Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 35
Setelah pergulatan emosi yang terjadi akibat pengakuan perasaan yang begitu tiba-tiba, Ara menangis beberapa saat di dalam pelukan Dean sebelum perempuan itu akhirnya tertidur.
Sejenak Dean hanya diam terpaku memandangi wajah terlelap Ara, memastikan bahwa yang terjadi saat ini bukan sebuah mimpi, ini adalah kenyataan yang sebelumnya tidak pernah dia bayangkan akan terjadi. Bagaimana bisa Ara jatuh cinta kepadanya? Terasa sangat tidak nyata, bukan? Namun tubuh yang didekapnya saat ini adalah kenyataan paling membahagiakan bagi Dean.
Dekapan Dean mengerat pada tubuh mungil Ara, membawa perempuan itu semakin dekat dengan jantungnya, seandainya Ara terjaga pastilah perempuan itu dapat mendengar degup jantung Dean yang bertalu-talu itu.
Jika ini adalah karma yang dia dapatkan dari perlakuannya kepada Ara, maka dia mendapat karma terbaik, yaitu jatuh cinta pada perempuan yang sebelumnya sangat dia benci.
Cukup lama dalam posisi memeluk Ara, Dean kemudian memindahkan kepala Ara yang sebelumnya bersandar di dadanya pada bantal, meluruskan kaki Ara yang sebelumnya ditekuk, menarik selimut, memastikan Ara tidur dengan nyaman.
Meninggalkan kecupan hangat di kening dan bibir perempuan yang tertidur dengan lelap itu, sebelum beranjak dari kamar.
Dean keluar dari kamar menuju ruang makan, menatap sedikit prihatin pada makanan di atas meja yang belum disentuh sama sekali. Dia kemudian mendekat, berdiri di samping meja, melipat lengan kemejanya hingga siku dan mulai merapikan meja, menyimpan makanan tersebut untuk dipanaskan kembali nantinya.
Setelah selesai dengan urusan di meja makan, Dean kemudian berjalan menuju ruang tengah, membawa koper dan tas Ara ke dalam kamar, memasukkannya ke dalam walk in closet.
Dean mengendarkan pandangannya, masih terdapat banyak ruang di lemari-lemari besar yang berjejer di ruangan ini. Hatinya sedikit tercubit, menatap kembali pada dua koper serta tas Ara di bawah kakinya, tidak bisa membayangkan betapa melelahkannya Ara harus membongkar koper-koper itu setiap hari hanya untuk mencari pakaian. Sedangkan dalam ruangan ini masih banyak ruang yang bisa dipakai.
Dean mengusap wajahnya frustasi, bukan hanya lemari Dean, bahkan kursi di meja makan pun tak kau izinkan untuk Ara duduki. Dean mengingatkan dirinya sendiri pada sikap kejam yang dia lakukan terhadap Ara.
Penyesalan yang kini menyergap hatinya menimbulkan amarah untuk dirinya sendiri, bagaimana bisa Ara bertahan dalam neraka ini selama ini. Belum lagi sikap pemarah yang dia miliki, tangannya yang mudah sekali menyakiti fisik Ara. Bagaimana bisa dia pantas menerima perasaan cinta Ara setelah apa yang pernah dia lakukan.
Dean kemudian menyandarkan Kepalanya pada lemari pakaian di depannya, Matanya memanas, perasaan menyesal yang sekarang dia rasakan memukulnya telak. Namun dia pun segera tersadar, tidak ada gunanya menyesali sesuatu yng sudah berlalu, yang harus dia lakukan sekarang adalah memperbaiki semua yang salah, menyembuhkan luka yang pernah dia torehkan di hati Ara, memastikan bahwa kesempatan yang dia dapatkan tidak akan dia sia-siakan. Dia akan menebus semuanya mulai sekarang, dia akan berusaha, demi Ara dan demi dirinya sendiri.
Jadi, Dean memutuskan untuk mulai memperbaikinya, dia kemudian berjongkok di depan koper yang dalam setahun ini menyimpan pakaian-pakaian Ara. Tangan Dean bergerak membuka koper-kper tersebut lalu memindahkan isinya ke dalam lemari. Dean dengan telaten menyusun baju-baju Ara, menggantung gaun-gaun serta beberapa baju pada hanger. Dean menyusun dengan rapi semua barang-barang yang ada dalam koper Ara, mulai dari sepatu dan tas yang jumlahnya hanya sedikit itu.
Barang-barang dalam koper Ara memakan tempat yang sedikit sekali, masih banyak lemari yang kosong, berhubung ukuran walk in closet ini memang cukup besar dan pakaian-pakaian Dean juga tidak semuanya berada di sini, beberapa pakaiannya masih berada di apartemen.
Kedua koper itu sekarang sudah kosong, Dean lalu berpindah pada tas, yang ternyata berisi alat-alat kosmetik Ara. Dean kemudian melangkah keluar, berjalan menuju meja rias yang selama ini tak pernah dipakai. Dia meletakkan tas tersebut di atasnya, sepertinya untuk urusan kosmetik dia akan membiarkan Ara yang melakukannya, dia takut dia akan merusak barang-barang tersebut.
Saat hendak menutup kembali tas di depannya mata Dean tidak sengaja menemukan sesuatu yang sejarusnya tidak ada di sana. Sebuah kotak kecil berbentuk persegi yang sangat tidak asing di mata Dean.
Tangan Dean kemudian terulur, meraih kotak tersebut dan membukanya, kotak itu masih sama, juga isinya. Kotak yang dia buang beberapa bulan yng lalu. Dean lalu menoleh pada ranjang di mana Ara masih tertidur dengan lelap. Tidak bisa membayangkan bagaiman terlukanya perasaan perempuan itu saat menemukan kotak itu di dalam tempat sampah.
Mulai sekarang Dean akan berusaha, memastikan bahwa dia tidak lagi menjadi penyebab Ara bersedih.
***
Setelah tertidur cukup lama, Ara pun membuka mata dan mendapati Dean yng tengah memandangnya dalam. Laki-laki itu tengah berbaring miring menghadap Ara, Tangan kiri laki-laki itu ditekuk di bawah kepalanya membentuk sebuah segitiga, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Ara dan dibawanya ke dadanya.
Ara mengerjapkan matanya, Dean tersenyum dan memberikan kecupan di kedua mata Ara.
"ayok bangun, kita makan malam."
Dean mengelus kepala Ara lembut, Ara hanya mengangguk, sepertinya kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Walau begitu Ara kemudian bangkit, mengikut langkah Dean yang masih menggenggam tangannya menuju ruang makan.
Sesampainya di meja makan, Dean menarik kursi, membuat Ara menoleh ke arahnya, Ara seperti bingung, namun lagi-lagi perempuan itu menurut untuk duduk.
Kemudian Dean membawa nasi serta lauk yang sebelumnya sudah dia panaskan ke atas meja makan. Dia mulai menyendokkan nasi di piringnya juga piring Ara, Ara masih terdiam, terlihat terkejut dengan apa yang dilakukan Dean.
"aku bisa sendiri," ucap Ara melihat Dean hendak mengambilkan lauk untuknya.
Dean pun mengangguk, membiarkan Ara melakukannya sendiri, dia mengerti mungkin Ara masih bingung dan sedikit terkejut, namun perlahan-lahan dia akan membuat Ara terbiasa dengan interaksi mereka yang baru tidak seperti dulu.
"aku mau memperbaiki semuanya Ara, aku mau menebus semua kesalahan yang sudah aku lakukan dan aku mohon izinkan aku melakukannya dengan caraku," ucap Dean sungguh-sungguh.
Ara mengangguk tipis, dia hanya merasa ini semua terlalu tiba-tiba. Perubahan ini terlalu cepat untuk Ara bisa menyesuaikan diri. Dia hanya butuh waktu.
***
Dean terbangun dari tidurnya saat tangannya mendapati tempat tidur di sampingnya kosong, seketika dia langsung bangkit, berjalan cepat keluar kamar, dengan terburu-buru menuju ruang makan.
Kosong, meja makan masih kosong, dia sedikit merasa lega, artinya Ara belum pergi. Dean kemudian menoleh ke Arah dapur, mendapati Ara sedang berdiri membelakanginya, perempuan itu sedang membuat sarapan.
Dean kemudian mendekat, memeluk perempuan itu dari belakang, Ara sedikit terkejut, membuat tubuhnya terasa kaku di pelukan Dean.
"aku kira kamu pergi," ucap Dean seraya mencium kepala Ara, lalu meletakkan dagunya di kepala perempuan itu, tinggi badan Ara yang hanya sebatas dadanya membuat Dean harus sedikit membungkuk.
"Memangnya aku mau kemana? ini masih jam enam." Ara menjawab sembari memotong beberapa tomat yang akan dia gunakan sebagai pelengkap scrambled egg yang menjadi menu sarapan mereka hari ini, tak lupa juga dia memanggang beberapa lembar roti gandum.
Dean kemudian mengambil pisau di tangan Ara lalu meletakkannya di atas pantry, dia lalu memutar tubuh Ara mengahadap ke arahnya.
"aku takut kamu pergi seperti biasa,"
Hal pertama yang muncul di fikiran Dean saat tidak mendapati Ara di sampinya saat dia bangun adalah hal itu, dia takut Ara pergi seperti hari-hari sebelumnya.
Ara tersenyum lemah mendengar jawaban Dean, mungkin hal itu bisa saja terjadi, mengingat itu adalah kebiasaannya selama ini dan mengubah hal itu tentu saja membutuhkan waktu.