***
Karena kebodohannya sendiri, Grace harus menghadapi sebuah insiden tak terduga di dalam hidupnya. Dimana dia terpaksa harus terlibat dengan seorang laki-laki yang ia temui disebuah club. Saat itu dia mendapatkan dare untuk mencium seorang pria random disana. Namun sayangnya karena ciuman sialan itu mengantarkannya pada sebuah penyesalan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Pria yang ia cium itu ternyata bukan orang yang sembarangan. Dia merupakan CEO dari sebuah perusahaan besar yang sangat berpengaruh sekali. Karena pengaruhnya itulah mau tak mau Grace harus membayar mahal atas tindakan bodohnya malam itu.
Akankah Grace sanggup membayar hal tersebut?
***
HALLO GUYS IM BACK!!!
BIJAK DALAM MEMBACA YA! BANYAK MENGANDUNG UMPATAN, DAN TENTU SAJA ADEGAN YG HM-HM. DOSA DITANGGUNG SENDIRI. SIAP-SIAP BAPER WKWK.
Ig : oviealkhsndi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ovie NurAisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
***
Setelah kejadian cukup hectic yang ia alami kemarin-kemarin, kini ia mulai melanjutkan hidupnya seperti biasa. Ia datang ke kantor Atlas untuk bekerja. Selebihnya ia tidak peduli. Bahkan dengan tatapan para karyawan wanita yang menatapnya sangat sinis, belum lagi bisikan-bisikan yang tentunya membicarakannya malah semakin menjadi-jadi. Ternyata cara yang dilakukan Atlas kemarin tidak mempan. Buktinya karyawan wanita ini masih sama.
Tapi untungnya Grace tidak ambil pusing soal itu. Biarkan saja mereka bertingkah semau mereka. Meskipun sedikit merugikan Grace karena dia paling tidak suka dibicarakan dibelakang. Tapi ya apa boleh buat. Dia tidak bisa mengontrol manusia semau dia.
"Nona, tuan meminta anda untuk ikut meeting hari ini."
"Meeting apa?" tanya Grace pada Daren. Kebetulan ketika ia masuk lift, Daren datang dan ikut bersama menuju ke lantai yang sama.
"Kerja sama. Materinya akan saya kirimkan melalui email anda."
"Kenapa aku? Bukannya biasanya kau yang menemani dia?"
"Ini permintaan tuan, nona."
"Tapi sepertinya tidak bisa. Aku kurang enak badan dan hanya ingin diam saja di ruangan ku, mengerjakan pekerjaan seperti biasanya."
"Baiklah kalau begitu. Biar nanti saya sampaikan pada tuan Atlas."
Grace menganggukan kepalanya pelan. Sebenarnya bukan serta merta tidak enak badan, ini hanya alibinya saja. Dia sengaja menolak karena memang enggan bertemu terlalu lama dengan Atlas. Dia masih kesal karena masalah kemarin malam dengan pria itu. Lagi pula, jobdesknya hanya bekerja dibelakang layar. Tidak perlu ikut dia meeting atau pertemuan penting lainnya. Terkecuali bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Ngomong-ngomong, memangnya kerja sama dengan perusahaan mana?" tanya Grace sedikit kepo.
"Collin Group serta Baylee Corp."
Baylee? Serius?
"Ada apa, nona?" tanya Daren heran saat melihat ekspresi wajah Grace yang nampak terkejut.
"Tidak ada. Kalau begitu terima kasih infonya dan tolong sampaikan hal tadi pada Atlas. Aku tidak enak badan."
"Tentu nona."
Grace dan Daren pun sampai di ruangan kerja mereka. Setelah keluar dari dalam lift, mereka berpisah dan masuk ke dalam ruangan kerja masing-masing. Sementara Atlas, entah dimana keberadaan pria itu. Yang jelas dia tidak tahu dan tidak mau tahu. Grace datang untuk bekerja, bukan untuk mengurusi pria itu!
"Semudah itu Baylee kasih kontrak kerja? Bukannya susah banget ya?" gumam Grace keheranan.
***
Pertemuan tiga petinggi perusahaan ternama memakan waktu cukup lama. Hampir dua jam lamanya Atlas berada di ruangan meetingnya ini. Di depannya ada sang papa dan juga tuan Hans.
"Kamu sudah menemukan seseorang yang akan jadi istri kamu. Jadi sepertinya dad memang harus segera menandatangi kontrak kerja sama ini dengan mu," ucap Arman.
"Maksud mu, Man?" tanya Hans
"Anak ku, dia sudah memiliki kekasih. Syarat yang aku berikan untuk mendapatkan kerja sama ini y dengan membawa calon menantu. Dan dia sudah membawanya ke hadapan ku dan istri ku. Kau masih ingat dengan ucapan ku dulu kan, Hans?"
Hans menganggukan kepalanya. Dia memang merupakan teman lama dengan Arman. Jadi sedikit banyaknya dia tahu soal tesebut karena Arman pernah membicarakannya sekaligus meminta solusi padanya.
"Apa Atlas benar-benar menjalin hubungan dengan wanita itu?" tanya Hans.
"Tentu saja, Hans. Aku sudah melihatnya sendiri."
"Hati-hati, Man. Bisa saja Atlas menjalin hubungan pura-pura tanpa sepengetahuan mu."
Bukan hanya Atlas yang terkejut dengan penurutan Hans, tapi Arman juga. Maksud pria ini apa? Kenapa dia mengatakan hal demikian?
"Aku tidak memiliki maksud apa-apa. Aku tentu turut senang jika memang Atlas benar-benar menjalin hubungan. Tapi mengingat dia seperti apa, entah kenapa aku ragu."
"Aku yakin Atlas tidak berbohong soal itu, Hans. Kau tenang saja. Lalu, apa kau akan memberikan kontrak kerja sama ini dengan anak ku?" tanya Arman.
Hans menggelengkan kepalanya. "Aku memang pemilik dari perusahaan itu. Tapi sepenuhnya soal pekerjaan ditanggung oleh anak tunggal ku."
"Anak tunggal?" beo Atlas.
Hans menganggukan kepalanya. "Ya, anak tunggal ku. Apa kau tidak mengetahuinya, Atlas?"
"Tahu, tapi aku kira itu hanya kabar burung saja." Padahal aslinya Atlas memang tahu tapi tidak mencari tahu saja.
"Oh ya, Hans. Ngomong-ngomong soal anak mu, sejak kelahirannya waktu itu, aku tidak pernah melihatnya lagi sampai detik ini. Bahkan kau juga tidak mempublikasikannya. Dimana dia sekarang?"
"Dia ada. Hanya saja dia belum mau aku publikasikan saja. Mungkin dalam waktu dekat ini aku akan mempublikasikannya. Tapi entah juga, sebab anak itu cukup keras kepala. Dia selalu berada dibelakang layar saja selama ini," jelas Hans.
"Dia seorang wanita kan? Kenapa tidak aku jodohkan saja dengan Atlas?" ucap Arman tiba-tiba. "Bagaimana Atlas?"
"Tidak usah gila, aku sudah memiliki kekasih."
"Kekasih? Apakah itu anaknya Tarma?" tanya Hans.
"Bukan, Hans. Aku tidak akan pernah membiarkan anak ini menikah dengan anak Tarma. Apapun alasannya!"
"Aku juga enggan menikah dengan dia. Tenang saja, Dad."
Percakapan santai yang terkadang diiringi dengan pembicaraan serius itu pun terus berlanjut. Sampai akhirnya Hans memilih pergi duluan karena ada urusan penting. Arman dan juga Atlas tentu saja tidak menahannya.
"Kenapa sulit sekali mendapatkan kerja sama dengan om Hans, dad? Apa perusahaan ku tidak termasuk kompeten dalam kategori om Hans?" tanya Atlas.
"Dad tidak tahu. Hans terlalu pemilih. Oh ya, dimana calon menantu ku? Aku tidak melihatnya sejak tadi? Bukankah kau bilang dia bekerja sebagai sekretaris mu?"
"Ada di ruangannya. Dia kurang enak badan. Tadinya aku meminta dia menghandel pekerjaan Daren disini. Tapi siapa sangka, dia malah sakit."
"Perhatikan dia. Lebih baik tidak mempekerjakan dia, cover semua kebutuhan dia dengan uang mu. Jangan jadi pria yang pelit."
"Of course, dad. Tapi kinerja dia bagus, makanya aku mempertahankan dia. Tapi aku juga tidak membuatnya bekerja banyak."
"Ya terserah lah. Mom meminta kau untuk mengatur jadwal makan malam lagi dengan kekasih mu. Atur saja, nanti kabari mom dan dad."
"Baiklah."
Arman pun keluar dari dalam ruangan meeting itu, meninggalkan anak laki-lakinya sendirian disana. Sementara Atlas memang masih duduk, dia tertahan disana karena memikirkan ucapan om Hans. Bagaimana bisa pemikiran om Hans langsung tertuju kesana? Seolah dia pernah mengalami sesuatu atau mengetahui sesuatu?
Atlas pun segera bangkit dari sana dan pergi menuju ke ruangan kerjanya. Sejak pagi dia belum bertemu denga Grace. Selain itu dia juga akan meminta Daren untuk menyelidiki sesuatu yang penting.
"Dia diruangannya?" tanya Atlas pada Daren. Mereka bertemu di depan lift.
"Maksud anda nona Grace?"
"Ya."
"Sejak pagi nona ada diruangannya, dia tidak keluar. Sama seperti hari-hari sebelumnya."
"Pesankan makanan kesukaannya."
"Baik tuan."
tbc.
semalam marah, besoknya baik. emang cowok gak bisa ditebak, bisanya ditendang aja skssk
typo thor
lanjut thor makasihhh up nya kayak minum obat 1x3 tapi berasa cepet bacanya
#InYourDream 😁