"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Hari Pertama Sekolah.
Esok paginya, Karuna terbangun. Setelah semalaman berpikir keras, ia akhirnya memutuskan untuk menyekolahkan Ethan di sekolah yang diinginkannya, meskipun hati kecilnya masih diliputi keraguan soal biaya sekolah tersebut. Namun, melihat senyum Ethan yang begitu lebar ketika ia memberi tahu keputusan itu semalam, Karuna merasa setidaknya ia telah membuat anaknya terlihat sangat bahagia.
Ethan, yang biasanya sulit dibangunkan, pagi itu sudah lebih dulu berdiri di samping tempat tidur Karuna. “Ma, aku nggak sabar banget loh! Hari ini aku jadi sekolahnya, kan?” katanya dengan mata berbinar-binar Dan tersenyum lebar.
Karuna tersenyum sambil mengacak rambut anaknya. “Iya, Nak. Tapi kamu cepat mandi dulu, ya? Kalau nggak, nanti kita telat.”
Ethan langsung lari ke kamar mandi dengan semangat. Karuna, yang masih duduk di tepi tempat tidur, menghela napas panjang. Ia tahu ini adalah langkah besar, bukan hanya untuk Ethan, tapi juga untuk dirinya. “Semoga aja semuanya berjalan lancar,” gumamnya pelan sebelum mulai bersiap-siap.
Tak lama setelah sarapan, suara klakson mobil terdengar dari luar. Karuna melongok keluar jendela dan melihat Dirga melambaikan tangan dari dalam mobil. Ia tersenyum kecil, lalu segera menggandeng Ethan keluar.
“Pagi, Dir,” sapa Karuna sambil membuka pintu mobil.
“Pagi, Siap Ethan? Hari pertama sekolah, nih. Pasti seru banget nanti,” jawab Dirga, mencoba menyemangati Ethan.
Ethan langsung mengangguk. “Siap banget dong Om! Aku mau ketemu teman-teman baru!”
Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa hangat. Ethan terus bercerita tentang apa yang ingin ia lakukan di sekolah nanti, sementara Dirga sesekali menimpali dengan candaan. Karuna, meskipun lebih banyak diam, merasa sedikit lega. Kehadiran Dirga memberinya kekuatan, meskipun ia belum tahu bagaimana membalas kebaikan pria itu.
Ketika mereka tiba di sekolah, Ethan langsung melompat keluar dari mobil, tidak sabar untuk melihat lagi tempat yang membuatnya begitu antusias. “Cepat, Ma! Aku mau lihat kelasnya!” serunya sambil menarik tangan Karuna.
Karuna tertawa kecil, mencoba mengikuti langkah cepat anaknya. Di belakang mereka, Dirga berjalan santai sambil membawa tas kecil Ethan. Ketiganya masuk ke dalam gedung, disambut oleh seorang guru yang tersenyum ramah.
“Selamat pagi, Ethan. Selamat datang di hari pertama sekolah!” kata guru itu dengan suara lembut.
Ethan tersenyum lebar, tampak begitu senang. Karuna yang melihat itu merasa sedikit lebih tenang. Setidaknya, Ethan terlihat nyaman di sini. Guru itu kemudian mengantar Ethan ke kelasnya, sementara Karuna dan Dirga berdiri di depan pintu, melihat Ethan bergabung dengan anak-anak lain.
“Ethan kelihatan senang banget, ya,” kata Dirga pelan sambil melirik Karuna.
Karuna mengangguk, matanya masih tertuju pada Ethan. “Iya. Aku cuma berharap dia bisa cepat beradaptasi. Ini pertama kalinya dia masuk sekolah.”
“Dia anak yang pintar. Aku yakin dia bakal baik-baik aja, Karuna. Jadi kamu gak perlu khawatir.” sahut Dirga, mencoba menenangkan.
Beberapa saat kemudian, Ethan melambaikan tangan dari dalam kelas, memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja. Karuna balas melambai, lalu perlahan berjalan keluar bersama Dirga. Di luar, Karuna menarik napas panjang. Hatinya sedikit lebih ringan, tapi kekhawatiran soal biaya sekolah masih mengintai pikirannya.
“Karuna,” kata Dirga tiba-tiba, memecah keheningan. “Kamu nggak perlu terlalu khawatir soal Ethan. Kalau ada apa-apa, aku di sini buat bantu kamu.”
Karuna menoleh, menatap Dirga dengan tatapan penuh rasa terima kasih. “Dirga, aku nggak tahu gimana aku bisa balas semua ini. Tapi kamu udah terlalu banyak banget bantu aku, Dir.”
Dirga tersenyum tipis. “Kamu nggak perlu mikirin itu. Aku cuma pengen kamu dan Ethan bahagia. Itu aja kok.”
Karuna terdiam, hatinya bergejolak. Ia tahu Dirga tulus, tapi ia juga tahu bahwa ia tidak bisa terus-menerus bergantung pada orang lain. Namun, untuk saat ini, ia hanya bisa mengucapkan, “Terima kasih, Dir. Beneran, aku nggak tahu gimana jadinya kalau kamu nggak ada.”
Hari itu, setelah mengantar Ethan, Dirga mengajak Karuna untuk duduk sebentar di sebuah kafe kecil dekat sekolah. Mereka memesan kopi dan berbicara tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga masa depan Ethan. Percakapan mereka terasa ringan, tapi sesekali Karuna merasa ada ketegangan kecil di antara mereka, terutama ketika Dirga menyinggung soal perasaannya.
“Aku nggak mau bikin kamu merasa tertekan, Karuna,” kata Dirga pelan, menatap lurus ke matanya. “Aku cuma pengen kamu tahu, kalau aku selalu di sini bukan cuma buat bantu, tapi karena aku juga peduli sama kamu.”
Karuna merasa tenggorokannya tercekat. Ia tahu Dirga tulus, tapi hatinya masih belum siap untuk menerima apapun selain fokus pada Ethan. “Dirga, aku... aku benar-benar menghargai semuanya. Tapi aku masih butuh waktu. Aku masih belajar untuk berdiri sendiri.”
Dirga mengangguk pelan, meskipun ada sedikit kekecewaan di matanya. “Aku ngerti, Karuna. Aku nggak akan buru-buru. Aku cuma mau kamu tahu, aku nggak akan kemana-mana.”
Percakapan itu terhenti sejenak, digantikan oleh keheningan yang aneh nya malah terasa nyaman. Karuna menyesap kopinya, merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu perjalanan ini masih panjang, tapi setidaknya ia tidak sendiri.
Beberapa jam kemudian, mereka kembali ke sekolah untuk menjemput Ethan. Bocah itu keluar dari kelas dengan wajah penuh senyum, membawa cerita-cerita seru tentang teman-teman barunya dan hal-hal yang ia pelajari hari itu. Melihat kebahagiaan Ethan, Karuna merasa keputusannya tidak terasa sia-sia.
Di perjalanan pulang, Ethan bercerita tanpa henti, membuat suasana di mobil terasa hidup dan ceria. Karuna sesekali tertawa, sementara Dirga hanya tersenyum sambil fokus menyetir. Hari itu mungkin sederhana, tapi bagi Karuna, itu adalah langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan Ethan.
__
Setelah hari berganti. Esok paginya, setelah mengantar Ethan ke sekolah, Dirga melirik Karuna yang duduk di kursi sebelahnya di mobil. Ia bisa melihat sedikit kelelahan di wajahnya, tapi ada juga senyum kecil yang seolah memberi tanda kalau Karuna mulai bisa menikmati rutinitas baru ini.
“Karuna, hari ini kamu nggak ada urusan apa-apa lagi kan?” tanya Dirga sambil mengarahkan mobil keluar dari area sekolah.
“Nggak, sih. Paling cuma mau pulang, beberes rumah sedikit,” jawab Karuna sambil melipat tangan di pangkuannya.
Dirga meliriknya sambil tersenyum kecil. “Kita singgah sebentar, ya? Nggak lama kok. Ada tempat yang mau aku tunjukin kekamu.”
Karuna menatap Dirga dengan sedikit bingung. “Singgah ke mana, Dir?”
“Nanti kamu lihat sendiri. Intinya... sekarang rahasia,” jawab Dirga sambil nyengir.
Karuna hanya menghela napas, menyerah pada rasa penasaran. “Ya udah deh, tapi janji? jangan lama-lama, ya.”