Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bujukan Sang Mantan
Dinda nampak tertawa sumbang kala mendengar permintaan Afif barusan. Kesempatan kedua kata pria itu? Dinda tentu saja tak akan pernah mau memberikan Afif kesempatan kedua setelah apa yang diperbuatnya di masa lalu.
"Maaf namun masa lalu tetaplah masa lalu dan aku tak mau mengulangnya lagi."
"Aku dan Iis sudah bercerai, sekarang tidak ada lagi penghalang supaya kita bisa bersatu."
"Mau kamu sudah bercerai atau belum itu sama sekali bukan urusanku."
"Dinda, kamu masih mencintaiku kan?"
"Harus berapa kali aku mengatakan padamu supaya kamu bisa mengerti bahwa aku sudah tidak mencintaimu! Rasa cintaku padamu sudah lama mati setelah kamu menghianatinya!"
"Aku tidak bermaksud demikian."
Dinda sudah muak dengan obrolan yang sudah pasti akan berlangsung sangat lama jika ia terus menerus meladeni pria ini.
"Sudahlah, aku tidak mau lagi berurusan denganmu."
Dinda melepaskan cekalan tangan Afif dan gegas saja wanita itu pergi namun sebelum Dinda sempat masuk ke dalam mobilnya lagi-lagi Afif menahan tangan Dinda.
"Aku tidak percaya kalau kamu sudah tidak mencintaiku. Aku yakin kamu mengatakan itu hanya untuk jual mahal saja kan? Kamu tak perlu sok jual mahal Dinda. Aku tahu hatimu masih untukku jadi jangan menyangkalnya lagi."
Dinda menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Afif yang bisa dengan percaya dirinya mengatakan hal seperti barusan.
"Maaf namun aku sama sekali tidak ada niatan untuk memperpanjang obrolan ini. Aku harus segera kembali ke kantor."
Dinda gegas masuk ke dalam mobilnya dan menyalakan mesin kendaraan itu dan menginjak pedal gas untuk segera meninggalkan tempat itu. Dinda berusaha mengatur napasnya yang memburu dan matanya sudah mulai berkaca-kaca.
"Kenapa dia harus kembali? Kenapa kami dipertemukan kembali?"
Dinda menepikan sejenak kendaraannya karena ia khawatir mengemudi dalam kondisi suasana hati yang tidak baik justru malah akan menimbulkan masalah dan ia tak mau jika harus berurusan dengan hukum karena lalai dalam berkendara.
"Baiklah, aku pasti bisa melewati semua ini."
****
Hari sudah malam dan menunjukan pukul 9 ketika Dinda tiba di apartemennya, ia langsung mandi dan berganti pakaian kemudian bersiap untuk tidur sampai bunyi notifikasi ponsel mengganggunya dan karena penasaran maka Dinda segera meraih ponselnya untuk melihat siapa yang mengirimkannya pesan dan rupanya Alex yang mengirimkan pesan.
"Kenapa sih dia harus mengirim pesan segala?"
Alex menanyakan kepada Dinda apakah wanita itu sudah kembali ke apartemennya dan Dinda tak ada niatan membalas pesan itu hingga tak lama kemudian dering ponsel mengganggu Dinda yang sedang mencoba untuk tidur.
"Siapa sih?"
Dinda melihat nama Alex di layar ponselnya dan sontak saja Dinda langsung menolak panggilan tersebut namun Alex tetap saja berusaha menghubunginya hingga membuat Dinda jengkel dan mau menjawab telepon pria ini.
"Kenapa sih malam-malam begini menelpon?!"
"Kamu sudah kembali ke apartemenmu?"
"Sudah! Aku mau tidur."
"Jangan tidur dulu!"
Dinda belum sempat untuk mengatakan apa pun namun tiba-tiba saja bel pintu apartemennya berbunyi dan Dinda yakin bahwa orang yang datang bertamu malam ini adalah Alex.
"Astaga pria itu benar-benar!"
Dinda membuka pintu apartemennya dan bersiap untuk memaki Alex namun hal itu ia urungkan saat melihat Alex dalam kondisi acak-acakan ada sebuah botol minuman beralkohol di tangannya.
"Alex, apa yang terjadi?"
Alex tak menjawab dan ia langsung menerobos masuk ke dalam unit apartemen Dinda. Alex duduk di sofa dan kemudian meneguk minuman beralkohol itu dari dalam gelasnya langsung. Dinda tentu saja tak tinggal diam dan langsung mengambil botol itu.
****
Dinda menatap Alex dengan tatapan tajam, ia bertanya pada Alex apa yang sebenarnya terjadi saat ini kenapa pria ini sampai minum-minum.
"Wanita itu sialan, dia tidak benar-benar mencintaiku padahal aku sudah memberikan segalanya untuknya. Kenapa dia tega sekali padaku?" racau Alex.
Dinda tak mengatakan apa pun dan membiarkan saja Alex meracau karena sepertinya Alex butuh teman untuk bercerita untuk paling tidak meredakan kesakitan yang dialami olehnya saat ini. Alex terus meracau soal wanita yang Dinda pikir adalah mantan kekasih Alex dan sepertinya Alex sangat mencintai wanita itu namun sayang Alex harus sakit hati akibatnya karena wanita itu malah berselingkuh. Alex tidak lagi meracau dan ia mulai tidur di sofa, Dinda menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam kamar untuk mengambil selimut. Dinda kemudian menutupi tubuh Alex dengan selimut sebelum ia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.
"Orang mabuk itu kan suka tidak sadar apa yang mereka lakukan. Akan jauh lebih baik aku jaga-jaga jangan sampai dia malah melakukan hal yang aneh dalam pengaruh minuman itu."
****
Keesokan paginya Alex terbangun dari tidurnya dan mendapati ia berada di sofa namun ini bukanlah unit apartemennya, tidak lama kemudian Alex merasa sangat berat kepalanya dan ia mual sekali. Buru-buru ia pergi ke kamar mandi untuk muntah dan membasuh wajahnya dan setelah ia selesai melakukan itu nampak Dinda yang baru saja keluar dari dalam kamar mengenakan pakaian kantornya.
"Sudah siuman rupanya kamu, silakan kembali ke unit apartemenmu."
"Kok kamu mengusir sih?"
"Karena saya mau berangkat kerja. Sudah sana kembali ke apartemenmu!"
"Tidak mau, aku mau di sini saja."
Dinda nampak tercengang dengan jawaban dari Alex barusan, tentu saja Dinda tak akan membiarkan pria ini berada di apartemennya selama ia pergi bekerja.
"Keluar sekarang juga!" seru Dinda seraya menarik tubuh Alex keluar dari dalam unit apartemennya.
Walau dengan keadaan yang susah payah namun pada akhirnya Dinda sudah berhasil membuat Alex keluar dari dalam unit apartemennya.
"Kembali sana ke unit apartemenmu."
"Dinda, maukah kamu menjadi kekasihku?"
"Kamu pasti masih mabuk, sudah sana kembali ke unit apartemenmu."
Namun ketika Dinda sudah berbalik badan dan bersiap berjalan menuju lift, tiba-tiba saja dirinya ditarik dan ditahan oleh Alex di dinding.
"Apa-apaan kamu?! Saya bisa terlambat datang bekerja!"
****
Dinda sudah berada di kantornya dan kini sudah menunjukan waktunya istirahat makan siang, entah kenapa Dinda jadi teringat kejadian tadi pagi ketika Alex secara mengejutkan menanyakan apakah dia mau jadi pacarnya. Dinda menoleh ke arah ponselnya setelah ia mendengar adanya bunyi notifikasi pesan masuk dan saat ia melihat siapa yang mengirimnya pesan rupanya itu adalah Alex. Alex mengajaknya makan siang bersama di sebuah tempat dan pria itu juga sudah mengirim lokasinya pada Dinda.
"Kenapa sih dia harus mengajakku?"
Namun walau demikian, Dinda pergi juga menemui Alex ke tempat yang dikirimkan oleh pria itu. Entah kenapa Dinda jadi makin penasaran saja dengan pria itu sepertinya banyak hal menarik yang bisa ia gali dari Alex.
"Tapi tunggu dulu, kenapa kesannya sepertinya aku ini kepo sekali mengenai segala sesuatu tentangnya?"