NovelToon NovelToon
Rahasia Sang Selir

Rahasia Sang Selir

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Angst
Popularitas:13.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ayu Lestary

Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.

Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35: Malam yang Penuh Kerinduan

Hari itu, suasana istana terasa begitu tenang. Kehidupan yang biasanya dipenuhi hiruk-pikuk pelayan dan kasak-kusuk para menteri kini seakan melambat. Aluna—yang kini berperan sebagai Seo-Rin—merasa lega dengan ketenangan ini. Tidak ada pertemuan resmi yang harus dihadiri, tidak ada intrik yang harus ia hadapi. Ia merasa bebas untuk menikmati waktu bersama para dayang setianya di paviliun pribadinya.

Di aula kecil paviliunnya, Aluna duduk dengan nyaman di atas bantal sutra. Para dayangnya, Jin-Ah, Soo-Yun, dan Mi-Na, tampak sibuk mempersiapkan teh sambil berbincang ringan. Di saat seperti inilah, Aluna bisa melupakan sejenak semua kerumitan istana dan merasa lebih seperti dirinya sendiri.

“Hari ini cuaca sangat cerah, bukan?” kata Aluna dengan senyum hangat, mencoba memecah keheningan. Jin-Ah, yang dikenal sebagai dayang yang sedikit kaku, hanya mengangguk sambil tersenyum kecil.

Namun, Soo-Yun yang selalu ceria segera menyahut, “Betul, Nona Seo-Rin. Langit seakan tahu bahwa hari ini Nona ingin bersantai.”

Mi-Na, yang dikenal pendiam namun penuh perhatian, tiba-tiba tersenyum tipis. “Mungkin Nona Seo-Rin punya kekuatan untuk mempengaruhi cuaca?” ucapnya setengah bercanda.

Aluna tertawa kecil, “Oh, jangan katakan begitu, Mi-Na. Jika aku bisa mengatur cuaca, mungkin aku sudah membuat hujan turun hanya agar aku bisa tetap tidur di ranjangku yang nyaman.”

Mendengar itu, para dayang tertawa riang. Aluna menikmati suasana santai ini. Ia mulai bermain-main dengan pengetahuannya sebagai Aluna, sang penulis, tentang karakter setiap dayang yang ada di hadapannya.

“Jin-Ah, aku yakin tadi malam kau diam-diam menyelinap ke dapur untuk mencicipi puding madu, bukan?” goda Aluna sambil melirik tajam.

Jin-Ah yang biasanya selalu tenang, tiba-tiba memerah wajahnya. “Bagaimana Nona bisa tahu?” tanyanya dengan nada terkejut.

Aluna hanya mengedipkan matanya, membuat dayang-dayangnya semakin penasaran dan terheran-heran. “Aku tahu lebih banyak dari yang kalian kira,” jawab Aluna sambil terkekeh.

Soo-Yun kemudian berseru, “Nona Seo-Rin, apakah kau bisa membaca pikiran kami juga? Kalau begitu, katakan, apa yang sedang kupikirkan sekarang?”

Aluna berpura-pura menatap Soo-Yun dengan intens, lalu berkata, “Kau pasti berpikir tentang manisan kenari yang disimpan oleh koki istana!”

Soo-Yun membuka mulutnya, terkejut. “Bagaimana bisa kau tahu?! Aku baru saja memintanya tadi pagi!”

Tawa meledak di antara mereka. Aluna merasa lebih hidup di tengah kebahagiaan sederhana ini. Namun, di balik tawa yang bergema di paviliun Seo-Rin, ternyata ada sesuatu yang perlahan menyebar tanpa disadarinya.

*

Beberapa hari setelah momen penuh tawa itu, suasana di istana mulai terasa berubah. Setiap kali Aluna berjalan di koridor atau berpapasan dengan pelayan lain, ia merasakan tatapan penasaran yang lebih intens dari biasanya. Bisikan-bisikan terdengar di belakang punggungnya, dan para pelayan yang biasanya hormat kini terlihat lebih waspada saat berada di dekatnya.

Soo-Yun, yang setia menemani Aluna, akhirnya angkat bicara. “Nona, akhir-akhir ini, ada rumor yang beredar di istana,” bisiknya saat mereka sedang duduk di taman.

Aluna mengerutkan dahi, merasa penasaran. “Rumor apa? Mengapa semua orang menatapku seolah aku memiliki dua kepala?”

Soo-Yun terlihat ragu sejenak, namun akhirnya ia berkata, “Mereka mengatakan ... bahwa Nona memiliki kemampuan sebagai cenayang. Bahwa Anda bisa membaca pikiran dan mengetahui masa depan.”

Aluna terdiam sejenak, lalu meledak dalam tawa. “Apa? Darimana rumor konyol itu berasal?”

Jin-Ah yang bergabung dalam percakapan menambahkan, “Sepertinya semuanya dimulai setelah pertemuan Anda dengan Permaisuri Kang-Ji. Banyak yang mendengar bagaimana Nona Seo-Rin ‘memprediksi’ beberapa hal yang akhirnya terbukti benar.”

Tawa Aluna memudar seketika. Ia tidak menyangka bahwa peringatannya kepada Permaisuri Kang-Ji akan memicu rumor sebesar ini. Aluna ingat betul, di pertemuan sebelumnya, ia memang memberikan peringatan halus tentang beberapa insiden yang akan terjadi di istana, dan semuanya benar-benar terjadi seperti yang ia tulis dalam novelnya. Namun, saat itu, ia hanya bermaksud menggoyahkan mental Permaisuri, bukan menciptakan rumor tentang kemampuannya sebagai cenayang.

“Sungguh ... hanya karena beberapa kebetulan,” gumam Aluna sambil menggelengkan kepalanya. Namun, di dalam hatinya, ia menyadari bahwa rumor ini bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, bisa menjadi alat untuk menakuti lawan-lawannya, namun di sisi lain, bisa menarik lebih banyak perhatian yang tidak diinginkannya, terutama dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya.

*

Malam itu, Aluna tidak bisa tidur dengan tenang. Bayangan rumor yang semakin liar tentang dirinya terus menghantuinya. Suara pintu paviliun yang terbuka di tengah malam membuat Aluna tersadar dari lamunannya. Ia menggeliat pelan di tempat tidur, dan tanpa perlu melihat siapa yang masuk, ia sudah tahu siapa yang datang. Hanya ada satu orang yang bisa dengan tenang memasuki kamarnya tanpa izin, tanpa rasa takut akan pengawal yang berjaga—Pangeran Ji-Woon.

Aluna mendapati sosok Ji-Woon berdiri di depan pintu, tubuh tegapnya disinari cahaya bulan yang temaram. Wajahnya terlihat lebih lembut dari biasanya, mata hitamnya menatap langsung ke arah Aluna dengan penuh perasaan.

“Yang Mulia?” Aluna bangkit dari tempat tidurnya, matanya yang lelah berubah menjadi penuh tanya.

Ji-Woon berjalan mendekat dan duduk di sampingnya. “Aku mendengar desas-desus yang beredar tentangmu, Seo-Rin,” ucapnya dengan nada khawatir.

Aluna menghela napas. “Hanya rumor konyol, Yang Mulia. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Namun, Ji-Woon menggenggam tangannya, menatap dalam ke matanya. “Aku tahu, kau bukan cenayang. Tapi, aku juga tahu kau bukan wanita yang akan asal berbicara. Ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku, bukan?”

Jantung Aluna berdetak lebih cepat. Ji-Woon selalu bisa membaca ekspresinya, namun kali ini ia tidak bisa membiarkan pria itu tahu terlalu banyak. “Aku hanya ... ingin melindungimu, Yang Mulia. Ada hal-hal di istana ini yang lebih baik kau tidak tahu.”

Ji-Woon mengangkat alisnya, merasa bingung namun juga tersentuh. “Seo-Rin, kau tidak perlu melindungiku. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Yang perlu kau lakukan hanyalah tetap berada di sisiku.”

Aluna tersenyum tipis, meski hatinya terasa berat. Ia tidak bisa mengatakan pada Ji-Woon bahwa semua ini hanyalah permainan yang ia ciptakan. Bahwa ia sebenarnya tahu apa yang akan terjadi di masa depan, karena ia sendiri yang menulisnya. Namun, ia menyadari bahwa meskipun ia tahu takdir semua orang, perasaannya pada Ji-Woon sudah melampaui sekadar plot yang ia tulis.

“Baiklah, Yang Mulia,” ucapnya akhirnya. “Aku akan melakukan yang terbaik untuk tetap berada di sisimu.”

Ji-Woon tidak lagi memberi jawaban, kedatangannya malam itu tentu bukan hanya sekedar untuk membahas tentang rumor yang beredar. Sebagai gantinya, ia duduk di tepi ranjang, tangannya yang kuat namun lembut meraih tangan Aluna, menggenggamnya erat. Keheningan yang menggantung di antara mereka terasa lebih bermakna daripada ribuan kata yang bisa diucapkan. Aluna merasakan kehangatan dari genggamannya, sesuatu yang lebih dari sekadar perhatian—ada kerinduan mendalam yang tak terkatakan.

“Aku merindukanmu, Seo-Rin,” ucap Ji-Woon akhirnya, suaranya parau oleh emosi yang ia pendam.

Aluna tersenyum lembut, meski ada kilatan kesedihan di matanya. “Aku selalu ada di sini, Yang Mulia.”

Ji-Woon menggeleng pelan, jari-jarinya yang besar dan hangat membelai pipi Aluna dengan kelembutan yang kontras dengan tubuhnya yang kekar. “Bukan seperti itu. Aku merindukanmu ... di sisiku. Tanpa jarak, tanpa batas,” bisiknya, suaranya terdengar penuh kesungguhan. Ia menarik tubuh Aluna ke dalam pelukannya, memeluknya dengan hati-hati seolah ia takut akan melukainya.

Sejak perut Aluna—yang kini semakin membesar—mulai menonjol, Ji-Woon memperlakukannya dengan lebih hati-hati. Pangeran yang biasanya bersemangat kini berubah menjadi sosok yang penuh kelembutan. Malam ini, ia tidak datang hanya untuk membicarakan rumor yang menyebar tentang dirinya. Ia datang karena kerinduan yang tak tertahankan—kerinduan pada wanita yang telah mencuri hatinya tanpa bisa ia cegah.

Dengan lembut, Ji-Woon membaringkan Aluna kembali ke ranjang, jubahnya berkibar pelan saat ia membungkuk. Ia duduk di samping Aluna, matanya tak pernah lepas dari wajahnya yang kini lebih bercahaya di tengah kehamilannya. Tangan Ji-Woon turun perlahan ke perut Aluna yang mulai membulat, mengusapnya dengan kelembutan penuh kasih sayang. “Apakah bayi kita menendang lagi malam ini?” tanyanya, suara lembutnya penuh perhatian.

Aluna tertawa kecil, menggigit bibir bawahnya. “Tidak, sepertinya ia tahu ayahnya datang, jadi ia tenang.”

Ji-Woon tersenyum lebar, dan tanpa ragu, ia menundukkan kepala, memberikan ciuman lembut di atas perut Aluna. “Kau tahu, aku tidak bisa berhenti memikirkan kalian berdua,” bisiknya di antara sentuhan bibirnya yang lembut.

Sejenak, suasana menjadi lebih intim. Ji-Woon kembali ke sisi Aluna, menarik tubuhnya ke dalam pelukannya, dan menciumnya dengan perlahan. Ciuman yang mereka bagi tidak lagi penuh gairah seperti dulu, melainkan penuh perasaan, seolah setiap sentuhan adalah ungkapan dari kerinduan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ji-Woon tahu ia harus berhati-hati, karena kondisi Aluna yang tengah mengandung. Setiap gerakan yang ia lakukan terukur, namun tetap dipenuhi dengan kelembutan yang tak pernah dirasakan oleh wanita manapun selain Seo-Rin.

Ketika ciuman mereka semakin dalam, Aluna merasakan sentuhan Ji-Woon yang begitu lembut namun tetap membuat tubuhnya bergetar. Ji-Woon tidak terburu-buru, ia meluangkan waktu, menikmati setiap detik yang mereka habiskan bersama. Ia memeluk Aluna erat, seolah dunia di luar paviliun ini tak lagi ada, dan hanya mereka berdua yang tersisa.

“Seo-Rin,” Ji-Woon berbisik di dekat telinganya, suaranya nyaris serak, “aku ingin memastikan kau selalu bahagia, terutama saat kau mengandung anak kita. Jika ada satu hal yang membuatmu tidak nyaman, katakan padaku. Aku akan melakukan apapun untukmu.”

Aluna menatap mata Ji-Woon yang penuh ketulusan. Di balik tatapan pria ini, ia melihat cinta yang tulus, sesuatu yang tak pernah ia tulis dalam novelnya. Ji-Woon yang dihadapannya kini bukan lagi sekadar karakter yang ia ciptakan, melainkan pria sejati yang mencintainya dengan segenap jiwa.

“Aku sudah bahagia, Yang Mulia,” jawab Aluna pelan, matanya berkaca-kaca. “Asalkan kau ada di sisiku.”

Ji-Woon mengangguk, lalu mengecup dahinya dengan penuh kasih sayang. “Dan aku berjanji akan selalu ada di sisimu, Seo-Rin.”

Di dalam keheningan malam yang mendalam, hanya terdengar suara lirih dari desahan lembut Aluna, yang seolah-olah menyatu dengan angin malam yang berhembus melalui jendela paviliun. Tubuhnya yang tengah mengandung semakin membulat, namun itu tidak menghalangi keinginan Pangeran Ji-Woon untuk tetap memanjakan wanita yang dicintainya.

Malam itu, kehadiran Ji-Woon tidak hanya sekadar kunjungan biasa. Ada kerinduan yang membara, yang tak mampu ia pendam lagi. Sejak rumor aneh tentang kemampuan cenayang Seo-Rin menyebar, Ji-Woon tahu ia harus memastikan Aluna baik-baik saja. Namun di lubuk hatinya yang terdalam, bukan rumor itu yang membuatnya datang ke paviliun Seo-Rin malam ini. Melainkan keinginan yang begitu kuat untuk berada di sisinya, untuk merasakan kehangatan tubuhnya, dan melepaskan kerinduan yang membebani pikirannya.

Ji-Woon mendekat, mata gelapnya penuh hasrat saat menatap Aluna yang tengah berbaring di atas ranjang. Hanboknya yang tipis membentuk lekuk tubuhnya, membuat Ji-Woon tak mampu menahan diri lebih lama lagi. Dengan sentuhan penuh kelembutan, ia menelusuri wajah Aluna, sebelum menundukkan kepala dan mencium bibirnya dengan penuh gairah.

“Aku merindukanmu, Seo-Rin,” bisiknya di antara kecupan yang semakin dalam.

Aluna hanya bisa membalas dengan desahan pelan, tubuhnya menggeliat di bawah sentuhan Ji-Woon yang membuatnya terbuai. Pangeran Ji-Woon bergerak dengan hati-hati, namun tetap intens, menyadari kondisi Aluna yang tengah mengandung. Setiap sentuhannya diperhitungkan dengan seksama, namun tetap dipenuhi dengan hasrat yang menggebu-gebu.

Desahan Aluna semakin intens saat tangan Ji-Woon turun, menyusuri lekuk tubuhnya, dan berhenti di perutnya yang mulai membesar. Ia berhenti sejenak, menatap mata Aluna dengan tatapan penuh cinta, seolah ingin meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan menyakitinya. Dengan lembut, ia menunduk dan mengecup perut Aluna, seakan memberikan salam penuh kasih sayang pada anak yang tengah mereka nanti-nantikan.

“Jangan khawatir,” bisik Ji-Woon lembut, “Aku akan selalu melindungi kalian berdua.”

Namun, kerinduan di hatinya tak bisa tertahan lebih lama. Ji-Woon kembali menaiki tubuh Aluna, mencium lehernya dengan lembut, membuat Aluna tak kuasa menahan desahannya. Tubuh mereka menyatu dalam tarian yang penuh gairah, namun tetap diselimuti kehangatan dan kelembutan. Ji-Woon bergerak dengan perlahan, memastikan setiap sentuhannya memberikan kenikmatan tanpa membebani tubuh Aluna yang sedang mengandung.

Aluna menggeliat, jari-jarinya mencengkeram kuat bahu Ji-Woon, seolah mencari pegangan di tengah lautan hasrat yang melanda dirinya. Setiap sentuhan, setiap ciuman yang diberikan Ji-Woon membuatnya melayang, membuatnya lupa sejenak akan intrik dan ancaman yang mengintai di luar paviliun mereka. Di sini, di dalam pelukan Ji-Woon, ia merasa aman—merasa dicintai tanpa syarat.

“Ji-Woon...” Aluna memanggil namanya di antara napasnya yang terengah. Ji-Woon hanya membalas dengan senyuman penuh arti sebelum memperdalam sentuhan mereka, membuat Aluna kembali tenggelam dalam gelombang kenikmatan yang tak terhingga.

Bagi Ji-Woon, bercinta dengan Aluna adalah sebuah seni yang ia nikmati dengan seluruh jiwa dan raganya. Ia tidak terburu-buru, tidak pernah ingin mengakhiri momen ini dengan cepat. Setiap gerakan, setiap kecupan, dilakukan dengan penuh perhitungan, namun tetap mengandung gairah yang tak terbendung. Ia tahu, malam-malam seperti ini akan menjadi lebih jarang ketika bayi mereka lahir, dan ia ingin menikmati setiap detik yang tersisa.

Ketika akhirnya keduanya mencapai puncak, mereka tidak segera berpisah. Ji-Woon tetap memeluk Aluna, membiarkan tubuhnya yang hangat menempel pada tubuh Aluna yang kini terengah-engah. Ia mengecup dahinya dengan lembut, seolah menandai malam itu sebagai milik mereka berdua—malam yang penuh cinta, gairah, dan kerinduan yang akhirnya terlampiaskan.

“Tidurlah,” bisik Ji-Woon sambil membelai rambut Aluna yang terurai di atas bantal. “Aku akan tetap di sini, menjagamu.”

Aluna hanya bisa tersenyum lemah, matanya mulai terpejam di bawah kelembutan sentuhan Ji-Woon. Di dalam pelukan Ji-Woon, ia merasa begitu damai, seolah dunia di luar paviliun tak lagi ada. Di malam yang sunyi ini, hanya ada mereka berdua—dan janji yang terucap di antara desahan cinta mereka.

Namun di balik kebahagiaan sesaat itu, Aluna tahu bahwa ancaman dari luar istana masih mengintai. Tetapi untuk malam ini, ia memilih untuk melupakan semua itu, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam cinta yang diberikan oleh Pangeran Ji-Woon, pria yang kini menjadi pusat dunianya.

Bersambung >>>

1
Melda
/Ok//Ok//Ok/
Melda
Sangat² menikmati thor. Baca berulang-ulang juga gak bosan².. Tetap semangat thor, 💪💪💪
Melda
bangun disamping Kang-Ji seperti mimpi buruk ya Ji-Woon /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Melda
aduhhh Kang-Ji /Panic/
Melda
maksa bener sih kamu Kang-Ji /Scowl/
Melda
nah kan bener ! /CoolGuy/
Melda
wahhhh kayaknya bakalan ada jebakan niihh /Smug/
Melda
Penasaran, Aluna punya pacar gak sih di dunia nyata /Shy/
Melda
Lihat² dlu klo mau ehem² Ji-Woon, barangkali ada pelayan di belakang /Facepalm/
Melda
Seakan lihat bidadari dari kayangan ya Ji-Woon /Drool/
Melda
Hayoooo, mau ngapaiinnn tuu Ji-Woon /Chuckle/
Mutia
Ji-Woon, kamu gak tau Seo-Rin hampir mati 🤦🏼‍♀️
Mutia
ikutan tegang 😱😱😱
Hasna 💙
𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐣𝐝𝐢 𝐜𝐞𝐰𝐞 𝐥𝐞𝐦𝐚𝐡 𝐝𝐨𝐧𝐠
Ayu_Lestary: Gak kok, nnti Seo-Rin bakalan ngelawan semua org y mau menjatuhkannya 💪
total 1 replies
Alta
🌹 untuk Author
Ayu_Lestary: Terima kasih 🥰
total 1 replies
Hasna 💙
𝐤𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐩𝐚𝐧𝐠𝐠𝐢𝐥 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧 𝐚𝐣𝐚 𝐬𝐤𝐚𝐥𝐢𝐚𝐧 , 𝐛𝐢𝐚𝐫 𝐠𝐚 𝐫𝐢𝐛𝐞𝐭
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭
Ayu_Lestary: Baik, terima kasih atas masukannya. Kedepannya akan diubah untuk nama panggilannya. Tapi ini udah terlanjur sampe bab 56 🙏😁
total 1 replies
OKEY
Trm ksh sdh update bab yg banyak Kak. Ditunggu kelanjutan ceritanya 😘
Ayu_Lestary: Ok siappp 💪💪💪💪
total 1 replies
Alta
lanjut thor
Ayu_Lestary: Siap, bab selanjutnya dalam proses 🤭💪
total 1 replies
OKEY
Good job
Ayu_Lestary: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Aja Nisa
♥️♥️♥️♥️♥️
Ayu_Lestary: ♥️♥️♥️♥️♥️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!