Ariella, seorang wanita muda yang dipilih untuk menjadi pemimpin organisasi pembunuh terkemuka setelah kematian sang mentor. Kejadian tersebut memaksanya untuk mengambil alih tahta yang penuh darah dan kekuasaan.
Sebagai seorang wanita di dunia yang dipenuhi pria-pria berbahaya, Ariella harus berjuang mempertahankan kekuasaannya sambil menghadapi persaingan internal, pengkhianatan, dan ancaman dari musuh luar yang berusaha merebut takhta darinya. Dikenal sebagai "Queen of Assassins," ia memiliki reputasi sebagai sosok yang tak terkalahkan, namun dalam dirinya tersembunyi keraguan tentang apakah ia masih bisa mempertahankan kemanusiaannya di tengah dunia yang penuh manipulasi dan kekerasan.
Dalam perjalanannya, Ariella dipaksa untuk membuat pilihan sulit—antara kekuasaan yang sudah dipegangnya dan kesempatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik, jauh dari bayang-bayang dunia pembunuh bayaran. Di saat yang sama, sebuah konspirasi besar mulai terungkap, yang mengancam tidak hanya ker
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Serangan di Markas Bayangan
Malam itu, tim Ariella bergerak menuju koordinat yang diberikan Ezra. Mereka menaiki kendaraan lapis baja yang diperoleh dari salah satu kontak Rael. Suasana di dalam kendaraan terasa tegang, hanya terdengar bunyi mesin dan gemerisik perlengkapan senjata.
“Laboratorium ini dijaga ketat,” Ezra memperingatkan. “Akasha tidak akan membiarkan siapa pun mendekat, apalagi menyentuh proyek biologisnya. Mereka memiliki pengamanan elektronik dan fisik yang terbaik.”
“Kau sudah tahu ini adalah misi bunuh diri, kan?” tanya Alex dengan nada sinis, tetapi matanya serius.
“Kita sudah melewati banyak hal yang lebih buruk,” jawab Ariella tegas. “Dan kita tidak akan berhenti sekarang.”
Perjalanan ke Sarang Musuh
Perjalanan menuju lokasi laboratorium memakan waktu beberapa jam. Gudang rahasia itu terletak di tengah hutan lebat yang dijaga ketat oleh puluhan tentara bayaran. Rael, yang duduk di kursi depan, memantau peta dan sistem keamanan dari tablet yang terhubung ke jaringan satelit.
“Kamera pengawas, drone patroli, sensor gerak… tempat ini seperti benteng,” gumam Rael sambil mengetik cepat. “Aku bisa menonaktifkan sebagian sistem mereka, tapi hanya untuk beberapa menit. Setelah itu, kita harus bergerak cepat.”
Liana, meskipun masih lemah setelah cedera sebelumnya, mempersiapkan senjatanya. “Jika kita gagal, dunia akan menghadapi sesuatu yang lebih buruk dari Akasha.”
Ariella mengangguk, menguatkan tekad timnya. “Kita tidak akan gagal.”
Penyusupan yang Mencekam
Tim tiba di pinggiran hutan, sekitar dua kilometer dari lokasi laboratorium. Mereka meninggalkan kendaraan dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, menghindari kamera dan drone patroli.
“Jalur ini aman,” bisik Ezra, memimpin mereka melalui celah-celah antara pohon-pohon besar.
Rael terus memantau aktivitas musuh melalui tablet. “Ada satu tim patroli mendekat. Lima orang. Jika kita ingin tetap tidak terdeteksi, kita harus menyingkirkan mereka tanpa suara.”
Ariella memberikan isyarat kepada Alex dan Ezra. Keduanya bergerak cepat, menggunakan pisau dan senjata dengan peredam untuk menghabisi patroli musuh. Dalam waktu singkat, lima tubuh tergeletak tanpa suara di lantai hutan.
“Bagus,” kata Ariella. “Sekarang kita masuk.”
Pertempuran di Dalam Laboratorium
Setelah berhasil mencapai laboratorium, Rael menggunakan perangkat hacking untuk membuka pintu utama. Mereka memasuki ruangan yang dipenuhi peralatan canggih, tabung-tabung kaca besar yang berisi cairan berwarna hijau, dan layar monitor yang menampilkan data rumit.
“Inilah tempatnya,” gumam Ezra. “Proyek biologis Akasha ada di sini.”
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, alarm berbunyi. Rael mengutuk pelan. “Mereka tahu kita di sini!”
Pasukan Akasha segera menyerbu masuk, dan pertempuran sengit pun terjadi. Ariella memimpin timnya melawan para penjaga dengan strategi yang tajam. Suara tembakan memenuhi udara, bercampur dengan jeritan musuh yang jatuh satu per satu.
Ezra menunjukkan keahliannya dalam pertarungan jarak dekat, sementara Alex menutupi mereka dengan tembakan jarak jauh. Liana, meskipun terluka, tetap memberikan perlawanan dengan granat dan peluru yang menghantam musuh tanpa ampun.
Ariella berhasil mencapai pusat kontrol laboratorium, di mana dia menemukan komputer utama yang menyimpan semua data tentang senjata biologis tersebut.
“Rael, aku butuh akses penuh!” teriak Ariella sambil menahan dua penjaga yang mencoba mendekatinya.
Rael, dengan keringat bercucuran, berhasil meretas sistem. “Kau punya lima menit sebelum semua data ini dihapus otomatis!”
Konfrontasi dengan Akasha
Namun, sebelum mereka bisa menyelesaikan misi, pintu besar di belakang mereka terbuka, memperlihatkan sosok yang sudah lama mereka hindari. Akasha berdiri dengan angkuh, mengenakan pakaian tempur hitam yang pas dengan tubuhnya, senjata besar tergantung di pinggangnya.
“Kalian benar-benar berani datang ke sini,” katanya dengan senyum dingin. “Sayang sekali keberanian itu hanya akan membawa kalian ke kematian.”
Ariella langsung mengangkat senjatanya, namun Akasha lebih cepat. Dia menembakkan granat kecil yang meledak di tengah ruangan, memisahkan Ariella dari timnya.
“Ini antara aku dan kau sekarang,” kata Akasha, menarik pedang dari punggungnya.
Ariella tahu bahwa ini adalah momen yang tak terhindarkan. Dia meletakkan senjatanya dan menghunus belati yang selalu dia bawa.
“Sudah lama aku menunggu ini,” balas Ariella dengan nada penuh kebencian.
Pertarungan antara Ariella dan Akasha berlangsung brutal. Pedang Akasha bergerak dengan kecepatan dan presisi yang mematikan, sementara Ariella menggunakan kelincahannya untuk menghindar dan menyerang balik. Kedua wanita itu bertarung tanpa ampun, menghancurkan peralatan laboratorium di sekitar mereka.
Di tengah pertempuran, Akasha berhasil melukai Ariella di lengan, tetapi Ariella tidak menyerah. Dengan gerakan cepat, dia menusukkan belatinya ke sisi tubuh Akasha, membuat musuhnya mundur dengan kesakitan.
Namun, sebelum Ariella bisa memberikan pukulan terakhir, Akasha menekan tombol di pergelangan tangannya. Ledakan besar mengguncang ruangan, memisahkan mereka sepenuhnya.
Pengejaran yang Belum Selesai
Ketika asap mulai mereda, Ariella menyadari bahwa Akasha telah melarikan diri melalui pintu belakang.
“Kita harus pergi sekarang!” teriak Rael, menarik Ariella dari reruntuhan.
Tim berhasil melarikan diri dengan membawa data yang mereka curi, tetapi mereka tahu bahwa perang ini jauh dari selesai. Akasha mungkin telah mundur, tetapi dia tidak akan berhenti sampai dia menghancurkan mereka semua.
Tekad Baru
Di tempat persembunyian baru, Ariella merenung sambil melihat data dari laboratorium Akasha.
“Dia lebih berbahaya daripada yang kita duga,” katanya kepada timnya. “Tapi kita tahu kelemahannya sekarang. Dan aku bersumpah, dia tidak akan lolos lagi.”
Semua anggota tim mengangguk, meskipun kelelahan terlihat jelas di wajah mereka. Mereka tahu bahwa pertarungan melawan Akasha akan menjadi misi paling berbahaya dalam hidup mereka.
Namun, untuk Ariella, ini lebih dari sekadar misi. Ini adalah perjuangan untuk membuktikan bahwa bahkan bayangan paling gelap pun bisa dikalahkan.