Follow ig 👉 @sifa.syafii
Fb 👉 Sifa Syafii
Seorang gadis berusia 18 tahun bernama Intan, dipaksa Bapaknya menikah dengan Ricko, laki-laki berusia 28 tahun, anak sahabatnya.
Awalnya Intan menolak karena ia masih sekolah dan belum tahu siapa calon suaminya, tapi ia tidak bisa menolak keinginan Bapaknya yang tidak bisa dibantah.
Begitu juga dengan Ricko. Awalnya ia menolak pernikahan itu karena ia sudah memiliki kekasih, dan ia juga tidak tahu siapa calon istrinya. Namun, ia tidak bisa menolak permintaan Papanya yang sudah sakit sangat parah.
Hinggga akhirnya Ricko dan Intan pun menikah. Penasaran dengan kisah mereka? Yuk langsung simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Setelah masuk ke dalam kamar, Intan menutup pintu tanpa menguncinya untuk berjaga-jaga kalau seandainya terjadi sesuatu, ia bisa melarikan diri dengan cepat. Intan duduk di sofa lalu membuka buku dan membacanya.
Sudah satu jam berlalu. Intan merasa bosan dan mengantuk. Buku yang ia baca sebenarnya sudah sering ia baca dan ia sudah hafal hampir seluruh isinya.
‘Kenapa Mas Ricko belum tidur juga sih?’ batin Intan. Ia mengintip Ricko dari balik bukunya dan Ricko tahu itu.
Ricko sudah tahu kalau Intan hanya berusaha menghindarinya mulai dari pintu kamar Intan yang dikunci. Akhirnya Ricko pun berinisiatif mengajak Intan tidur di kamarnya yang berada di lantai atas. Karena sudah malam dan lelah, Ricko meletakkan ponselnya di atas nakas lalu menghampiri Intan.
"Sampai kapan kamu mau membaca buku terus?" celetuk Ricko seraya mengambil buku Intan lalu menutupnya dan meletakkannya di sofa.
"Eh, besok aku ujian. Aku harus belajar, Mas," ucap Intan menolak bukunya diambil Ricko.
"Ayo tidur!" ajak Ricko seraya menarik tangan Intan menuju tempat tidur. Intan pun terpaksa mengikuti Ricko dengan langkah malas.
Setelah berbaring di atas ranjang, Intan menyelimuti dirinya hingga menutupi dada. Ia takut Ricko melakukan sesuatu padanya.
Setelah Intan berbaring, Ricko mematikan lampu utama lalu berbaring di samping Intan. Ia memasukkan tubuhnya ke dalam selimut yang sama dengan Intan. Ia bisa melihat Intan sangat tegang dengan pencahayaan lampu tidur.
"Kenapa kamu tegang sekali? Bukankah kita sudah sering tidur bersama? Kamu harus terbiasa mulai sekarang," ucap Ricko pada Intan.
"Iya, Mas ...," balas Intan lalu memiringkan tubuhnya membelakangi Ricko.
Ricko pun menggeser tubuhnya mendekat ke arah Intan lalu memeluknya dari belakang. Intan tersentak kaget. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang.
"Mas ..., lepas! Aku gerah!" ucap Intan seraya berusaha melepaskan pelukan Ricko.
"Kalau gerah, lepas bajumu!" ucap Ricko dengan entengnya dan tetap memeluk tubuh Intan.
Intan pun semakin ngeri. Ia menyesal telah memakai piyama tebal tadi.
Ricko menghirup aroma tubuh Intan yang selalu wangi menurutnya. Tanpa komando, ju*nior Ricko mulai menegang. Intan bisa merasakannya karena tubuh Ricko menempel pada tubuhnya. Jantung Intan pun semakin berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ia benar-benar takut. Ia merasa tidak nyaman dan gelisah. Ricko bisa merasakan debaran jantung Intan. Ia sendiri juga gugup.
"Tidurlah. Tidak akan terjadi apa-apa. Percayalah!" ucap Ricko berbisik di telinga Intan. Intan pun mengangguk dan memejamkan matanya.
Keesokan harinya Intan bangun kesiangan lagi karena tadi malam tidak bisa tidur dengan nyenyak. Motornya juga belum dibawa ke tukang tambal ban. Akhirnya Intan pun membangunkan Ricko.
"Mas ..., bangun! Ini sudah siang. Tolong antar aku ke sekolah!" ucap Intan sambil menggoyang tubuh Ricko.
"Jam berapa sekarang?" tanya Ricko sambil berusaha membuka matanya.
"Setengah enam," jawab Intan. Ricko pun segera membuka matanya lalu duduk di tepi ranjang.
"Mandilah dulu! Aku akan bersiap-siap," ujar Ricko.
Intan pun segera keluar dari kamar Ricko lalu menuruni tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
Setelah siap, Intan menyantap roti dengan selai di meja makan dan minum susu. Namun, Ricko belum juga turun. Intan pun menyusul Ricko ke kamar atas. Karena terburu-buru, Intan lupa mengetuk pintu dan langsung membuka pintu kamar Ricko.
Untungnya Ricko sudah memakai celana dan kemejanya. Intan pun menyambar dasi di atas ranjang lalu mengikatnya di leher Ricko. Kedua ujung bibir Ricko pun sedikit terangkat tersenyum senang. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Intan dan akan menciumnya. Sayangnya, Intan melangkah mundur dua langkah ketika sudah selesai mengikat dasi di leher Ricko.
‘Sial!’ umpat Ricko dalam hati.