Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
"Yuk kita ganti baju!" Lila mengajak Zeona masuk ke ruang ganti. Gadis berambut pirang itu memberikan satu stel pakaian. Kemeja lengan pendek berwarna putih dan rok mini berwarna hitam.
"Ya ampun Li, roknya pendek banget. Kemejanya juga sesak banget. Bobaku jadi kegencet," kesah Zeona seraya bercermin dan berusaha menarik-narik rok yang dipakainya yang jelas usahanya sia-sia. Mustahil rok itu akan memanjang.
Lila terkikik, "Terima aja Ze. Jangan mengeluh. Seragam waitress 'kan emang kayak gini. Kagak ada yang pake gamis. Yakali kayak Ibu-Ibu pengajian." Lila tergelak di akhir ucapannya. "Yuk ah kita capcus! Para tamu bentar lagi datang. Mudah-mudahan malam ini ada konglomerat yang ngajak gue tidur. Biar gue bisa beli iphone keluaran terbaru!" ujar Lila seraya menarik tangan Zeona untuk keluar dari ruang ganti.
Dentuman musik menggema dan memekakan telinga. Riuh suara manusia berlomba-lomba menyemarakan suasana. Semakin malam, para tamu semakin banyak berdatangan. Kebanyakan yang datang adalah lelaki matang yang penampilannya sangat menawan. Berjas dan terlihat mewah.
"Anjay! Yang datang para bos hungkul ieu mah!" celetuk salah satu waitress yang berdiri di sebelah Zeona. "Girls! Kesempatan emas nih! Capcuslah cari mangsa. Kali aja ada konglo yang tertarik sama kita. Di eue sampe pagi juga nggak papa, demi tas prad*," sambungnya yang disetujui oleh para waitress lainnya, kecuali Zeona.
Gadis itu hanya menggelengkan kepala mendengar obrolan para seniornya. Dia tidak tertarik untuk melakukan hal itu.
"Zeona! Tolong antar pesanan ini ke meja nomor lima belas!" teriak bartender yang baru selesai membuat pesanan si pengunjung.
"Siap Mas!" Zeona juga berteriak, sebab jika tidak, suaranya pasti tenggelam karena dentuman musik yang berisik.
Gadis berambut dikuncir kuda itu menyambar nampan berisi empat botol minuman beralko hol lengkap dengan gelasnya.
"Silakan Tuan-Tuan!" Zeona menyimpan satu persatu minuman dan gelas yang dibawanya ke atas meja. Matanya fokus tertuju pada meja tanpa melihat keempat pengunjung tersebut. Tubuhnya mendadak panas dingin. Dia tidak biasa berada di tempat seperti ini, namun demi mendapat uang lebih untuk membebaskan sang Kakak, dia rela membaurkan diri.
Setelah tugasnya selesai, Zeona lekas memutar tumit, namun langkahnya terhenti saat satu seruan menusuk gendang telinga.
"Kamu waitress baru ya?" Zeona meneguk salivanya dengan susah payah. Dia kembali memutar tubuhnya agar menghadap ke arah meja tadi.
"I-iya, T-Tuan," jawabnya dengan suara tergagap dan mencicit. Dia tidak mampu mengangkat wajah.
"Siapa nama kamu?" Pengunjung itu bertanya lagi.
"Z-Zeona."
"Kamu bisa menemani saya tidur?" kata tamu itu tanpa basa-basi.
Jantung Zeona serasa jatuh sampai ke perut.
"Semuanya tergantung lo sendiri Ze, mau nerima ajakan tamu atau cuma mau jadi waitress aja! Tapi kalau cuma jadi waitress, uang yang lo dapat ya nggak akan sebesar kalau lo nemenin si Tamu bobo. Semua keputusan ada di tangan lo!"
Dia kembali teringat pada perkataan Lila.
"Zeona? Your hear me?" Suara pengunjung itu terdengar lagi. Membuat Zeona tersadar dari lamunannya.
"Maaf Tuan. Saya tidak bisa menemani anda tidur. Saya hanya bekerja sebagai waitress saja!" Meski ia sangat butuh uang, tapi untuk men ja jakan diri, Zeona tidak berani.
"Hmm, begitu ya?" Suara si pengunjung tadi terdengar kecewa.
"Ss-sekali lagi maafkan saya, Tuan. Saya permisi." Setelah membungkukan badan, Zeona pun pergi dari hadapan keempat pria matang itu.
"Amazing sekali. Seorang Fabian Alexandro untuk pertama kalinya ditolak oleh seorang wanita!" Kekehan mengudara menjadi pengiring ejekan itu.
"Ya, ini adalah pengalaman pertamaku. Tapi tak apa-apa. Justru penolakan ini semakin memacu adrenalinku untuk mendapatkan gadis tadi. Dia sangat menggemaskan dan berhasil membuat My dick bangun," kekeh Fabian seraya menenggak satu gelas berisi wine.
"Aku setuju dengan Fabian. Gadis tadi memang sangat menggemaskan. Aku juga ingin mencobanya." Pria berkacamata ikut mengutarakan tanggapannya. Disambut ucapan 'iya' oleh pria berjas abu tua yang duduk di sebelahnya.
"Bagaimana menurutmu, Anjel? Kau juga sepemikiran 'kan dengan kami ..." kata Fabian. Melirik sahabat sedari oroknya yang anteng memainkan gelas wine di tangan.
Mengangkat kedua bahunya. Anjelo tak mengeluarkan suara. Seulas senyum tipis menghiasi bibir sensualnya.
Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul dua belas malam, artinya waktu kerja Zeona tinggal satu jam setengah lagi.
"Zeo, ikut gue sebentar!" Lila menarik Zeona ke lorong dekat toilet.
"Ada apa, Li?"
"Lo beneran tadi nolak ajakannya Tuan Fabian?" Lila bertanya tanpa basa-basi.
Otak Zeona loading sebentar. Sekejap mata dia langsung ingat akan kejadian tadi saat ada tamu yang mengajaknya tidur.
"Iya. Emang salah ya? Bukannya kata kamu juga bebas, mau nolak ataupun nerima itu terserah aku."
"Nggak salah Zeo. Cuman tadi tuh kesempatan emas tahu! Tidur dengan Tuan Fabian adalah impian setiap waitress di sini, karena dia itu uangnya banyak banget. Dia juga terkenal suka ngasih bonus yang gede kalau dia puas sama pelayanan kita. Duh Zeo ... katanya lo butuh duit banyak untuk membebaskan Kakak lo dari rumah bor dir, tapi dikasih jalan kok malah diabaikan. Hadeeuhh!" Zeona yang menolak ajakan, tapi Lila yang kecewa berat.
"Aku 'kan udah bilang, kalau aku nggak mau j u al di ri!" kata Zeona menegaskan.
"I know. Tapi tetep aja sayang banget!" Lila tak berhenti menggerutu. Dia beranjak pergi dari hadapan Zeona.
Setelah kepergian Lila, Zeona juga pergi dari tempat itu. Baru dua langkah kakinya mengayun, sebuah seruan menyapa indra pendengarannya.
"Zeona!" Gadis itu membalikan badan secara perlahan. Matanya sedikit terbelalak mana kala melihat sosok pria yang sangat tinggi berbadan kekar seperti seorang TNI sedang berjalan ke arahnya.
Penampilannya sangat rapi dan mewah. Jas hitam yang dipakainya begitu mengkilat bagai langit malam kelam. Menegaskan bahwa dia berasal dari kalangan atas.
Zeona perlahan menundukkan wajah. Dia tak sanggup membalas tatapan si pria yang sialnya berwajah rupawan. Rahang tegas, sorot matanya tajam, alis hitamnya begitu tebal tapi rapi, bibirnya semerah darah dan jangan lupakan rambutnya yang kepirangan bagai keturunan orang Eropa.
"Kamu lupa pada saya, Zeona?" Agak mencureng alis Zeona mendengar pertanyaan tersebut. Perlahan, dia mengangkat wajahnya kembali. Menengadah guna meneliti wajah si pria dengan tinggi yang di atas rata-rata. Mungkin tingginya dua ratus centi meter. Pikir Zeona. Karena dirinya yang punya tinggi badan seratus enam puluh lima pun hanya sampai dada si pria.
"Anda siapa?" Zeona mencicit. Dia merasa tak mengenal pria di depannya.
"It's okay, kalau kamu lupa pada saya. Tapi saya tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan temanmu tadi. Kalau saya tidak salah dengar, saat ini kamu butuh uang yang sangat banyak untuk membebaskan Kakakmu dari jeratan pros ti tu si. Benar begitu?"
Seolah terhipnotis, Zeona menganggukkan kepala. Padahal dia bisa saja tidak menanggapi perkataan itu.
"Ini kartu nama saya!" Si pria menyodorkan kartu namanya kepada Zeona.
Gadis berkuncir kuda itu menerimanya dengan ragu-ragu.
Si pria merundukkan tubuh setelah Zeona mengambil kartu namanya. Mendekatkan kepalanya ke telinga Zeona. "Hubungi saya jika kamu butuh bantuan dan juga uang. Dengan senang hati, saya akan membantumu ... Zeona Ancala."
Makasih udah baca😊