tian tidak mempunyai keahlian ilmu meringankan tubuh, hanya saja kemampuan meringankan tubuhnya masih lebih rendah daripada Zhang Qiaofeng.
Karena itulah hukuman yang dijatuhkan untuk mereka berdua jauh berbeda, Lin Tian dihukum untuk memukul batang pohon yang lebih membutuhkan kekuatan fisik dibanding kecepatan. Sedangkan Zhang Qiaofeng mendapat hukuman untuk merapihkan tanaman hias yang lebih membutuhkan kecepatan dan kelincahan.
Mengingat banyaknya tanaman hias di halaman itu, Zhang Qiaofeng tidak akan bisa menyelesaikan hukuman tepat waktu jika ia tidak menggunakan ilmu meringankan tubuh, karena itulah mau tidak mau gadis ini mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mempersingkat waktu.
Setelah sekian lama akhirnya matahari sudah berada tepat di atas kepala, hal ini menunjukkan bahwa hukuman mereka berdua telah usai. Zhang Qiaofeng pergi ke bawah pohon besar yang dijadikan tempat hukuman Lin Tian, gadis ini lalu langsung merebahkan tubuhnya di atas rumput tebal yang berada tepat di bawah pohon itu. Lin Tian juga sudah menghentikan pukulannya dan ia lalu duduk di samping Nona mudanya.
Sambil terengah-rengah karena kelelahan Zhang Qiaofeng kembali mengomel "Huh...huh...hmph!! Dasar ayah tak punya hati, teganya dia memperlakukan putrinya sekejam ini!!"
"Sabarlah Nona, dengan hukuman ini saya yakin secara tidak langsung akan meningkatkan kepandaian Nona dan Tian'er, saya juga yakin bahwa Pemimpin melakukan semua ini adalah karena memang untuk tujuan tersebut. Jadi Nona, jika diperhatikan hukuman ini sebenarnya banyak sekali manfaatnya untuk Nona dan Tian'er." Ucap Zhang Jun yang juga sudah sampai di tempat itu dengan lembut sambil tersenyum penuh kesabaran.
Diam-diam Lin Tian membenarkan perkataan gurunya tersebut, karena itulah ia melakukan hukuman tadi dengan penuh semangat. Memang dalam hal ilmu silat, untuk anak seumurannya Lin Tian terbilang cukup kuat, hal ini dibuktikan dengan hasil pukulan tangan anak ini yang menyebabkan batang pohon besar dan tebal itu berlubang kurang lebih sedalam 20 cm.
Berbeda dengan Nona muda satu ini. Setelah ia mendengarkan nasehat dari gurunya itu, makin panaslah hatinya karena gadis ini menganggap bahwa gurunya lebih membela ayahnya ketimbang dirinya. Dia tidak sadar jika lelaki yang duduk di sebelahnya itu terlihat kulit tangannya telah mengelupas dan mengeluarkan darah, dibanding dengan dirinya yang hanya mengalami kelelahan tentu saja sekali lihat orang akan tahu kalau anak laki-laki itu telah mengalami hukuman yang jauh lebih berat dan keras.
"Karena Nona bersama Tian'er telah menjalani hukuman dari pagi hingga sekarang tanpa istirahat sedikitpun, maka saya rasa sudah cukup untuk hari ini dan selamat beristirahat Nona." Ucap Zhang Jun sambil memberi hormat kepada Zhang Qiaofeng lalu membalikkan tubuh pergi dari situ.
Kini hanya tinggal Zhang Qiaofeng dan Lin Tian yang masih berada di bawah pohon rindang itu. Karena terlalu kelelahan, rasa kantuk tanpa sadar menyerang meraka. Akhirnya mereka tertidur di bawah pohon dengan posisi Zhang Qiaofeng yang rebah terlentang di atas rumput dan Lin Tian tidur bersandar pada pohon besar tersebut.
Terlihat di kejauhan berdiri seorang wanita dan seorang pria yang terbilang masih cukup muda, yang pria kira kira berumur tiga puluh lima tahun sedangkan wanita di sebelahnya kira-kira berumur tiga puluh tahun. Mereka berdua mengenakan setelan baju mewah dari jahitan kain sutra sama seperti pakaian yang selalu dikenakan oleh Zhang Qiaofeng. Dari jauh terlihat mereka tersenyum menyaksikan kedekatan Zhang Qiaofeng dan Lin Tian.
*******
Ketika Zhang Qiaofeng bangun dari tidur nyenyaknya, dia menolehkan kepala dan terlihat di sampingnya duduk seorang pria yang tangannya sedang di balutkan perban oleh salah satu pelayan wanita.
Pria itu adalah Lin Tian pengawalnya sendiri, dia lalu bangkit duduk sambil mengucek matanya. Pelayan itu menyadari bahwa Nona mudanya sudah bangun maka langsung saja dia berkata "Selamat sore Nona, saya diutus kemari oleh tetua Zhang Jun untuk mengantar minuman Nona dan Tuan Lin Tian, juga saya diperintah oleh pemimpin untuk menyampaikan pesan bahwasannya jika Nona sudah bangun beliau berharap agar Nona segera datang menghadap ke ruangannya." Ucap pelayan itu dengan hormat, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya mengobati tangan Lin Tian.
Zhang Qiaofeng hanya menganggukkan kepalanya yang masih terasa berat, lalu ia baru sadar bahwa pelayan itu daritadi masih sibuk untuk membalutkan perban ke tangan Lin Tian.
Ia terkejut melihat keadaan kedua tangan pengawalnya itu. "Lin Tian, apa yang terjadi dengan tanganmu sampai jadi seperti itu?"
"O-oh...Nona, mungkin ini terjadi karena saya terlalu keras saat memukul pohon tadi." Lin Tian menjawab sambil sedikit mengerang akibat menahan rasa sakit di tangannya.
Tiba-tiba Zhang Qiaofeng langsung mendekati mereka berdua dan tanpa basa-basi ia lalu mendorong pelayan wanita itu sampai membuatnya hampir tesungkur.
"N-Nona!?" Ucap Lin Tian dan pelayan wanita itu hampir berbareng.
"Biar aku yang mengobati lukanya." Kata Zhang Qiaofeng kepada pelayan itu. "Dia terluka karena kesalahanku, biarlah aku yang urus sisanya, kau boleh kembali." Lanjutnya.
Pelayan itu jelas terkejut dan heran akan sikap Zhang Qiaofeng yang aneh ini, namun dia tidak membantah dan tetap menuruti perkataannya.
"N-Nona...kenapa tiba-tib-"
"Hmm...?"
Belum selesai Lin Tian bicara, perkataannya sudah dipotong oleh Zhang Qiaofeng dengan tatapan dingin yang menusuk. Seketika nyali Lin Tian langsung ciut dan punggungnya mengeluarkan keringat dingin, dia juga heran mengapa Nona mudanya ini tiba-tiba bersikap aneh begini? Apa karena gadis ini masih marah pada ayahnya dan ingin melampiaskan kemarahan padanya?
"Kenapa? bukankah tanganmu terluka? apa kau mengira aku tak bisa melakukan pekerjaan ini huh? ohh...atau karena kau lebih suka jika yang mengobatimu itu pelayan tadi?!!" Kembali Zhang Qiaofeng bertanya, suaranya dingin dan dia berbicara dengan menekankan setiap kalimatnya.
Lagi-lagi Lin Tian terkejut, ada apa sebenarnya dengan Nonanya ini?. "B-b-bukan begitu Nona...tapi-"
Kembali ucapan Lin Tian dipotong oleh Nona muda itu, malah sekarang dia sampai membentak "DIAAM!! Tak ada tapi tapi!! kau itu pengawalku dan aku Nonamu, jika kau seorang pengawal yang setia patuhi saja perintahku dan jangan membantah!!! Mengerti!?" Bentak gadis cilik itu sambil memelototkan matanya kearah Lin Tian.
Walau bingung dan kaget setengah mati, namun Lin Tian tetap mematuhi perintahnya dan hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Sebenarnya Zhang Qiaofeng sendiri tidak tahu alasannya mengapa dia sampai marah-marah seperti itu. Hanya saja ketika dia melihat pelayan tadi sedang mengobati luka Lin Tian, entah kenapa tiba-tiba dia merasa jengah dan tidak nyaman melihat pemandangan itu.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Zhang Qiaofeng selesai mengobati tangan Lin Tian. Dia lalu bangkit berdiri dan mengambil botol minum miliknya yang diantar pelayan tadi, tanpa banyak cakap lagi langsung saja ia meneguk habis isi botol itu.
Setelah menghabiskan minumannya ia lalu berkata "Setelah ini kau pulanglah, aku akan menemui ayah sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari Lin Tian, dia pergi meninggalkan tempat itu.
"Ada apa dengannya?" Batin Lin Tian terheran-heran karena sikap aneh Nona mudanya.
Sementara itu, Zhang Qiaofeng yang sedang dalam perjalanan menuju ruangan ayahnya tak henti-hentinya merutuki kebodohannya sendiri. "Dasar bodoh, goblok, tolol!! Ada apa sih denganku sampai merah-marah begitu!?" Ucapnya sembari memukul-mukul jidatnya sendiri dengan botol minum tadi. Dia sebenarnya sedikit menyesal telah membentak Lin Tian seperti itu yang sama sekali tidak ada salah sedikitpun.
*******
Terlihat Lin Tian saat ini sedang duduk termenung di atas kasur dalam kamarnya. Dahinya berkerut tanda bahwa dia sedang memikirkan sesuatu , lebih tepatnya tentang kejadian beberapa menit lalu ketika dia sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya sesudah dibentak-bentak oleh Zhang Qiaofeng.
Saat sedang berjalan secara tak sengaja dia berpapasan dengan seorang pria tinggi dengan membawa pedang di pinggangnya, rambutnya panjang dikuncir, kulitnya putih kekuningan, hidung mancung dan di bawah mata sebelah kiri terdapat sebuah tahi lalat.Melihat dari wajahnya, kurang lebih umurnya tak kurang dari tiga puluh tahun.
Pria ini bernama Zhang Heng adik kandung dari Zhang Anming, orang ini adalah salah satu tetua keluarga Zhang dan juga dia merupakan pendekar terkuat di keluarga setelah Zhang Anming sendiri.
Walaupun seorang tetua, namun ketika berpapasan dengannya Lin Tian sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat sedikitpun seperti kebanyakan orang, malah anak ini melemparkan tatapan tidak suka kepada orang itu.
Zhang Heng sadar akan hal itu, namun dia tidak marah malah orang ini menyapa Lin Tian dengan ramah, memang setiap kali bertemu dengan Lin Tian selalu saja anak itu memandangnya dengan pandangan benci dan tidak suka, Zhang Heng sudah terbiasa akan hal itu dan tidak mempermasalahkannya.
"Oh...Lin Tian apa kabar, baru selesai latihan? eh...kenapa tanganmu itu?"
Lin Tian mendengus dan menjawab "Anda benar, saya memang baru saja selesai latihan dan tangan ini, bukankah sudah biasa jika terluka ketika sedang berlatih?" Jawabnya sopan namun dengan nada datar.
"Haha...benar juga, hanya saja aku heran, hanya karena latihan bisa sampai menimbulkan luka separah itu."
"Tetua sendiri ingin pergi kemanakah?" Tanya Lin Tian.
"Oh, aku hendak pergi ke kota sebelah untuk urusan pribadi dengan teman lama ku." Jawabnya sambil tetap memepertahankan senyum ramahnya.
"Hm...kalau begitu hati-hati dijalan dan saya mohon pamit." Tanpa menunggu balasan dari Zhang Heng, Lin Tian lalu berjalan pergi meninggalkan orang itu.
Hal inilah yang sedaritadi sedang dipikirkan Lin Tian. Dia bersikap tidak menghormat seperti itu bukan tanpa alasan, hal itu terjadi karena entah mengapa Lin Tian selalu merasa curiga kepada tetua Zhang Heng. Apalagi ketika Lin Tian sedang bersama Nona Zhang Qiaofeng dan secara kebetulan bertemu orang itu, walau mulutnya terus tersenyum namun dalam tatapan matanya, Lin Tian merasakan ada tatapan kurang ajar dari mata Zhang Heng yang ditujukan kepada Nonanya itu.
Namun saat ini melihat tetua Zhang Heng hendak pergi meninggalkan wilayah keluarga Zhang, bukan hanya rasa curiga yang dirasakannya tapi juga timbul sebuah firasat buruk. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, yang jelas perasaannya sangat tidak enak.
"Huh...semoga saja hanya firasat dan tidak akan terjadi hal buruk di masa depan." gumamnya setelah dia pusing sendiri memikirkan rasa curiga dan firasat burukknya. Lalu dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah Lin Tian mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih, dia menghampiri sebuah rak buku yang ada di pojok kamarnya. Memang karena dia seorang pengawal Nona Muda, perlakuan keluarga terhadapnya sedikit istimewa.
Lin Tian disediakan rumah sendiri lengkap dengan kamar mandi dan dapur, walau tidak terlalu besar namun rumah itu sudah cukup mewah untuk seorang pengawal sepertinya. Salah satu diantara segala fasilitas yang diberikan adalah rak buku ini.
Buku-buku yang berada di rak bukanlah buku biasa, buku-buku itu merupakan kumpulan kitab-kitab ilmu silat keluarga Zhang dari yang tingkat rendah sampai tinggi. Lin Tian memang suka membaca, karena itulah sekarang dia hendak membaca buku untuk menenangkan pikirannya.
Namun Lin Tian menghampiri rak itu dengan tujuan bukan untuk mengambil buku namun untuk duduk di kursi yang berada tepat di depan rak tersebut.
Dia lalu mengeluarkan sebuah buku kecil sebesar telapak tangan dari saku bajunya. Sampul buku itu sudah terlihat usang dan kertasnya sudah menguning, tanda bahwa buku itu sudah tua. Zhang Anming pernah mengatakan jika buku yang sedang dipegangnya itu adalah salah satu peninggalan leluhur keluarga.
Buku itu bukanlah buku sembarangan. Pasalnya ketika buku ini ditanyakan kepada seorang ahli silat orang itu akan menjawab kalau buku ini berisi ilmu silat yang panduannya mirip dengan sajak. Namun ketika ditanyakan kepada seorang sastrawan orang itu akan menjawab kalau buku ini berisi sajak yang kalimatnya mirip dengan panduan ilmu silat.
Walaupun begitu, sampai saat ini baik seorang ahli silat maupun sastrawan tidak ada yang bisa memastikan apakah buku itu merupakan sebuah buku sajak atau ilmu silat dan tidak ada pula yang bisa memahami isi tulisan buku itu. Di sampul depan buku terdapat tulisan yang berbunyi 'Ketenangan Batin'
Lin Tian sudah hafal hampir semua buku yang ada di kamarnya itu, dan buku Ketenangan Batin inilah yang paling sering dia baca dan yang paling dia hafal isinya. Namun buku ini jugalah yang paling tidak ia pahami maknanya.
Karena saking membingungkannya buku Ketenangan Batin ini, dia selalu membawa buku ini kemanapun dia pergi agar jika ada waktu luang, dia bisa membaca dan mencoba untuk memahami maknanya.
Setelah seperempat jam Lin Tian duduk di kursi itu, dia malah makin pusing dan stres karena membaca buku tersebut. Akhirnya dia merebahkan dirinya di kasur dan memilih untuk tidur.
*******
"Feng'er ada apa dengan kepalamu itu?" Tanya Zhang Anming heran kepada putrinya setelah melihat jidat gadis itu terdapat sebuah 'tanduk' berwarna merah.
Ibunya, Zhang An juga berada di ruang tersebut. Wanita cantik ini juga menatap kearah 'tanduk' putrinya itu dengan tatapan bertanya-tanya.
"Tadi jatuh kesandung batu di jalan." Jawabnya santai.
"Huh...??"
Seketika wajah kedua orang yang sudah berkepala tiga ini menjadi bengong dengan mulut terbuka lebar seakan-akan mulut itu bisa jatuh kapan saja. Mereka terkejut dan heran bahwasannya seorang seniman beladiri seperti Zhang Qiaofeng ini seharusnya sangat sulit untuk jatuh hanya karena kesandung batu. Kalau pun sampai kesandung dan jatuh, tak mungkin pula seorang sekuat Zhang Qiaofeng ini bisa sampai keluar 'tanduk' dijidatnya.
"Kau...jatuh karena batu!? T-tapi kenapa bisa jatuh?" Sekarang giliran ibunya yang bertanya.
"Ya tentu saja karena batu itu aku jadi jatuh." Kembali dia menjawab santai tanpa memperdulikan raut wajah orang tuanya yang semakin heran dan terkejut mendengar jawaban nyeleneh itu.
|•BERSAMBUNG•|