Hidup Aina seperti diselimuti kabut yang tebal saat menemukan kenyataan kalau Fatar, lelaki yang dicintainya selama 7 tahun ini meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Namun Fatar tak sendiri, ada seorang wanita bersamanya. Wanita tanpa identitas namun menggunakan anting-anting yang sama persis dengan yang diberikan Fatar padanya. Aina tak terima Fatar pergi tanpa penjelasan.
Sampai akhirnya, Bian muncul sebagai lelaki yang misterius. Yang mengejar Aina dengan sejuta pesonanya. Aina yang rapuh mencoba menerima Bian. Sampai akhirnya ia tahu siapa Bian yang sebenarnya. Aina menyesal karena Bian adalah penyebab hidupnya berada dalam kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restu Tak Kunjung Datang
Berita gembira diterima hari ini. Saat mamanya Aina dinyatakan sembuh dan boleh pulang, papa Aina akhirnya membuka matanya.
"Ada apa, sayang?" hanya Emir yang baru selesai mandi. "Papaku akhirnya membuka matanya, kak. Aku mau ke kantor dulu. Saat jam makan siang aku mau minta ijin pada ibu Sinta untuk mengunjungi papa di rumah sakit."
"Aku senang mendengarnya."
"Aku telepon kak Aira dulu ya?"
"Memangnya kakakmu di mana?"
"Kemarin kakak sudah kembali ke Yogyakarta. Mas Tio menolak gugatan perceraian kakakku. Kak Aira mau mengajukan permohonan kepada pimpinan tempat mas Tio kerja. Apapun yang terjadi, kakakku tak mau lagi kembali pada suaminya."
Emir hanya mengangguk. "Kita akan menghormati apapun yang menjadi keputusan kakakmu. Oh ya sayang, jika kamu mendapatkan ijin dari ibu Sinta, telepon aku ya? Nanti aku jemput kamu dan kita pergi bersama ke rumah sakit. Aku off hari ini."
"Baiklah, kak." Aina segera menyambar tas kerjanya.
"Eh sayang, kamu mau berangkat sekarang. Aku antar ya?"
Aina membalikan badannya. "Nggak usah, kak. Kakak kan baru pulang. Aku pergi naik angkot saja." Aina melangkah kembali. Namun baru dia langkah, ia berbalik dan mendekati Emir lagi. Ia mengecup pipi suaminya itu. "Sampai jumpa nanti."
Emir tersenyum sambil memegang pipinya.
************
Aina memegang tangan Emir saat lelaki itu menghentikan langkahnya di depan pintu kamar tempat papa Aina dirawat.
"Kenapa, kak?" tanya Aina.
"Aku takut papamu akan sock melihat aku." kata Aina.
Aina menggenggam tangan Emir, menautkan jari-jari mereka. "Kakak kan selalu bilang kalau kita adalah suami istri. Apakah sekarang kakak akan membiarkan aku sendiri?"
Emir tersenyum. "Baiklah sayang."
Aina pun masuk bersama Emir. Saat itu, Sahrul sedang duduk sambil bersandar di sandaran tempat tidur.
"Aina sayang." Diana tersenyum melihat siapa yang datang. Wajah Sahrul yang awalnya bahagia karena kedatangan putrinya, langsung berubah menjadi tegang saat melihat siapa yang bersama Aina. Sahrul bahkan langsung membuang pandangannya ke samping.
"Papa....!" Aina mendekat sedangkan Emir berdiri di dekat ibu Diana.
Sahrul menatap putrinya. Ia tak bicara, hanya menatap Aina dengan tatapan yang sulit dimengerti. Aina mengambil tangan papanya dan menciumnya. "Alhamdulillah, papa sudah sadar. Allah akhirnya mendengar doa-doa kita."
"Untuk apa kamu ke sini bersama dia?" tanya Sahrul dengan suara yang sengaja dikeraskan.
"Pa, kami ke sini karena senang mendengar kalau papa sudah sadar. Bagaimana pun Emir adalah suamiku. Selamat papa dan mama koma, dialah yang menemani Aina di rumah sakit. Bahkan ibunya juga turut menjaga di rumah sakit."
Sahrul menarik napas panjang. "Aina, papa selalu siap menerimamu kembali di rumah kami. Namun papa tak akan pernah menerima dia sebagai suami mu. Bagi papa, pernikahan kalian hanyalah aib yang memalukan keluarga ini."
"Papa....!" Aina tak menyangka kalau papanya akan berkata seperti itu.
Emir hanya tersenyum ketika Diana menatapnya.
"Aku bersyukur pada Allah karena papa sudah baikan. Kalau papa belum bisa menerima pernikahan kami, maka aku juga tak bisa berada di sini." Aina langsung pergi. Ia menarik tangan Emir. "Ayo kak."
"Permisi !" Emir menunduk hormat sebelum akhirnya mengikuti langkah Aina.
"Papa.....!" Diana mendekati suaminya. "Kenapa harus seperti ini?"
Sahrul memegang kepalanya yang tiba-tiba saja merasa sakit. "Keluargaku sejak dulu adalah keluarga yang terhormat. Kami sangat menjaga bobot, bebet dan bibit keluarga ini. Aku tidak akan pernah mengakui pernikahan mereka. Bahkan jika Aina tak kembali, aku akan menghapus dia dari daftar ahli waris keluarga ini."
"Pa.....!" Diana terlihat sedih. Namun dia tak mau menambah persoalan karena suaminya baru saja sembuh.
***********
"Sudah selesai menangis nya?" tanya Emir.
Aina mengangguk. "Kakak dari mana saja. Kenapa membiarkan aku sendirian di sini?" tanya Aina.
"Siapa yang berani mengusik milik Emir?" tanya Emir sambil tertawa. Ia kemudian memberikan sebuah kotak berisi es cream. "Aku membelinya di supermarket depan taman ini." lalu ia duduk di samping Aina.
"Untukku?" tanya Aina.
"Bukan. Ini untuk istriku."
"Kakak.....!" Aina jadi gemas. Ia mencubit lengan Emir. Perempuan itu kemudian membuka penutup kotak itu dan memakan es cream nya. "Enak. Manis."
"Tak semanis bibirmu." bisik Emir membuat Aina kembali mencubit lengan Emir.
"Aow ..., kali ini sakit, sayang." Emir meringis sambil mengusap lengannya.
"Biarin." kata Aina lalu meneruskan menikmati es cream nya.
Emir memperhatikan Aina. Merasa diperhatikan Aina menatap Emir. "Ada apa?"
"Nggak. Hanya mengagumi saja wajah cantikmu."
"Kakak apaan sih?" Aina merasakan wajahnya menjadi panas.
"Sejak kapan kamu menjadi malu dengan pujianku?" tanya Emir membuat Aina menjadi salah tingkah.
"Kakak, jangan menganggu aku yang sedang menikmati es cream ini." Aina pura-pura melotot.
"Ai, jangan biarkan papamu memisahkan kita ya? Aku takut kehilangan kamu."
Aina meletakan kotak es cream itu di sampingnya. Ia menatap Emir. "Kak, kita sudah sejauh ini melangkah, apakah kamu pikir aku akan mundur begitu saja? Kalau hanya soal harta, aku sudah belajar banyak hal selama hampir setahun ini tinggal bersamamu dan ibu. Harta tak selamanya akan membawakan kebahagiaan dalam hidup kita, kak."
Emir memeluk Aina. "Aku mencintaimu, Ai."
Aina menikmati pelukan Emir. Setelah itu ia melepaskan pelukannya perlahan. Aina menatap Emir. "Kak, dulu saat Fatar pergi aku berpikir bahwa aku tak akan pernah menemukan cinta dalam hidupku. Namun, saat bersama kakak, aku menemukan sebuah cinta lain yang sangat berbeda dengan cinta yang ku kenal dari Fatar. Aku juga merasa kalau aku telah jatuh cinta pada kakak."
"Sayang.....!" Emir memeluk Aina kembali. "Terima kasih sudah membalas cintaku."
Sepasang suami istri itu berciuman mesra diantara rindangnya pohon yang ada di taman itu.
Sepasang mata menatap sejoli yang nampak mesra itu. Tangannya memegang erat stir mobilnya sampai urat-urat di tangannya terlihat jelas. Ia memukul stir mobil itu berulang kali lalu segera pergi dengan mobilnya.
***********
"Bagaimana hasil penyelidikan kecelakaan orang tua ku, kak?" tanya Aina saat Arya menemuinya di kantor hari ini. Keduanya sedang duduk di bangku taman yang berhadapan dengan lobby.
"Semuanya menjadi kabur, Ai. Sopir yang menabrak orang tuamu bunuh diri dengan cara mengigit lidahnya. Dia sepertinya sedang dalam ancaman. Begitu juga dengan keluarganya. Namun aku akan mencoba mendekati keluarganya. Aku akan memberikan mereka perlindungan jika mereka bersedia membuka mulutnya."
Aina mengangguk. "Kak, maaf ya sudah merepotkan mu."
"Ini memang tugasku, Ai."
Arya menatap Aina. "Ai, kita jalan yuk. Besok kan malam minggu. Kamu nggak kerja. Kebetulan besok aku off."
Aina menarik napas panjang. Ia melirik sebentar ke arah pos satpam. Ia tahu kalau Emir sedang bertugas hari ini. Ia ingin jujur pada Arya. Namun Emir memintanya untuk tak mengatakan tentang pernikahan mereka.
"Kak Arya, aku belum siap jalan dengan laki-laki lain. Maaf."
Arya mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan menunggu sampai kamu siap."
"Jangan, kak. Bukalah hati kakak untuk orang lain." ujar Aina.
Arya tersenyum. "Aku akan menunggu!" ia kemudian berdiri. "Jam istirahat siang mu sudah selesai. Aku pergi dulu ya." Arya pamit. Ia segera masuk ke dalam mobilnya dan pergi. Aina menatap kepergian Arya. Sampai ia melihat Emir yang berdiri di depan pos satpam. Menatapnya dengan mata terluka. Aina tahu Emir pasti cemburu. Namun Aina tak merasa bersalah karena ia dan Arya tak melakukan apapun.
Saat ia memasuki lobby, nampak Terre yang akan pergi. Ia menatap Aina.
"Lain kali kalau pacaran jangan di tempat kerja." ujar Terre lalu segera masuk ke dalam mobilnya dan pergi.
Aina hanya menatapnya heran. Ia bingung dengan bosnya itu yang seakan tak suka dengannya.
"Biasalah, perawan tua. Jadi dia kesal melihat kamu yang menjadi idola di kantor ini." kata Elsa yang entah dari mana sudah berada di belakang Aina.
"Dia selalu memuji pekerjaanku. Namun kesal saat aku didekati cowok."
Elsa tersenyum. "Ai, polisi itu ganteng sih. Jangan-jangan ibu Terre suka dengan komandan Arya."
"Masa sih?" Aina terkejut mendengarnya. Ia langsung menuju ke arah tangga untuk naik ke lantai dua.
********"**
dr awal jg curiga sama emir..
knp tiba2 hadir di sa,at aina sedih & terluka krn di khianati cinta nya..
aina.... pas sangat sakit dan kecewa...
mami siapa tokoh dalam novel kali ini yg gak memakai topeng di wajahnya.....
mami sukses banget bikin pembaca penasaran.... Terima kasih upnya mami... happy holiday...