5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Reina (03)
Setahun yang lalu di cafetaria tempat Celine bekerja, pukul 08:30.
Terlihat Devid, pemilik cafe sekaligus manajer, berdiri di tengah-tengah ruangan loker, menarik perhatian semua orang. "Semua, perkenalkan dia adalah Briyon," serunya lantang, menunjuk seorang pria tinggi yang berdiri dengan senyum canggung di sebelahnya. "Mulai hari ini dia akan bekerja di cafe ini. Dia adalah karyawan baru yang direkomendasikan oleh Celine. Jadi, mohon kerja sama dan bimbing dia dengan baik, ya!"
"Baik, Boss!" jawab serempak kelima belas karyawan, termasuk Celine yang merasa sedikit bangga karena rekomendasinya diterima.
Namun, perasaan itu berubah seketika.
"Baiklah," lanjut Devid, "Briyon untuk saat ini akan ditempatkan sebagai pelayan yang mencatat pesanan customer. Lalu Reina, kamu di bagian racik kopi. Bimbing dia, ya!"
"Baik, Boss," jawab Reina dengan tenang.
Celine yang berdiri di dekatnya hanya bisa memandang penuh kebingungan. Bagian racik kopi? Bukankah itu tugasnya? Dengan keberanian, ia melangkah maju. "Maaf, Boss, bukankah tugas meracik kopi adalah tanggung jawab ku?" tanyanya, suaranya tetap sopan meski nadanya jelas mempertanyakan keputusan itu.
Devid mengangguk pelan, seolah sudah mempersiapkan jawabannya. "Ya, tapi untuk saat ini, biar Reina yang mengerjakan. Dia dan Briyon akan bekerja sebagai partner."
"Apa? Lalu bagaimana dengan ku?" desak Celine, merasa posisinya mulai tergeser.
"Celine," ujar Devid tanpa emosi, "kamu akan dipindahkan ke bagian koki. Kamu akan memasak bersama Margaret dan Fiona."
"Apa?" Celine tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Bagian koki? Itu bukan keahliannya. Tangannya gemetar, namun ia berusaha menahan emosi.
Devid, seperti biasa, tidak memberikan ruang untuk perdebatan. "Semua sudah jelas, ya? Kalau begitu, kembali ke tempat kerja kalian!" serunya sebelum melangkah pergi.
"Baik, Boss," jawab para karyawan lainnya serempak, melanjutkan aktivitas masing-masing.
Namun, Celine tetap terpaku di tempatnya, rasa kecewa bercampur dengan amarah yang ia tahan. Baginya, ini lebih dari sekadar perubahan tugas. Ini seperti kehilangan bagian dari dirinya. Bagian meracik kopi adalah dunia kecilnya, tempat ia mengekspresikan kreativitas dan mendapatkan apresiasi. Sekarang, semuanya direbut begitu saja.
Di tambah lagi, ia harus di pisahkan oleh Briyon. Padahal awalnya ia sudah senang akan menjadi partner kerja Briyon dan akan membimbing suami nya dalam meracik kopi. Namun, Devid sepertinya tidak pernah mengizinkan untuk dirinya bekerja dengan seorang laki-laki.
.......
.......
.......
Suasana di ruang loker karyawan sudah sepi, hanya suara jam dinding yang terdengar di sudut ruangan. Celine berdiri di depan loker miliknya, menutup pintu logam itu dengan hati-hati sebelum berbalik. Di sudut ruangan, Briyon sedang merapikan seragamnya.
Tanpa banyak suara, Celine melangkah mendekat. Tangannya meraih pergelangan tangan Briyon, menghentikan gerakannya. "Briyon," panggilnya pelan.
Pria itu menoleh, wajahnya langsung merekah dengan senyum lembut. "Ya, sayang? Ada apa?" tanyanya penuh perhatian.
Celine menundukkan pandangannya sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Briyon, mereka semua tidak tahu kalau kita adalah sepasang suami istri," ucapnya akhirnya, suaranya terdengar pelan namun tegas. "Karena peraturan di cafe ini tidak memperbolehkan pasangan bekerja bersama. Jadi… maafkan aku ya, kalau nanti aku terpaksa bersikap cuek padamu di depan mereka."
Briyon memandang Celine dengan penuh pengertian. Ia mengulurkan tangan, mengusap lembut puncak kepala istrinya. "Tidak apa-apa, sayang," katanya dengan suara menenangkan. "Aku mengerti, justru aku berterima kasih padamu karena sudah merekomendasikan aku untuk bekerja di sini. Dengan begitu, aku bisa melihatmu setiap saat. Jika memang kita harus berpura-pura jaga jarak, aku tidak keberatan. Asalkan aku bisa tetap berada di dekatmu, itu sudah lebih dari cukup."
Kata-kata Briyon membuat hati Celine terasa lebih ringan. Ia tersenyum, rasa lega terpancar di wajahnya. "Terima kasih, Briyon. Aku mencintaimu," ucapnya tulus, matanya menatap dalam ke arah suaminya.
Tanpa aba-aba, Briyon membungkukkan tubuhnya sedikit dan mengecup lembut kening Celine. "Aku lebih mencintaimu, Celine," balasnya penuh kasih.
Celine mengangguk kecil, senyumnya tak pernah surut. "Terima kasih," gumamnya pelan.
"Baiklah, ayo kita bekerja," ajak Briyon dengan semangat, memecah suasana haru.
Celine mengangguk lagi, kali ini dengan senyuman kecil yang menyembunyikan rahasia besar mereka. Bersama-sama, mereka melangkah keluar dari ruang loker, siap menghadapi hari dengan peran masing-masing.
...****************...
Di depan mesin peracik kopi, Reina sedang mengatur alat-alat saat Briyon mendekatinya. Wajahnya tampak tenang, namun ada sedikit rasa gugup yang tidak bisa ia sembunyikan.
"Mohon bimbingannya," ucap Briyon sopan, membungkukkan sedikit badannya.
Reina tersenyum tipis, memandang pria tinggi besar di depannya. "Ya," balasnya singkat, ramah.
"Apa yang harus aku kerjakan sekarang?" tanya Briyon, nada canggungnya terdengar jelas.
Reina tertawa kecil. "Oh, santai saja. Cafe ini masih sepi untuk sekarang, kamu bisa mulai dengan bersih-bersih area ini dulu dan-" ia menjeda ucapannya, mengambil sebuah buku menu dari meja. "Ini, hafalkan nama makanan, minuman, dan harganya, ya! Biar nanti kalau pelanggan bertanya, kamu sudah siap."
"Baik," jawab Briyon lembut, lalu segera melakukan apa yang diperintahkan Reina.
Sambil membersihkan meja-meja, Briyon terlihat fokus dan cekatan. Reina yang berdiri di balik mesin kopi tak bisa menahan pandangannya. Sesekali ia mencuri-curi lihat pria itu, memperhatikan gerak-geriknya. Dalam hati, ia tak bisa menahan gumaman nya.
"Pria ini tampan juga. Tubuhnya tinggi besar, dan rambut gondrongnya… terlihat seksi. Aku jarang melihat pria seperti ini," pikir Reina sambil menekan senyum kecil.
Tak lama kemudian, bel di pintu masuk cafe berbunyi, menandakan pelanggan mulai berdatangan. Sekelompok gadis muda melangkah masuk dengan tawa riang. Briyon, yang sedang mengelap meja terakhir, segera menghampiri mereka dengan ramah.
"Selamat datang, nona," sapanya sopan, disertai senyum lembut yang tampaknya langsung membuat suasana berubah.
Gadis-gadis itu saling melirik, terlihat terpukau. "Wah, pelayannya tampan ya," bisik salah satu dari mereka sambil terkikik.
"Iya, manis dan tinggi," tambah temannya sambil menahan senyum.
Briyon tersenyum kecil, tetap profesional. "Terima kasih, silakan duduk, nona. Ini buku menunya," ucapnya sambil menyodorkan buku menu dengan sopan.
"Sopan sekali," gumam salah satu pelanggan, terlihat kagum.
"Aku sudah sering datang ke cafe ini, tapi baru kali ini aku melihatnya. Apa dia karyawan baru?" tanya salah satu gadis sambil menatap Briyon.
Briyon hanya membalas pertanyaan itu dengan senyum tipis.
"Wah, dia tersenyum! Manis sekali," ucap gadis itu, semakin terpukau.
Reina, yang memperhatikan dari balik mesin kopi, tidak bisa menahan tawa kecilnya. Ia menggeleng pelan, lalu kembali bekerja. "Sepertinya cafe ini akan jadi lebih ramai mulai sekarang," pikirnya, sambil sesekali melirik Briyon yang tetap fokus melayani pelanggan dengan sopan dan ramah.
Di sisi lain, Briyon tetap tenang. Meski tersanjung dengan perhatian para pelanggan, pikirannya tetap terfokus pada satu orang. "Celine." Ia tahu bahwa keberadaannya di cafe ini tidak hanya untuk bekerja, tetapi juga untuk tetap dekat dengan wanita yang dicintainya.
...Bersambung ......