NovelToon NovelToon
Obsesi Sang CEO

Obsesi Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Cinta Paksa / Angst / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: QurratiAini

Firda Humaira dijual oleh pamannya yang kejam kepada seorang pria kaya raya demi mendapatkan uang.

Firda mengira dia hanya akan dijadikan pemuas nafsu. Namun, ternyata pria itu justru menikahinya. Sejak saat itu seluruh aspek hidupnya berada di bawah kendali pria itu. Dia terkekang di rumah megah itu seperti seekor burung yang terkurung di sangkar emas.

Suaminya memang tidak pernah menyiksa fisiknya. Namun, di balik itu suaminya selalu membuat batinnya tertekan karena rasa tak berdaya menghadapi suaminya yang memiliki kekuasaan penuh atas hubungan ini.

Saat dia ingin menyerah, sepasang bayi kembar justru hadir dalam perutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QurratiAini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiga Lima

Abraham mengerling ke arah Firda yang masih duduk di pangkuannya. Tatapan matanya yang tajam mengunci pandangan gadis itu, membuat Firda semakin gelisah. Wajahnya tertunduk, tapi ia tidak bisa menyembunyikan rona merah yang mulai menjalar ke pipinya.

"Firda," gumam Abraham dengan suara rendah yang terdengar lebih seperti perintah daripada panggilan biasa. "Kenapa kamu masih duduk di sini? Atau... jangan-jangan kamu tidak ingin turun dari pangkuanku?"

Firda langsung terlonjak. Kedua tangannya gemetar saat mencoba menopang tubuhnya agar bisa turun, tapi gerakannya yang terburu-buru membuatnya hampir jatuh. Untung saja Abraham dengan sigap menangkap pinggangnya, menahan tubuhnya agar tidak menyentuh lantai.

"M-maaf, Tuan," gumam Firda dengan suara kecil, tidak berani menatap pria itu.

Abraham mendengus pelan, menarik tangannya dari pinggang Firda. "Kamu ini... bahkan meminta maaf untuk hal yang tidak perlu." Ia menatap gadis itu lekat, matanya menyipit sedikit. "Dan satu lagi, berhenti memanggilku 'Tuan'. Aku tidak nyaman mendengar istriku sendiri memanggilku seperti itu."

Firda mengangkat wajahnya perlahan, matanya melebar. "T-tapi..."

"Tidak ada tapi," potong Abraham tegas. "Mulai sekarang, kau panggil aku 'Mas'. Itu perintah."

Firda menunduk kembali, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "B-baik, Mas," jawabnya pelan. Kata itu terasa asing di lidahnya, tapi ia tidak punya keberanian untuk membantah.

Firda benar-benar merasa sangat malu sekarang.

Berbeda dengan Abraham, pria itu justru mengangkat alis sambil menyeringai tipis salah merasa sangat puas dengan panggilan istrinya kali ini kepadanya. "Nah, itu baru benar. Istriku memang penurut," ujarnya lagi memuji.

Benar-benar ya....

Di sini hanya Firda yang merasa malu, sedangkan pria itu justru sama sekali tidak merasakan hal yang sama.

Setelah beberapa saat, Abraham berdiri dan melangkah ke lemari pakaian di sudut ruangan. Ia membuka pintunya dengan tenang, mengeluarkan kemeja putih bersih dan jas hitam yang tergantung rapi. Firda berdiri kaku di tempatnya, matanya mengikuti setiap gerakan Abraham tanpa sadar.

Namun, ketika pria itu mulai membuka handuk yang ia kenakan, Firda buru-buru membuang muka. Napasnya tertahan, wajahnya memanas.

"M-Mas... a-apa kamu nggak malu berganti pakaian di depanku?" tanya Firda dengan suara nyaris berbisik, sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Abraham hanya menoleh sekilas, ekspresinya datar namun tatapannya tajam. "Kenapa aku harus malu? Ini rumahku, kamarku, dan kamu... istriku. Kamu keberatan?"

Firda menggigit bibir bawahnya, tak tahu harus menjawab apa. Ia tetap memalingkan wajahnya, tak berani melihat ke arah Abraham.

Sementara itu, Abraham dengan santai melanjutkan kegiatannya, memakai kemejanya tanpa mempedulikan reaksi Firda. Ketika akhirnya ia selesai mengenakan jas hitamnya, ia mengambil dasi dari lemari dan berjalan mendekati gadis itu.

"Firda," panggilnya, suaranya dalam namun lembut.

Firda menoleh perlahan, masih dengan kedua tangan di depan wajahnya, takut-takut pria itu mendatanginya masih dalam kondisi tidak berbusana. "A-ada apa, Mas?" tanyanya. Tanpa sadar helaan nafas lega keluar dari hidung Firda yang mungil ketika melihat sosok suaminya kini telah berpakaian lengkap.

Ah... syukurlah.

"Pasangkan dasi ini untukku," perintah Abraham sambil menyerahkan dasi di tangannya kepada Firda.

Firda terdiam sejenak, menelan ludah sebelum akhirnya mengangguk pelan. Dengan tangan gemetar, ia mengambil dasi itu dan berdiri di hadapan Abraham.

Jarak mereka terasa begitu dekat hingga Firda bisa merasakan deru nafas hangat suaminya yang kini menerpa wajahnya. Firda sungguhan bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, hingga ia takut pria di depannya bisa mendengarnya. Dengan hati-hati, ia melilitkan dasi di leher suaminya, berusaha mengikatnya dengan benar meski tangannya sedikit gemetar.

"Tenang saja, Firda," bisik Abraham tiba-tiba, jelaskan karena ia menyadari kegugupan dan ketakutan yang melanda istrinya saat ini. Suara Abraham begitu rendah dengan maksud agar tidak menakuti istrinya, namun tetap masih bisa terdengar jelas di telinga gadis itu. "Aku tidak akan melakukan apa-apa."

Firda mendongak dengan wajah merah padam, menatap Abraham dengan ekspresi penuh protes. "Ma-Mas... berhenti menggoda."

Abraham hanya tersenyum miring, sudut bibirnya terangkat sedikit. Ia menatap wajah Firda yang semakin memerah, memperhatikan bagaimana gadis itu mencoba menahan rasa gugupnya. Pemandangan ini terasa menghibur baginya.

Ketika akhirnya Firda selesai memasangkan dasi itu, ia mundur beberapa langkah, mencoba menjaga jarak. Tapi sebelum ia sempat pergi lebih jauh, Abraham menariknya kembali dengan lembut.

"Terima kasih," ucapnya sambil menatap gadis itu dalam. "Oh, satu lagi. Nanti saat makan siang, aku ingin kamu yang mengantarkan makanan ke kantorku. Jangan lupa."

Firda mengangguk cepat. "B-baik, Mas."

Abraham tersenyum puas. Ia menepuk kepala Firda pelan, membuat gadis itu semakin gugup. "Bagus. Sekarang aku harus pergi. Kamu pergilah mandi."

Firda hanya bisa berdiri diam di tempatnya, menatap punggung Abraham yang berjalan keluar kamar. Namun, meski pria itu sudah pergi, rasa gugup dan detak jantungnya yang tidak teratur masih terus menghantui.

***

Sebuah mobil Rolls-Royce Phantom hitam mengilap meluncur mulus di jalanan ibu kota sebelum akhirnya berhenti di depan gedung pencakar langit bergaya modern. Mobil itu memancarkan aura kemewahan yang membuat beberapa orang di sekitar melirik dengan kagum. Firda, yang duduk di kursi belakang, menatap gedung perkantoran megah di depannya dengan campuran gugup dan takjub.

Sopir pribadi Abraham keluar dari mobil dan segera membukakan pintu untuk Firda. "Nyonya, kita sudah sampai," ujarnya dengan sopan.

Firda turun perlahan, tangannya mencengkeram erat tas yang berisi bekal makan siang untuk Abraham. Bekal itu ditempatkan dalam tas jinjing kulit berwarna cokelat tua dari merek Hermès, dengan wadah makanan dari kaca tahan panas yang dilapisi stainless steel—bukan sekadar kotak makan biasa, melainkan produk eksklusif yang sering digunakan oleh kalangan elit untuk menjaga suhu makanan tetap hangat.

Meski membawa bekal dalam wadah mahal seperti itu, penampilan Firda justru bertolak belakang. Ia hanya mengenakan kaos oblong putih sederhana dan celana panjang kain warna hitam. Sepatunya pun berupa flat shoes biasa. Firda sama sekali tidak merasa percaya diri dengan pakaiannya, apalagi jika dibandingkan dengan orang-orang di sekelilingnya yang berpakaian rapi dan modis. Namun, pakaian sederhana itu adalah yang paling nyaman baginya.

Saat tinggal bersama paman dan bibinya, mereka selalu mengambil uang hasil kerja keras Firda hingga ia tidak mendapatkan bagian sedikitpun, bahkan untuk memberi pakaian baru.

Itulah sebabnya Firda terbiasa makai pakaian sederhana. Pakaian yang terlalu cantik dan mewah membuatnya merasa risih dan kurang percaya diri karena tidak terbiasa.

"Apakah perlu saya temani masuk, Nona?" tanya sopir itu sopan.

Firda buru-buru menggeleng, senyumnya tipis namun tulus. "Tidak usah, Pak. Saya bisa sendiri. Terima kasih banyak sudah mengantar." Tentu saja Firda tidak mau merepotkan pria paruh baya itu.

1
Heulwen
Bagaimana cerita selanjutnya, author? Update dulu donk! 😡
Qurrati Aini: ditunggu yaaa, author bakal update setiap jam 10 malam, okeyy.
total 1 replies
Azure
Author-im, kalau tidak update cepat, reader-im bakal pingsan menanti T.T
Qurrati Aini: duh di tunggu ajaa ya hehe, author bakal update setiapp jam 22:00 WIB yaa.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!