Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 35
Gio menyerahkan semangkuk bakmie di meja dan mendorongnya ke depan Leta. Setelah muter-muter nyari kemeja dan celana serta beberapa perlengkapan hidup di tanah orang, akhirnya kedua manusia ini nyungseb juga di foodcourt. Nyatanya Leta bukan tipe wanita dengan kadar ribet tinggi. Yang kalo beli baju mesti detail sampe ngitungin jumlah jahitan atau meriksa kualitas baju ampe dibolak-balik. Dan Gio cocok dengannya membuat acara belanja itu tak menelan waktu lama.
"Loh, punyamu mana?" saat menemukan Gio hanya membawa satu porsi dan pemuda ini malah duduk di sampingnya sehingga Leta harus menggeser pan tatnya sedikit. Aroma yang menguar di area foodcourt sebuah mall semakin membuat perut keduanya keroncongan.
"Belum mateng. Nanti dianterin kesini..."
Leta mengaduk bakmie miliknya dan meracik dengan menambahkan sambal.
"Emhh, enak...coba mas!" tak sungkan apalagi canggung keduanya berbagi sendok dan sumpit.
Leta bahkan menyuapkan itu langsung ke dalam mulut Gio demi meminta pendapatnya.
"Kurang pedes kalo menurutku..."angguk Gio mengangguk sembari menggigit kulit pangsit keringnya.
Tak lama satu porsi bakmie bersama pesanan minum mereka datang dan tersaji di meja.
"So-so'an minum bersoda, dimana-mana bakmie itu minumnya kalo ngga es teh ya es jeruk."
Leta menatap gelas minuman varian baru yang tengah viral kini dan ia memesannya, "namanya juga nyobain mas...biar ngga dikata kurang main." Ia mengaduk minuman dan menyedotnya, Leta mencecap rasa dan tertawa, "hahah. Coba deh mas! Hah, ini mah sama aja kaya mojito..."
Dan kembali, sepasang manusia ini berbagi apapun satu sama lain, entah itu makanan dan minuman masing-masing sampai saliva yang bertukar sekalipun, "fomo. Tetep aja balik lagi ke es teh..." cibir Gio yang memperhatikan Leta menyeruput es teh miliknya dan disenyumi oleh gadis itu, "dikit doang, mas...aku beli air putih dingin deh..."
Masih betah di dalam pusat perbelanjaan yang sebenarnya acara mencari barang sudah selesai sejak tadi, keduanya kini menjajal photobox. Layaknya anak muda pada umumnya, Leta dan Gio mengabadikan moment ini dalan jepretan kamera.
"Atur gaya dulu...e, mas!"
"Alahhh, refleks aja lah Ta. Ndak usah ribet, pake atur-atur segala..." ujar Gio.
"Biar bagus to, mas hasilnya!" dorong Leta di punggung Gio untuk masuk bilik.
"Ahhh, cewek suka bikin ribet..." katanya dan Leta mengangguk, "emang, makanya mungkin si genthong lebih milih macarin cowok termasuk kamu."
"Ish." Gio mengetuk kepala Leta sekali.
Baru saja Leta masuk dan memencet tombol pilihan di depan mereka, Gio sudah mendaratkan dagunya di pundak Leta sembari membantu Leta.
"Yang ini?"
Gio mengangguk menyetujui pilihan Leta.
Kedua tangannya bahkan setia menyentuh Leta, entah itu memeluk erat dari arah belakang ataupun berpose merangkul dan memegang kepala sang istri jahil.
Di pose terakhir, adalah pose yang membuat Leta terkunci di tempatnya ketika Gio dengan mesranya menarik wajah Leta untuk saling menempelkan hidung.
~~
Dan hari pertama tanpa ibu bapak, mereka habiskan di rumah bu Wulan, menemani ibu Leta sementara rumah Gio kosong terkunci.
"Sudah solat le, nok?" tanya ibu yang keluar dari kamar dengan daster pendek namun dilapisi mukena atas, membawa serta tasbih dan menegur kedua anak--menantunya yang saling bertumpuk kaki di atas sofa depan tv.
"Sampun, bulek."
"Udah, bu."
"Alhamdulillah."
"Yang kiri to, Ta..." Gio menggoyangkan kaki berbulunya di atas pa ha Leta untuk istrinya itu pijat.
Lantas ia menurut sementara Gio sedang mengotak-atik laptop miliknya entah apa yang ia kerjakan.
"Bu, tadi aku ketemu mas Fitrah di warung pas mau beli gula...lah mas Fitrah beli obat-obatan sama bekel sembako. Terus dia bilang itu buat bekel ngekost katanya, dia keterimo di kampus Institut Teknologi yang ada di Bandung, hebat banget bu...enak Bandung apa Jakarta sih, bu?"
Gio mendelik diantara fokusnya mendengar obrolan Leta pada bulek.
Bu Wulan mengangguk untuk kemudian menggeleng, "iya. Tadi budhe Yuni bikin selametan kecil-kecilan. Yo ndak tau, wong ibu belum pernah ke Bandung atau Jakarta...tanya masmu coba..." tuduhnya pada Gio.
Dan praktis pandangan Leta beralih pada Gio, "lebih enakan rumah sendiri, Ta." jawab Gio cepat.
Leta berdecak dan mendelik, "aku jadi bingung mas...mau kampus Jakarta atau Bandung, katanya Bandung kan dingin, kota romantis, banyak tempat bagusnya...tapi Jakarta itu impian anak kampung."
"Jakarta panas. Biaya hidup mahal. Bandung, macet...bikin kantong kering soalnya banyak tempat jajannya." Ujar Gio.
"Cih, bukannya support istri malah bikin down!" Leta menggeplak kaki Gio, "awas ah! Aku mau ambil hape!" sengitnya.
Bu Wulan hanya menggeleng dengan mulut yang komat-kamit melafalkan dzikirnya.
"Kemana, ini belum selesai loh?!" ujar Gio namun tak urung menurunkan kakinya yang didorong Leta, "ke laut! Cari plankton, biar dia tau racun apa yang pas buat mas Gio!"
Leta memilih menjatuhkan badannya menelungkup di atas ranjang dan bermain ponsel. Tak lama ia cekikikan melihat chat grup dengan Aul dan Rahma.
Gio menyusul Leta ke dalam kamar sambil menenteng laptop, "oh mau diterusin di kamar? Boleh deh..."
Praktis saja Leta menoleh horor dengan raut wajah keruhnya, "opo?! Minta dipatahin?!"
Gio terkekeh dan merangkak naik, "kamu mau jawaban enak dimana kan tadi?"
"Tau! Di rumah sendiri! Mas udah jawab tadi..." sengitnya ketus memantik tawa Gio lebih keras dan mengacak rambut istrinya. Tidak tinggal diam, Leta balas dendam dengan bangkit, menjatuhkan ponselnya dan berusaha membalas apa yang dilakukan Gio barusan, meski tak semudah Gio melakukannya pada Leta.
Hingga malam ini, giliran bu Wulan yang menggeleng tak habis pikir dengan kelakuan keduanya yang berisik di dalam kamar, saling hujat, saling berbalas cibiran dan menertawakan satu sama lain.
Setelah adegan saling jambak berakhir Leta tumbang di atas ranjang bersama Gio, kini keduanya menatap langit-langit kamar bersama cahaya lampu yang berpendar.
"Lebih enak lagi kalo kamu ke kota romantis nan dingin bareng suamimu...Ta. Lebih enak lagi kalo kamu ke kota impian anak kampung bareng orang yang sama-sama punya cita-cita, yaitu aku..."
Leta menoleh lantas berdecih dengan tatapan sinisnya, "bilang aja mau ke Bandung atau Jakarta yang enak tuh bareng kamu!"
Gio tertawa, "100 buat Alleta!" serunya.
"Kalo kamu tanya pendapatku, aku maunya kamu kuliah disini...bareng bapak-ibuku, bareng bulek...karena disinilah tempatku buat pulang, Ta."
Leta kembali menoleh pada Gio, cinta memang se-sederhana itu. Dan manusianya sendirilah yang terkadang membuatnya menjadi rumit.
"Kalo nanti, andai kata kamu kerja di luar kota gimana, mas?" tanya Leta.
"Tergantung, Ta."
Alis Leta mengernyit, "tergantung apa?"
"Tergantung berapa lama masa kerjaku di kota orang. Tergantung maunya kamu gimana...itu bisa diomongin nanti."
"Mhh.." Leta mengangguk memikirkan.
"Ngga usah dipikirin sekarang. Itu nanti masih lama..." Gio menarik kepala Leta untuk menempel padanya.
"Mas Mus ada bareng kelompok mas Gio?" tanya Leta diangguki Gio.
"Bareng Rompis?" tanya nya kembali kali ini digelengi Gio.
"Rompis kabarnya mau pindah..."
Leta mengangguk, mungkin saat ini semuanya better bukan beng-beng.
Gio yang memang tidak pernah belok, Rompis yang berhasil dipisahkan dari Gio persis kuman yang digosok sabun, serta mendapatkan pengobatan dimana keluarganya sudah tau kondisinya...mungkin itu lebih baik saat ini untuk Rompis. Pun dengan ia dan Gio yang memutuskan untuk tidak bercerai.
"Besok aku ngga jemput kamu...jadwal part time ku di Marcopolo. Malam minggu aku dapet job di---"
"Club malam lagi?" tembak Leta diangguki Gio dengan tawanya.
"Yang ini aman, Ta. Ngga macem-macem, cuma club malam biasa...lumayan, buat bekalku di Balikpapan. Bekal transferan uang jajanmu juga," tukas Gio berusaha untuk membuat Leta mengerti untuk tidak melarangnya mencari nafkah. Dan itu cukup berhasil karena Leta kembali mengatupkan mulutnya ketika akan memprotes Gio.
Leta justru lebih melesak mencari kenyamanan di ketiak Gio dan sepertinya malam ini keduanya akan tertidur dalam posisi yang sama sampai pagi.
.
.
.
.
.
love❤❤ buat teh sin😘😘😘😘