"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Belas
Karina terduduk di lantai, nota rumah sakit masih tergenggam di tangannya. Air mata mengalir deras, membasahi wajahnya. Dia merasa hatinya hancur, seperti kaca yang jatuh ke lantai.
"Apa yang kamu lakukan, Mas? Apa salahku?" Karina bertanya pada dirinya sendiri, kesedihan menghanyutkan suaranya.
Tak pernah dia bayangkan rumah tangganya akan berakhir begini. Jika saja kesalahan yang Mario lakukan bukan mengkhianati dirinya dengan selingkuh, mungkin dia bisa memaafkan. Tapi, jika sudah menyangkut hal berbagi cinta bahkan peluh, dia sudah tak maafkan. Sekali melakukan pengkhianatan, kemungkinan akan terulang lagi.
Tangis Karina kembali pecah. Dia merasa pengorbanan selama ini untuk suaminya hanya sia-sia saja. Semua perkataan Mario selalu dia ikuti sebagai pengabdiannya, tapi tak dihargai pria itu, bahkan dibalas dengan pengkhianatan.
Karina memegang lututnya dan kembali menangis. Tubuhnya terasa lemah mendapatkan kenyataan yang menyakitkan ini.
Sebenarnya aku telah capek banget. Banyak beban pikiran yang aku pendam sendirian. Banyak keluh kesah yang sulit ku ceritakan. Jujur ... saat ini aku sangat terjatuh dan ingin sekali menyerah. Aku nggak bisa terus pura-pura kuat, padahal hatiku sangatlah hancur. Aku sudah nggak sanggup terus pura-pura tersenyum, padahal batinku selalu menjerit. Aku sudah capek banget harus pura-pura tertawa hanya untuk menyembunyikan air mataku. Aku juga ingin bahagia.
Tiba-tiba, langkah kecil terdengar. Aluna berdiri di ambang pintu, mata polosnya menatap Karina. Melihat wanita itu yang menangis dan terduduk di lantai, dia sangat kuatir. Bocah itu berlari menghampirinya.
"Bunda, kenapa bunda menangis? Bunda sakit?" Aluna bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Karin menatap bocah itu tanpa menjawab pertanyaannya. Tangan mungilnya yang ingin menyentuh pipinya, ditepis wanita itu. Dia merasa marah, kesal dan kecewa dalam satu waktu. Melihat wajah Nuna langsung terbayang pengkhianat suaminya. Nuna yang tak paham apa salahnya tampak ikutan sedih.
"Bunda marah sama Nuna?" tanya Aluna dengan mata berkaca. Penolakan yang Karina lakukan membuat dia merasa telah melakukan kesalahan.
Karina berusaha menyembunyikan kemarahan dan kesedihannya. Memandangi wajah polos Aluna, membuat dia sadar jika semua ini bukan salahnya. Setiap anak terlahir dalam keadaan suci. Hanya perbuatan orang tuanya yang salah.
"Bunda tidak marah sama Nuna. Bunda cuma sedikit lelah," ucap Karina. Kembali tangisnya pecah. Dia tidak berbohong jika saat ini bukan saja fisiknya yang lelah, tapi juga jiwanya.
Aluna mendekati Karina, memeluknya. "Bunda jangan marah. Kalau Bunda capek biar aku pijat!" seru bocah itu.
Karina memeluk Aluna erat, menangis lebih deras. Dia merasa hatinya terbelah antara rasa sayang, cinta dan kekecewaan.
"Mengapa Bunda menangis lagi?" Aluna kembali bertanya, suaranya penuh keinginan tahuan.
Karina mengambil napas dalam-dalam, berusaha menjelaskan. "Bunda menangis sedih karena ada sesuatu yang tidak beres."
Aluna menatap Karina dengan mata polos. "Apa itu, Bunda?"
Karina tidak bisa menjawab. Dia tidak ingin Aluna tahu kebenaran tentang ayahnya.
"Tidak apa-apa, Nak. Bunda hanya perlu waktu untuk berpikir dan istirahat," Karina berkata, menyembunyikan kesedihannya.
Aluna memeluk Karina lagi. "Aku sayang Bunda. Aku tidak ingin Bunda sedih dan menangis."
Karina merasa hatinya terenyuh. Dia menyadari bahwa Aluna tidak bersalah dalam semua ini. Dia tetap putri kecil yang lucu.
Karina memandangi Aluna dengan mata basah dan berkaca-kaca. Dia merasa hatinya terbelah antara cinta dan kekecewaan.
"Aluna, apa kamu tahu siapa papimu?" Karina bertanya dengan suara lembut.
"Apa Papi sering ke rumah Nuna?" tanya Karina dengan menahan sesak di dada.
"Ya, setiap hari."
Karina langsung menyandarkan tubuhnya ke dinding. Air mata kembali jatuh membasahi pipi. Dia merasa benar-benar telah dicurangi. Padahal Mario tak pernah menginap kecuali jika keluar kota sehingga tak ada kecurigaan jika dia ada wanita lain. Perhatiannya tetap sama.
Sekarang aku mengerti ... ternyata aku tidak selamanya menjadi yang berharga di hidupmu. Ada kalanya aku tidak lagi berarti. Kehadiranku tidak lagi di cari. Aku pernah di beri sayap untuk terbang. Dan akhirnya dipatahkan. Pernah juga diistimewakan, tapi sekarang tidak sedikit pun diprioritaskan. Terima kasih, Mas. Sekarang aku sadar bahwa payung hanya dipegang erat saat hujan dan akan dilepaskan ketika pelangi datang.
Aluna yang melihat Karina begitu terpukul merasa cemas. Dia lalu mengecup pipi wanita itu dan menghapus air matanya. Bukannya reda, tangis wanita itu semakin deras membasahi pipi.
"Andai saja, kau lahir dari rahimku, pasti aku tak akan sesedih ini. Dan andai saja kau lahir bukan dari hubungan terlarang aku juga pasti akan bahagia juga," gumam Karina dalam hatinya.
Lama dia terdiam. Karina menghapus air mata dan bangun dari duduknya diikuti Aluna. Dia lalu berjalan menuju kamar. Tubuhnya butuh istirahat.
Aluna memandang Karina dengan cemas, hatinya terasa berat. Wanita yang selalu membawakan senyum dan kehangatan kini terbaring lemah, air mata kering di pipinya.
Sejak mengetahui kebenaran tentang pengkhianat sang suami, Karina terus menangis, tertidur dengan ekspresi sedih. Aluna tidak mengerti, tapi dia tahu ibunya sedang bersedih.
Dengan langkah kecil, Aluna mendekati Karina. Dia duduk di sampingnya, memijat kaki Karina dengan lembut, berharap mengurangi kesakitan.
"Bunda, jangan sedih. Aku ada di sini," Aluna berkata, suaranya penuh kasih sayang.
Karina membuka mata, menatap Aluna. Dia melihat kekhawatiran di mata polos itu, dan hatinya terenyuh.
Aluna terus memijat, memberikan kehangatan dan kasih sayang. Karina merasa sedikit lega, tapi kesedihan masih menghantui.
"Terima kasih, Nak," Karina berkata, suaranya lembut. "Aku sayang kamu meski ada rasa kecewa karena darah yang mengalir di tubuhmu dari orang-orang yang mengkhianatiku," gumam Karina dalam hatinya.
Aluna tersenyum. "Aku juga sayang, Bunda. Jangan sakit ya, Bunda. Nanti siapa yang masak untuk Nuna," ucap bocah itu dengan polosnya.
"Nuna, jika suatu saat Bunda pergi, apakah Nuna masih tetap sayang Bunda?" tanya Karina dengan suara pelan.
"Bunda juga mau pergi tinggalkan Nuna seperti mami Zoya?" tanya Aluna. Air mata sudah langsung turun dari sudut matanya.
"Bukan begitu maksud Bunda. Bunda hanya bertanya," ucap Karina akhirnya. Dia lalu meraih tubuh mungil itu dan membawa kedalam dekapannya. Tangis Aluna langsung reda di dalam pelukan wanita itu. Kembali Karina terbayang pengkhianat suami dan Zoya.
Mas Mario, kamu nggak bisa ya jadikan aku Ratumu? Kenapa? Padahal aku siap menjadikan kamu Raja yang berTahta walau tanpa Mahkota.Tapi aku lupa, Raja itu punya banyak SELIR. Kamu nggak bisa ya jadikan aku satu-satunya? Kenapa? Padahal aku siap mengabdikan seluruh hidupku untukmu walau itu sulit sekalipun. Tapi aku lupa, kalau kamu bukan hanya milikku lagi. Sekarang aku harus tahu posisiku. Sekarang aku tahu tempatku. Sekarang aku tahu rumahku. Semua sudah tidak sama lagi.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya