Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kencan
Aghnia dan Risti telah sampai di kontrakan. Mereka berdua agak kaget melihat pintu kontrakan terbuka, sangat jarang Monica membuka pintu kontrakan jika sampai lebih dulu. Gadis itu lebih memilih mengunci pintu dan tidur di kamar.
"Assalamualaikum" salam Risti dan Aghnia bersamaan.
Monica dan Erika memandang ke arah pintu. Erika menahan amarah menatap Aghnia, wajahnya memerah padam.
"Menyesal aku membantumu!" Ucap Erika, berdiri dari duduknya, berjalan cepat kluar dari kontrakan.
Risti dan Nia saling pandang. Mereka berdua menghambur duduk di samping Monica.
"Maafkan aku Nia, pasti tadi kamu sangat malu" ucap Monica memandang Aghnia dengan wajah sendu.
"Coba jelaskan terlebih dulu" tutur Risti agar dirinya mengerti garis besar yang terjadi.
Monica menjelaskan kejadian dirinya yang melihat Nia dan Malik di bazar pun dengan perasaannya yang diketahui beberapa teman satu jurusan dengannya. Sikap impulsif Erika diluar kendali Monica, bahkan Monica sendiri tak menyangka jika Erika akan bertindak senekat itu. Ia tahu Erika ingin membantunya namun cara yang gadis itu lakukan kurang tepat. Monica juga salah tak memperingatkan Erika dan memberitahu jika dirinya sudah lelah mengejar Malik.
Aghnia dan Risti kompak memeluk Monica bersama. Mengusap punggung gadis itu. Persahabatan mereka begitu tulus, tidak ada yang menyakiti satu sama lain di antara mereka. Sekalipun bersaing mereka akan melakukannya dengan adil.
"Itu diluar kendali kamu Monic, nggak perlu minta maaf" ucap Aghnia tulus.
"Jadi kamu beneran menyerah nih? Aku pemenangnya berarti ya?" Goda Aghnia.
"Huh. Lelah Nia, dari awal hingga saat ini aku tak bisa menghancurkan tembok keras yang Malik bangun" jujur Monica, menghela nafas panjang, gadis itu menerawang jauh.
"Tenang aja Monic, Tuhan sedang mempersiapkan jodoh yang tepat buat kamu" Risti mencoba menenangkan Monica yang sedang galau.
Monica tersenyum mendengar ucapan Risti. "Aku sudah rela Nia, semoga kamu berhasil mendapatkan hatinya" ucap Monic tulus dari dalam hatinya. Aghnia terharu, gadis itu memeluk Monica.
Di kos kosan, Malik tersenyum senyum sendiri memandang telapak tangannya. Ia tak menyangka bisa seberani itu, menggandeng tangan Aghnia.
"Haruskah aku meminta ijin pada abahnya untuk memacari Aghnia?" Malik bermonolog.
"Tapi jika Abahnya malah memilih menikahkan kami, bagaimana? Aku belum siap untuk melanjutkan ke jenjang lebih serius" benak Malik, menggaruk rambutnya kasar.
"Ya, begitu saja", gumam Malik, memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran dengan Aghnia. Satu saat mereka sudah mantap, ia akan melamar Aghnia kepada abahnya.
Ponsel Malik berbunyi, pria itu segera mengeceknya. Malik mengernyit melihat notifikasi chat dari username Aghnia Cantik.
"Gadis nakal, kapan dia menyalin nomor ponselku" gumam Malik. Pria itu membuka isi chat yang dikirim Aghnia padanya.
"Besok libur, bagaimana jika kita ke taman bunga yang berada di belakang kampus?" Ajak Aghnia
"Boleh" Malik membalas pesan Aghnia singkat.
"Jemput aku di kontrakan jam tujuh pagi, aku nebeng motor kamu ya" balas Aghnia dengan cepat.
"Apa gadis ini stand by di depan ponsel, cepat sekali balasnya" Malik mengernyit.
"Tapi aku hanya punya satu helm" balas Malik.
"Tenang saja, di kontrakan ada satu helm" ujar Aghnia.
"Oke." Balas Malik.
Gadis itu tersenyum melihat balasan Malik. Jantungnya berdegup kencang, lama ia tak merasakan kasmaran, terakhir kali saat dirinya duduk di bangku SMP itupun hanya bisa disebut dengan cinta monyet.
"Ciye, pasti itu Malik kan? Wajahmu sampai seperti tomat", goda Risti, melihat ekspresi wajah Aghnia saat membalas pesan.
"Kepo aja sih?", jawab aghnia, gadis itu mengerucutkan bibirnya lucu.
"Hayo, mau ngapain kok pake rahasia-rahasiaan?", selidik Risti, tak ingin kena tegur abahnya Aghnia lagi.
"Aman lah pokoknya. Aku ngga akan clubing dan pakai mini mini lagi", janji Aghnia.
"Janji ya, jangan buat aku kena batunya lagi", Risti benar-benar tak mau kena getahnya.
"Iya, bawel!", sahut Aghnia seraya bangkit mengusir Risti, menutup pintu kamarnya.
Esoknya, Malik bersiap akan menjemput Aghnia di kontrakan. Pria itu memakai sweater army dipadu celana chinos panjang berwarna coklat muda. Tak lupa menyemprotkan sedikit parfum agar semakin segar.
Sekitar dua puluh menit, Malik sampai dan memarkirkan motornya di teras kontrakan Aghnia. Pria itu turun, melepas helm, meletakkannya di salah satu spion motornya.
Berjalan ke arah pintu utama dan mengetuknya. Sambil menunggu pria itu menyugar rambutnya dengan jari.
Beberapa menit setelahnya terdengar seseorang membuka pintu, Aghnia menyembul dari balik pintu dengan senyuman merekah.
Pria itu terpaku melihat penampilan gadis yang berhasil mencuri hatinya itu. Setelan rok plisket dan kaos putih dipadu dengan kemeja panjang motif kotak kotak coklat yang tidak ia kancingkan tak lupa dengan jilbab warna senada dengan kemeja yang ia model ikat leher.
Malik berdehem, berjalan ke arah motornya, memakai helm miliknya dan menaiki motornya. Aghnia mengikutinya dibelakang.
"Boleh pegangan pinggang nggak?" Ijin Aghnia, dijawab anggukan oleh Malik.
Ketika tangan Aghnia berhasil sampai di pinggang pria itu, Malik sedikit berjingkat kaget. Pria itu berusaha fokus pada jalan agar mereka selamat sampai tujuan.
"Terimakasih" ucap Aghnia
"Apa? Kamu ngomong apa Nia?" Tanya Malik, pria itu tak mendengar suara Aghnia, kalah dengan suara kendaraan di jalan.
"Kamu tampan, aku suka" teriak Aghnia agak mendekat ke telinga Malik.
Malik membisu, pria itu mengeratkan tangannya pada setir. Ucapan Aghnia mampu membuat jantungnya berdetak tak normal. Satu yang Malik suka dari Aghnia, aura positif gadis itu mampu membuat orang di dekatnya merasa nyaman. Bahkan dalam keadaan sekarat pun, gadis itu masih bisa tersenyum. Malik terkekeh pelan mengingat hal itu.
"Kenapa tertawa?" Heran Aghnia. Gadis itu melihat Malik tertawa dari spion. Malik hanya menggeleng.
Obrolan mereka berhenti disana. Hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka, setelah memarkirkan motornya. Aghnia turun terlebih dahulu, memberikan helmnya pada Malik. Gadis itu berlari ke arah tukang cilok.
Malik memperhatikan Aghnia, pria itu berjalan ke kedai di samping parkiran. Membeli dua susu kotak dan dua roti sandwich untuk dirinya dan Aghnia.
"Malik beli apa?" Tanya Aghnia, gadis itu menghampiri Malik dengan menenteng kantong berisi dua plastik cilok
Malik menunjukkan satu kantong susu dan roti yang ia beli. Pria itu menggandeng tangan Aghnia, menuntunnya berjalan menyusuri taman, mencari tempat yang tak terlalu ramai untuk mengutarakan isi hatinya pada Aghnia.
Mereka berdua memutuskan duduk di potongan kayu panjang yang dikelilingi oleh bunga aster. Aghnia menyerahkan satu plastik cilok pada Malik. Mereka berdua menikmati kenikmatan cilok dalam diam.
"Aghnia" panggil Malik memecah keheningan.
Gadis itu menoleh, mengusap mulutnya dengan punggung tangan, takut jika bumbu cilok mengotori bibirnya.
"Kamu, apa kamu sedang dekat dengan seseorang?" Tanya Malik ragu.