Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 34
Namun, raut sedih itu tidaklah bertahan lama. Karena detik berikutnya, pria tua itu sudah mengubah ekspresi wajahnya. Dia tersenyum lebar sambil terus melihat sepasang cincin yang terselip di dalam kotak cincin antik yang terlihat masih sangat indah.
"Takdir hidup memang tidak ada yang tahu, Nak. Tapi jalan hidup, kita bisa merencanakan meski rencana itu terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Yang jelas, lakukanlah yang terbaik agar hidup bisa berjalan dengan diiringi oleh kebahagiaan."
"Nah. Saat kamu menikah dengan Angga kelak, kakek ingin cincin ini menjadi cincin kawin kalian. Biar kalian bisa bersama hingga diusia tua seperti kakek. Sayangnya, nenek yang malah pergi duluan."
"Ah! Tidak. Kakek merasa tidak nyaman jika mengingat sebuah perpisahan, Nak. Namun, hati kakek yakin kalau cincin ini ingin bertuan dengan kamu. Semoga harapan kakek bisa jadi kenyataan, Azzura."
Begitulah ucapan kakek panjang lebar pada hari itu. Wajah tua yang bahagia saat menatap cincin tersebut. Mungkin saat itu, kakek bahagia karena memikirkan pasangannya saat memakai cincin kawin itu. Kebahagiaan kakek saat itu masih bisa Zura rasakan. Perlahan, buliran bening jatuh melintasi pipi Zura tanpa bisa ia cegah.
"Kakek."
"Cincin ini sangat berarti buat kakek. Aku ... aku merasa tidak berhak untuk memiliki cincin ini. Karena saat kakek melihat cincin ini, dia sangat berbahagia. Aku juga dapat merasakan sebuah harapan yang terasa sangat kuat dalam hati kakek."
"Maafkan aku, Kek. Janjiku padamu untuk menjaga cucumu tidak bisa aku tepati. Karena cucumu sendiri yang menginginkan aku pergi dari dekatnya."
"Dan sekarang, aku dan cucumu tidak mungkin lagi ada kesempatan. Sekalipun ada, aku tidak akan pernah menerimanya. Aku harap kakek mengerti akan apa yang telah terjadi. Juga, aku berharap kakek memahami keegoisan ku ini. Hatiku terlalu sakit, kek."
Namun bagaimanapun, Zura tetap tidak membuang cincin tersebut. Dia menyimpan benda yang sangat berharga buat pria tua yang sangat mengharapkan dirinya untuk jadi bagian keluarga Hardian yang ternama.
"Maafkan aku, kakek. Aku pasti akan mengembalikan cincin ini nanti."
Zura memasukkan cincin tersebut ke dalam tas kecilnya. Ketukan di pintu langsung mengalihkan perhatian Zura akan apa yang sedang ia lakukan barusan.
"Ya. Siapa?"
"Nona Zura, ada yang ingin bertemu. Apakah yang harus saya lakukan?"
"Biarkan saja dia masuk. Saya siap bertemu dengan orang itu sekarang."
"Baiklah."
Pintu ruangan terbuka. Dari balik daun pintu tersebut, Iyan Andika muncul dengan tampang yang cukup ia paksakan untuk menjadi tampan. Plus, senyum lebar ia ukir di bibirnya.
"Halo, nona Yura. Akhirnya, kita bertatap muka juga."
"Silahkan duduk, tuan muda Andika."
"Tunggu sebentar! Saya harus memanggil asisten saya terlebih dahulu agar kita bisa membahas soal pekerjaan sekarang."
"Ah! Tidak perlu buru-buru, nona Yura. Saya akan datang besok pagi untuk membahas soal kerjaan. Saya datang sekarang hanya untuk menyapa dan ngobrol ringan saja dengan nona Yura."
"Oh, baiklah kalau begitu. Tapi jika untuk masalah diluar pekerjaan, waktuku agak terbatas. Maaf, bukan aku bermaksud sombong dengan berkata begitu. Hanya saja, maklumi lah, ada banyak pekerjaan yang menyibukkan diriku sekarang."
Iyan kembali tersenyum lebar. Sungguh, tutur lembut dari Zura langsung menyihir pemuda itu sekarang. Pemuda yang lebih tua dua tahun dari Zura itu langsung merasa tersihir dan bahkan jatuh hati dengan cepat pada wanita cantik dengan tutur kata yang sangat lembut ini hanya dengan satu kali bertatap muka.
"Nona. Kamu sungguh luar biasa. Aku tidak akan pernah berpikir kalau kamu itu sombong hanya dengan berkata begitu. Karena memang, aku tahu anda sibuk."
Kemudian, obrolan ringan kurang lebih sepuluh menit berlangsung, akhirnya Iyan sadar diri untuk meninggalkan Zura meski hatinya terasa agak berat. Dia paksakan diri untuk pergi karena memang, Zura sedang di tunggu oleh pengusaha yang lainnya untuk membahas tawaran kerja sama.
....
"Tuan muda baik-baik saja?"
"Seperti yang kamu lihat. Aku cukup baik sekarang."
"Adya."
"Ya, tuan muda."
"Selidiki pengeluaran uang dari kartu yang aku berikan pada Zira tiga tahun yang lalu. Hatiku merasa kurang yakin sekarang kalau uang itu dia yang memakainya. Karena menurut keterangan, Zura ke luar negeri tiga tahun yang lalu, bukan?"
"Benar, tuan muda. Nona Zura pergi tiga tahun yang lalu dari kota S. Menurut keterangan dari asistennya, dia pergi atas bantuan Hani, tuan muda."
Angga langsung menoleh ke arah Adya yang saat ini sedang duduk di depannya.
"Asisten Zura? Kamu ... bisa bicara dengan asisten Zura, Adya?"
Adya langsung mengangguk pelan.
"Iy-- iya, tuan muda. Saya bisa bicara dengan asistennya nona Zura."
"Kalau begitu, cari cara agar aku bisa bertemu dengan Zura dalam dalam waktu dekat, Adya. Aku ingin bertemu Zura secepatnya."
"Anu ... itu masih membutuhkan waktu, tuan muda. Tapi yakinlah, saya pasti akan mengusahakannya."
"Oh iya, tuan muda. Kapan kita akan kembali ke kota kita?"
"Mungkin setelah aku bertemu dengan Zura baru kita bisa kembali ke tempat kita, Adya."
"Hah! Ba-- bagaimana bisa begitu, tuan muda? Cindy sudah menghubungi saya berulang kali untuk mengabari ada begitu banyak pekerjaan di kantor. Dan, terlalu banyak dokumen yang membutuhkan tanda tangan tuan muda sekarang."
"Begini saja, tuan muda. Bagaimana jika kita kembali dulu. Setelah urusan kantor selesai, kita kembali lagi ke sini?"
"Kamu ... kenapa jadi sangat suka ngatur aku sekarang, Adya? Jadi berasa akulah anak buahnya dan kamulah bosnya sekarang."
Adya sontak langsung nyengir kuda.
"He ... itu ... maafkan saya, tuan muda. Tidak bermaksud begitu kok."
"Kerjakan tugasmu dengan baik. Kamu bisa kembali dulu nanti siang. Jangan pikirkan aku karena aku akan mengejar wanitaku di sini."
"Oh iya, bagaimana dengan Tania sekarang? Apa sudah ada kabar kapan dia akan di sidang?"
"Kasus penipuan itu tidak akan terlalu memberatkan nona Tania, tuan muda. Jika ia punya jaminan yang kuat, maka hukumannya akan jadi sangat ringan."
"Sial! Bagaimana bisa jadi seperti itu?" Kesal Angga sekarang sambil menggenggam erat tangannya.
Niatnya, dia ingin mengurung Tania seumur hidup dalam penjara karena telah membuatnya salah dalam menilai Zura. Sayang, hukum tetaplah hukum. Pihak penegak hukum tidak akan menghukum orang jika tidak sesuai dengan kejahatan yang ia perbuat.
"Tuduhan kita masih terlalu ringan, tuan muda. Hanya karena nona Tania berdusta saja. Tidak ada tindakan kriminal di dalam sana. Sayang sekali."
Angga langsung melepas napas berat.
"Sungguh sebuah anugerah untuk Tania ternyata. Namun, sangat disayangkan. Tapi, aku tidak akan membiarkan Tania berbahagia setelah apa yang ia perbuat. Akan aku pastikan Tania menerima hasil dari perbuatannya itu."