Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
"Sialan, telat lagi."
Lara melirik Alena sinis, karena menunggu tuan putri ini makan Lara jadi terlambat pagi ini. Padahal Lara harus mengikuti tes di ruang kepala sekolah dan dia tidak boleh membuat kepala sekolah menunggu.
"Coba Lo makan gak usah lembek bisa?"
Alena mengeratkan genggaman tangannya pada tas. Jujur Alena juga takut, ini adalah kali pertama Alena terlambat semenjak ia menjadi wakil ketua OSIS.
"Sebentar kak, aku telepon kak Rey dia ketua OSIS di sekolah ini." Alena segera mengeluarkan ponselnya lalu menelepon tunangan Lara. Sebenarnya Alena, Lara dan Rey seumuran hanya saja Ravindra menyuruh Alena memanggil Rey kakak karena Rey adalah Tunangan Lara.
Sedangkan Lara, gadis itu mengangguk kaku. Ternyata Alena dan Rey sudah sedekat itu, sepertinya memang tidak ada ruang untuk Lara mendapatkan tunangannya.
"Loh Alena kamu kok bisa terlambat?"
Alena tersenyum pada Rey yang datang ke arahnya dengan membawa kunci gerbang sekolah.
"Maaf kak tadi ada masalah di rumah." Alena menghampiri Rey yang sudah membuka gerbang tersebut untuknya dan Lara.
"Lo anak baru? Baru hari pertama sekolah udah telat aja lo." Bukan Rey yang bicara tapi teman di sebelah Rey. Dia adalah Dirga yang merupakan salah satu anggota OSIS.
Lara melirik Dirga sinis, gadis itu tak menjawab ia melangkah melewati Dirga dan yang lain tanpa menoleh sedikitpun.
Tiba-tiba Lara berhenti melangkah saat merasakan sebuah tangan mencekal pergelangannya. "Lara, Dirga nanya sama lo."
Lara menatap pergelangan tangannya yang di cekal Rey gadis itu segera melepaskannya dengan kasar. "Lo tanya aja sama Alena dia yang bikin gue telat hari ini."
"Lo murid baru gak punya sopan santun." Dirga tak tahan mendengar celotehan mulut Lara. Dirga tak terima karena Lara seperti menyudutkan Alena.
"Lo cowok doyan ngebacot ternyata."
Dirga hendak membalas tetapi Rey menghentikannya. "Cukup, Dirga lo gak usah ladenin dia, dan lo Lara hormat bendera sampai istirahat nanti." Ucap Rey mutlak.
"Heh ketua OSIS yang terhormat, wakil lo itu juga telat. Lo hukum gue doang?" Lara menunjuk Alena yang berada di sisi Rey.
Rey mengusap wajahnya kasar. "Lara, Alena adalah wakil ketua OSIS ini juga kali pertama dia terlambat jadi gue kasih keringanan buat dia kali ini."
Dirga mengangguk setuju. "Lo harus hormati keputusan ketua OSIS."
"Gak adil Lo bangsat. Lo lindungi wakil lo dari hukuman yang seharusnya dia terima. Gue tau sekarang, OSIS di sekolah ini isinya cuman manusia gak ada otak yang gila hormat tapi berlindung dia bawah ketek organisasi."
Setelah mengucapkan hal yang membuat ketiga orang di hadapannya terdiam, Lara berlalu begitu saja. Dia akan melakukan hukuman dari Rey. Tapi sebelum itu Lara melempar tasnya pada Alena.
"Gue pastikan setelah ini gue bakal satu kelas sama kalian bertiga."
Lagi-lagi Ketiganya membeku setelah Lara mengucapkan hal tersebut. Ketiganya menatap punggung Lara yang menjauh dengan kaget.
"Hahahaha dia pikir mudah buat masuk kelas IPA unggulan?"
Rey dan Alena memandangi Dirga yang masih tertawa geli. Semoga saja Lara tidak lolos tes untuk masuk ke kelas unggulan batin Alena.
~-----~
Berulang kali Lara mengumpat dalam hati, karena Alena Lara harus terlambat dan yang paling buruk terlambat di hari pertama sekolah.
"Haii lo kepanasan gak sih? Atau gue perlu minta Rey buat tambah hukuman lo?" Seorang gadis mendekati Lara bersama Alena. Gadis itu menatap tak suka pada Lara. Sebenarnya bukan tanpa alasan dia tak menyukai Lara tapi karena gadis itu tidak menyukai Lara menjadi tunangan Rey bukan Alena.
"Lo mending diem bekantan." Cetus Lara tak kalah sinis.
"Ckckck gue yakin kulit lo bakal gosong karena berjemur."
"Lo pikir gue peduli? Sorry tapi matahari gak akan bisa ngalahin susuk gue."
Laras menatap Lara, harus dia akui Lara memang cantik. ralat, bahkan Lara sangat cantik. "Pantes banyak yang terpikat sama lo ternyata pake ilmu hitam."
Lara hampir menyemburkan tawa. Lara mendekati Laras. "Iya, dan lo bakal jadi target tumbal gue selanjutnya."
Gadis yang bernama Laras tersebut hampir saja mengamuk pada Lara jika Alena tidak menahannya.
"Udah Ras, kamu jangan ajak berantem kakak aku." Alena mendekati Lara, gadis itu menyodorkan sebotol air mineral pada sang kakak.
"Gua masih punya duit buat beli air." Clara tak menyambut niat baik Alena. Gadis itu segera berlalu karena waktu istirahat juga telah tiba.
Alena menunduk, tak lama gadis itu kembali menatap Lara sambil tersenyum lembut.
"Kakak aku tahu ayah membatasi uang kakak, apalagi kakak harus memenuhi kebutuhan kakak yang gak sedikit itu."
Lara tak terima. "Kalo lo kasihan sama gue, mending lo kasih gue kartu kredit bukan air mineral doang."
Laras semakin membenci Lara, ternyata Lara sangat pintar menguras Alena. Pantas saja Alena berkata ia tersiksa semenjak kepulangan Lara.
"Lo mau manfaatin Alena?"
Lara merotasi bola matanya. Gadis itu lantas menyilangkan kedua tangannya. "Gak, tapi kalo dia gak masalah gue juga gak keberatan."
"Aku tahu kakak gak ada uang." Alena mengeluarkan kartu kredit miliknya. Ia sebenarnya sengaja berkata begitu agar semua orang mendengar apa yang Alena katakan.
Lara tersenyum menyadari kebodohan Alena. Gadis itu kembali berkata tak kalah lantang dari Alena. "Iya, uang bokap gue kan habis buat lo dan juga nyokap lo. Sayang banget bokap gue lebih sayang kalian yang orang luar dari pada gue."
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya