Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ambigu
Tubuh yang tersembunyi di balik prilaku gemulainya. Pemuda yang baru saja selesai berolahraga dan membersihkan diri. Mengenakan seragam sekolah.
Tidak terlihat raut wajah gemulai sama sekali saat ini. Matanya melirik ke arah gambar seorang wanita yang diambilnya diam-diam."Begitu cantik..." gumamnya menghela napas.
Rambut yang setengah kering, senyuman begitu dingin. Benar-benar terlihat sempurna, tapi tetap saja, dirinya harus melakukan ini.
Rambut yang dikeringkan olehnya. Ditata rapi, ditambah dengan jepit kesayangannya berwarna kuning tahi.
"Dengan begini sudah cukup meyakinkan." Gumamnya melihat penampilannya di cermin.
Ingin rasanya mengutuk dirinya saat ini, yang tengah membawa cermin kecil. Tapi tetap saja, harus...
Melangkah menuruni tangga, dirinya melirik ke arah keluarga pamannya yang memang menimpang hidup. Tidak menyapa sama sekali, tetap melangkah gemulai bagaikan peri kecil.
Seperti biasanya juga, memasuki mobil pinknya tanpa menikmati sarapannya. Segalanya masih terlintas di benaknya, betapa ingin untuk memeluk 'dia'. Tapi bukankah bersabar lebih baik?
Kala memarkirkan kerandanya, matanya menelisik mengamati dua orang sahabatnya yang tengah...? Mengutak-atik handphone.
"Ekm!" Sedikit terbatuk, berusaha merubah nada suaranya. Dirinya harus bisa. Turun dari mobil, mulailah segalanya.
"Jessi, Risa..." Sapaannya lembut."Cheisia belum sampai?"
"Belum, dia sibuk dengan ibu mertuanya sekarang. Tapi masih tetap ingat mencari followers kalangan atas untuk promosi produk branded. Penjualannya lumayan." Ucap Risa, mengingat Cheisia sudah bagaikan selebriti sekolah, pengikut media sosialnya walaupun tidak banyak tapi hampir seisi sekolah.
"Aku sudah memberi saran, lebih baik putus saja. Willem Alexander Niel Andreas, dia tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana jika suatu hari nanti Cheisia ditinggalkan." Kembali pemuda itu memasang aksi, merapikan rambutnya, menggunakan cermin kecil yang memiliki pegangan.
"Kamu jangan terlalu posesif padanya." Risa menggeleng heran.
"Tidak posesif, hanya saja aku berkata sesuai kenyataannya. Kita harus berfikiran kedepan..." Tantra tersenyum meletakkan cermin pusakanya kembali ke dalam tasnya.
"Mereka datang! Mereka datang!" Ucap Jessi terdengar heboh.
Motor sport berwarna merah, pada akhirnya sampai di tempat parkiran. Hampir bersamaan dengan mobil berwarna hijau tua yang menyusulnya.
Seorang pemuda rupawan yang memberikan kesan menyegarkan serta dewasa turun dari mobil."Cheisia kita harus bicara," ucap Hazel memegang tangan Cheisia.
"Tidak, sudah aku bilang kita tidak memiliki kecocokan." Cheisia melepaskan helmnya, kemudian kembali menempel pada Neil.
"Bagaimana tidak cocok, aku masih hidup sampai sekarang karenamu. Kamu begitu mencintaiku, hingga mendonorkan hati untukku! Cheisia...aku mohon, aku akan menjadi apapun yang kamu inginkan." Pinta pemuda itu putus asa.
"Me... mendonorkan hati untuknya?" Neil mengernyitkan keningnya. Begitu kesal rasanya, hati mereka bahkan menyatu?
"Kakanda jangan marah ya? Cuma sedikit hati. Selebihnya untuk kakanda. Bahkan ciuman pertamaku untuk Kakanda." Kalimat rayuan yang diucapkan Cheisia.
"Neil, aku tidak mengenalmu. Tapi satu hal yang aku tau, Cheisia belum cukup dewasa. Rasa sukanya padamu tidak lebih dari rasa penasaran remaja pada umumnya. Aku harap kamu mengerti." Hazel menghela napas menunggu reaksi pemuda ini.
"Neil..." Cheisia memelas.
"Ambil saja!" Neil mendorong Cheisia hingga digapai oleh Hazel."Kalian cocok." Lanjutnya terdengar dingin.
"Neil?" Cheisia menatap ke arah remaja itu. Dimana suaminya yang posesif? Obsessive dan begitu lembut.
Kala itu Cheisia hampir menangis. Tapi bukankah dirinya tidak boleh menyerah? Neil satu-satunya orang yang memiliki cinta paling tulus padanya.
Melangkah pergi, Neil benar-benar melangkah. Tapi sekitar 10 langkah dirinya berhenti.
"Cheisia Muller, tunjukkan ketulusanmu." Pemuda yang menunjukkan senyuman menyejukkan bagaikan malaikat.
Dengan cepat Cheisia melepaskan diri dari Hazel, kemudian berlari melekat lengket pada Neil.
"Kami akan menikah segera setelah berusia 19 tahun. Gaun, tuxedo, bahkan tempat resepsi sudah disiapkan. Kalangan rendah sepertimu, ingin menentangku!?" Tanya Willem Alexander Niel Andreas.
"Tentu, karena aku tau kamu hanya mempermainkan Cheisia." Hazel menghela napas mengepalkan tangannya.
Neil tertawa, tawa yang benar-benar terdengar sumbang. Dirinya menarik tengkuk Cheisia, mencium bibirnya di hadapan banyak orang.
"Bermain-main... entahlah...tapi bibirnya begitu enak." Neil tersenyum, merangkul pinggang Cheisia. Dua orang yang memasuki area sekolah.
Seketika itu juga Hazel terdiam. Tidak tau harus bagaimana lagi. Bahkan Cheisia tidak menengok sedikitpun padanya.
"Cheisia! Aku mencintaimu! Sudah lama aku mencintaimu! Tapi karena kanker yang aku derita, aku tidak berani mengatakannya. Aku takut kamu akan sedih jika aku pergi (mati) nanti. Karena itu...aku menahan semuanya. Sa... saat harapan hidup ada, a...aku fikir Bianca yang memberikannya. Ternyata kamu yang memberikan aku kesempatan untuk hidup. Maaf... A...aku masih mencintaimu." Kalimat yang diucapkan Hazel, air matanya mengalir.
Apa ini yang didasarkan Cheisia ketika dirinya selalu berpihak pada Bianca? Mungkin perlahan segalanya akan kembali. Jikapun tidak kembali tidaklah mengapa, jikapun pemilik ciuman pertama adalah Neil, tidaklah mm mengapa. Jika pun dirinya harus menunggu... tidaklah mengapa.
Sedangkan Cheisia hanya terdiam dalam rangkulan Neil. Tidak mengucapkan satu patah kata apapun.
"Kamu masih memikirkannya?" Tanya Neil padanya.
"Aku hanya mencintaimu." Jawaban Cheisia penuh senyuman palsu, membuat Neil mengerti satu hal. Ada hubungan rumit yang tidak dengan mudah diputuskan, seperti memutuskan benang jahit.
"Sudahlah! Jangan dianggap serius! Hubungan diantara kita, bukanlah cinta. Lagipula aku tidak mencintaimu." Neil melepaskan rangkulannya, melangkah meninggalkan Cheisia.
Wanita yang tertegun diam. Kalimat terakhir dari suaminya sebelum waktu terulang diingat olehnya. Benar-benar diingat."Carilah orang yang dapat membuatmu bahagia. Itulah permintaan terakhirku..."
"Neil... bagaimana cara meyakinkanmu, jika hanya kamu yang membuatku bahagia?" Gumam Cheisia, air matanya mengalir. Bukan untuk Hazel, tapi untuk Neil memendam semua rasa sesalnya.
Menghela napas kasar, pada akhirnya wanita itu melangkah, duduk seorang diri di tangga darurat yang begitu sepi.
Dirinya masih tidak dapat menghentikan tangisannya. Hal-hal yang terjadi sebelum waktu terulang. Ada alasan mengapa dirinya tidak dapat kembali mencintai Hazel. Begitu banyak hal yang menyakitkan sebelum waktu terulang. Hanya Neil yang mengulurkan tangan untuknya.
Menatap ke arah jendela kecil ventilasi tangga darurat. Mengapa Hazel kembali mengingatkan pada masa lalu yang kelam?
*
Di tempat lain, Neil tengah berbaring di ruang kesenian, sebelum bel pertama berbunyi. Tidak dapat tidur sama sekali. Entah kenapa semuanya terbayang, termasuk senyuman palsu Cheisia."Dia masih mencintainya..." Neil menghela napas, menjambak rambutnya sendiri bingung harus bagaimana.
Hingga seseorang memasuki ruangan membawa ice cream corn."Kamu tidak tidur?" Tanya Akira pada sahabatnya.
"Tidak." Neil kembali berbaring."Aku ingin bertanya, jika seorang wanita masih memikirkan mantannya. Bahkan menahan sedih saat didepan pacarnya karena mengenang masa lalu bersama mantannya. Itu artinya apa?"
"Itu artinya kalian harus putus. Begini, sudah ditakdirkan orang gila sepertimu tidak akan pernah jatuh cinta. Karena itu, ketika lulus nanti, jadilah kaisar tirani kerajaan bisnis, mempunyai banyak selir. Jangan terpaku dan memiliki satu wanita." Ucap Akira dengan imajinasi tingkat tingginya.
"Selir apa!?" Bentak Neil memukul kepala temannya. Dirinya bahkan hanya pernah berciuman dengan satu wanita. Dan itu memalukan... sekaligus menyenangkan...
"Aku hanya sekedar bertanya. Lagipula aku tidak punya pacar."
"Lalu hubunganmu dengan stalker (Cheisia)?"
"Kami hanya hubungan simbiosis mutualisme. Aku memerlukannya untuk kesembuhan ibuku. Dan dia memerlukanku, untuk---"
"Untuk tidur denganmu, kemudian membuat anak."
Satu pukulan mendarat lagi di kepala Akira.
Tapi apa embun akan menghilang saat sinar matahari tiba? Mungkin embun akan kembali berkorban dan menghilang lenyap untuk bunga yang dicintainya.
Lagian pikiran orang sukses kebanyakan ga sempet ngurusin hidup orang lain mending dia ngembangin bisnis, ngumpul cari koneksi ngomongin hal penghasil cuan drpd cuma ngurusin hidup sm masalah orang, target pasar mu salah mbak bi 😅
kakanda katanya🤣🤣🤣🤣
kopi sudah otewe ya 👍💕😍