Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Amarah Sastra
Ratri menatap sayu, pada ketiga pria yang berdiri mengelilinginya. Dia tersenyum kecil, saat salah seorang dari ketiga pria itu mendekat dan membangunkannya.
Pria itu duduk di belakang Ratri, kemudian menyandarkannya di dada. “Ayo, Sayang. Biar kubantu membuka bajumu,” ucapnya, seraya melepas blazer, kemudian mengecup leher wanita muda itu.
“Kaki yang sangat indah,” ucap pria yang duduk di hadapan Ratri, seraya mengelus lembut betis serta pahanya.
Sementara itu, pria satu lagi membelai rambut Ratri, seraya bermaksud mengeluarkan sesuatu dari balik pakaian dalam. “Kamu mau ini, Cantik?” Dia mengarahkan wajah Ratri agar menghadap tepat ke pangkal pahanya.
“Wow! Sebentar lagi akan ada pertunjukan seru,” ucap Eliana semringah. “Siapkan kamera untuk merekam tontonan gratis.”
“Jangan membuang waktu! Cepat telanjangi dia!” titah Eliana cukup nyaring.
Ketiga gigolo yang disewa Nadine, menoleh. Mereka tersenyum, sebelum kembali memfokuskan perhatian pada Ratri yang sudah dalam pengaruh obat.
“Lepas pakaiannya,” suruh pria di hadapan Ratri.
Pria yang duduk di belakang Ratri segera mengangguk. Dia menaikkan T-shirt yang kekasih gelap Sastra itu kenakan dan hanya menyisakan pakaian dalam.
“Mengagumkan ….” Pria yang berada di hadapan Ratri berpindah tempat, dan mulai memposisikan diri sedangkan pria di belakang Ratri mulai menggerayangi dada, yang masih tertutup bra.
Tepat saat pria yang berdiri di sebelah kiri Ratri hendak memasukkan alat kela•minnya ke mulut Ratri, Sastra muncul. Dia menyambar gelas dengan cepat, lalu melemparkannya ke arah pria itu. Sastra juga merebut ponsel yang tengah digunakan merekam, oleh salah seorang teman Nadine.
Ponsel itu dibanting sekencang mungkin hingga hancur berantakan, lalu disepak kencang ke kolam renang.
Kedua pria yang sudah bersiap hendak bermain dengan Ratri, segera mundur ketika Sastra menghampiri mereka. Sementara yang berdiri di sebelah kiri tak sempat menghindar dari bogem mentah, yang dilayangkan kekasih Eliana tersebut.
Nasib sial bagi si pria. Ketika dua rekannya berhasil melarikan diri, dia justru jadi bulan-bulanan kemarahan Sastra. Setelah puas menghajar salah satu dari ketiga pria bayaran itu, Sastra menendangnya hingga tersungkur ke kolam renang.
Kemarahan Sastra tak berhenti sampai di situ. Dia berlari ke dalam rumah, mengejar kedua pria yang hendak melarikan diri. Sastra yakin mereka pasti belum sempat meninggalkan tempat itu, berhubung keduanya hanya mengenakan pakaian dalam. Selain itu, Sastra juga sengaja memarkirkan mobilnya tepat di pintu gerbang.
Benar saja. Kedua pria tadi masih berada di dalam rumah. Mereka mengenakan pakaian dengan terburu-buru. Salah satu dari kedua pria itu bahkan baru memasukkan sebelah celana panjang, ketika Sastra menariknya mundur dan menghajar secara membabi buta.
Melihat pria yang satu lagi hendak melarikan diri, Sastra segera meraih vas bunga. Dia melemparkan tepat mengenai kepala sehingga gerak si pria terhenti. Sastra bergegas menghampiri, lalu menarik kerah baju. Digusurnya kedua pria bayaran itu kembali ke dekat kolam renang, lalu diceburkan secara bersamaan.
“El ….” Nadine dan kelima temannya tampak sangat tegang, melihat kemarahan Sastra.
Begitu juga dengan Eliana. Baru kali ini, dirinya menyaksikan amarah yang teramat besar dari sang kekasih. Eliana diam membeku. Terlebih, ketika Sastra menghampirinya.
Sastra menatap tajam Eliana. Dia meraih gelas yang masih berisi minuman, kemudian menyiramkannya ke wajah sang kekasih.
Seketika, Eliana tersadar. Dia memejamkan mata hingga beberapa saat.
Menyaksikan kemarahan Sastra yang belum sirna setelah menghajar ketiga pria bayaran tadi, Nadine serta kelima temannya bermaksud pergi dari sana.
Namun, Sastra tidak lengah. Dia bergerak cepat meraih rambut salah seorang teman Nadine menggunakan tangan kiri. Tangan kanannya pun bergerak sama gesit. Dua wanita dijambak, lalu diceburkan ke kolam renang.
“Jangan ada yang pergi ke manapun!” sentak Sastra.
Nadine dan ketiga temannya yang lain langsung tertegun.
“Turun ke kolam!” titah Sastra tegas. Paras tampannya terlihat sangat menakutkan, membuat siapa pun tak berani membantah.
Nadine dan ketiga temannya secara sukarela menceburkan diri ke kolam renang.
“Lepaskan seluruh pakaian kalian!” suruh Sastra, yang masih diliputi amarah.
“Ta-tapi ….” Nadine yang hendak melayangkan protes, segera diam karena melihat Sastra menatap tajam padanya.
“Kami akan membuat perhitungan!” gertak Nadine sok berani.
“Aku tunggu,” balas Sastra tak gentar. “Letakkan seluruh pakaian kalian di tepi kolam. Jika ada yang berani membantah, bersiaplah untuk berurusan dengan hukum. Kupastikan kalian semua akan mendekam di balik jeruji besi,” ancam pria itu penuh penekanan.
Mendengar ucapan Sastra, Nadine dan teman-temannya tak bisa berkutik. Mereka menanggalkan seluruh pakaian, lalu meletakkan di tepi kolam. Begitu juga dengan ketiga pria bayaran itu.
“Kalian semua ... sekumpulan orang bodoh!” hardik Sastra, kemudian menelepon seseorang.
Tak berselang lama, seorang pria datang menghadap.
“Buang semua sampah ini,” titah Sastra, pada setumpuk pakaian basah milik mereka yang ada di kolam renang.
“Hey! Kamu gila!” protes Nadine. “Bagaimana kami akan keluar dari kolam dalam keadaan telanjang bulat?”
“Itulah kenapa kusebut kalian orang-orang bodoh,” ucap Sastra penuh penekanan. “Gunakan otakmu! Cuih!" Dia meludah ke kolam.
Sesaat kemudian, perhatian Sastra beralih pada Ratri yang terbaring di kursi santai. Dia langsung menghampiri, kemudian menutupi tubuh wanita itu dengan blazer. Tak lupa, Sastra juga mengambil T-shirt serta celana jeans dari lantai
“Kita pulang sekarang,” bisik Sastra, tepat di dekat telinga Ratri.
“Sas-tra ….” Ratri yang setengah sadar, melingkarkan tangan di leher Sastra, saat pria itu membopongnya.
Ketika melintas di depan Eliana, Sastra menghentikan langkah. “Inilah kenapa kamu pantas ditinggalkan,” Setelah berkata demikian, Sastra bergegas pergi dari sana.
Sastra mendudukkan Ratri di jok sebelah, kemudian memasangkan sabuk pengaman. Setelah itu, barulah masuk melalui pintu sopir.
“Aku mau pulang,” ucap Ratri parau, diiringi tatapan sayu.
“Kita akan pulang sekarang,” balas Sastra lembut, kemudian melajukan kendaraan dalam kecepatan cukup tinggi.
Selama dalam perjalanan, Ratri terlihat gelisah. Dia menggerakkan tubuh perlahan, diselingi de•sahan pelan. Ratri juga menyibakkan blazer sehingga bagian depan tubuhnya terekspos sempurna.
“Oh … rasanya ….” Ratri kembali mende•sah, seraya meraba dada. Dia juga menaikkan kaki, meletakkan tumit di tepian jok. Tanpa diduga, wanita itu menelusupkan tangan ke pakaian dalam.
“Apa yang kamu lakukan?” Sastra terkejut melihat ulah nakal Ratri. Dia langsung menepikan kendaraan.
“Aku tidak tahan. Rasanya ….” Ratri menatap sayu, seakan memohon kepada Sastra. “Tolonglah ….”
Sastra menatap lekat Ratri. Dia yakin wanita itu berada dalam pengaruh obat. “Apa yang mereka lakukan padamu?” tanyanya, seraya mendekat, lalu menarik tangan Ratri dari dalam kain penutup area sensitif berwarna hitam polos.
“Aku ingin bercinta denganmu,” ucap Ratri. "Sekarang juga."
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...