NovelToon NovelToon
Sistem, Berikan Aku Segalanya...

Sistem, Berikan Aku Segalanya...

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Dikelilingi wanita cantik / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Slice of Life
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bayu Aji Saputra

Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.

ig: by.uas

Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.

Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.

Sypnosis:

Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.

[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]

Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode Spesial — Alternatif Plot

Veren membuka matanya dengan berat.

Alarm dari ponsel bututnya berbunyi memekakkan telinga, memaksa tubuhnya bangkit dari kasur yang sudah kehilangan bentuk.

Matahari pagi menyelinap masuk melalui tirai murah yang warnanya mulai pudar. Di langit-langit apartemennya, sebuah noda air semakin membesar, sisa dari bocoran hujan semalam.

"Hari kayak biasanya," gumamnya, setengah mengutuk.

Rutinitas pagi Veren selalu dimulai dengan kesibukan tanpa jiwa.

Ia menyeret tubuhnya ke kamar mandi, menggosok gigi tanpa semangat, dan menuang sisa kopi instan ke dalam cangkir yang retak.

Dinding dapurnya penuh noda minyak, tapi ia sudah tidak peduli.

Tidak ada yang mempermasalahkan kondisi apartemen kecilnya, karena tidak ada yang pernah berkunjung.

Setelah mengenakan kemeja lusuh dan celana panjang yang mulai pudar, ia keluar dari kamar, mengunci pintu, dan berjalan cepat melewati lorong sempit.

Tangga menuju lantai dasar berderit setiap kali diinjak, seperti memberi peringatan bahwa bangunan ini sudah terlalu tua untuk dihuni.

Tapi, apa pilihan Veren?

Apartemen murah di pinggiran kota ini adalah satu-satunya tempat yang bisa ia sewa dengan gajinya yang pas-pasan.

Di luar, dunia bergerak tanpa memperhatikan kehadirannya.

Mobil-mobil melaju di jalan yang dipenuhi lubang, suara klakson dan teriakan pengendara motor saling bersahutan.

Veren menunggu angkot dengan wajah yang kosong.

Ketika akhirnya kendaraan reyot itu datang, ia duduk di pojok, menatap jalanan sambil melamun.

Di kantor, tidak ada yang berbeda. Ruangan itu penuh dengan kubikel, masing-masing dihuni oleh pegawai yang menatap layar komputer tanpa ekspresi.

Veren menyalakan komputernya, memasukkan kata sandi, dan mulai mengetik laporan yang sudah tidak lagi bermakna baginya.

Tidak ada sapaan hangat dari rekan kerja. Bahkan, tidak ada yang mengangkat kepala untuk sekadar menoleh ketika ia lewat.

Bagi mereka, Veren hanyalah latar belakang—seseorang yang keberadaannya tidak penting, tidak berpengaruh, dan mudah dilupakan.

Waktu terasa berjalan lambat, tapi akhirnya jam lima sore tiba.

Veren mematikan komputernya dan meninggalkan kantor tanpa banyak bicara.

Tidak ada alasan untuk berlama-lama. Ia tidak memiliki teman di tempat itu, dan bosnya tidak peduli selama tugasnya selesai.

Di rumah, Veren menyalakan laptopnya, sebuah perangkat tua dengan layar yang sudah retak di salah satu sudutnya.

Suara kipas pendinginnya berdengung seperti mesin pabrik.

Dengan tenang, ia membuka folder video dan melanjutkan menonton serial favoritnya, sebuah drama sains fiksi yang penuh dengan aksi dan keajaiban.

Di dunia itu, pahlawan super melawan alien, menyelamatkan planet, dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

Dalam dunianya sendiri, Veren hanyalah seorang pria biasa dengan hidup yang jauh dari luar biasa. Ia iri, tentu saja.

"Coba gue ada di sana," gumamnya. "Pasti lebih seru daripada hidup kayak gini."

Namun malam itu, sesuatu yang aneh terjadi. Ketika ia sedang tenggelam dalam ceritanya, sebuah notifikasi tak biasa muncul di layar laptopnya. Tulisan itu tampak seperti lelucon.

[Selamat! Anda terpilih sebagai host untuk Sistem All-In-One. Sistem ini mampu memenuhi semua keinginan Anda tanpa batas atau konsekuensi. Aktifkan sekarang?]

Veren menatap layar itu lama. "Apaan nih? Virus kah?" pikirnya.

Laptopnya tidak pernah mendapatkan notifikasi seperti itu sebelumnya.

Dia tahu ini mungkin malware atau scam, tapi laptop ini sudah hampir mati. Jadi, apa salahnya?

"Peduli apa?" katanya, sambil menekan tombol Enter.

Dalam sekejap, layar menjadi hitam. Tidak ada yang terjadi selama beberapa detik.

Veren hampir tertawa karena merasa tertipu, tapi tiba-tiba sebuah suara tenang terdengar di kepalanya.

[Selamat malam, Host. Sistem All-In-One telah diaktifkan. Sebutkan permintaan Anda.]

Veren membeku. Suara itu begitu nyata, seolah ada seseorang berbicara langsung di otaknya.

Pria memandang laptopnya, berharap ini hanyalah prank atau virus aneh yang membuat speaker rusak.

Tapi tidak ada tanda-tanda itu. Layar tetap hitam, tanpa indikator apa pun.

"Lawak anjing," gumamnya pelan.

Veren menoleh ke sekeliling apartemen kecilnya, berharap menemukan kamera tersembunyi atau petunjuk apa pun bahwa seseorang sedang mempermainkannya.

Tapi tentu saja, apartemennya kosong. Sama seperti biasanya.

[Host, Anda memiliki akses penuh ke Sistem All-In-One. Sebutkan permintaan Anda.]

"Uh... beneran kah ini?" tanya Veren setengah bingung. Suaranya bergetar.

[Sistem tidak pernah salah]

Veren menggigit bibirnya. Ia tahu ini konyol, tapi rasa penasaran dan keputusasaan yang selama ini terpendam perlahan menguasainya.

Kalau ini hanya lelucon, ia tidak akan rugi apa-apa. Tapi kalau ini nyata?

"Oke," katanya akhirnya, setengah berbisik. "Kasih gue uang.Yang banyak. Sekarang."

Hening selama beberapa detik. Veren menunggu dengan napas tertahan, hampir tertawa karena merasa bodoh.

Tapi sebelum ia sempat melanjutkan tawa, sesuatu yang luar biasa terjadi.

Seluruh apartemennya berubah. Meja reyot tempat laptopnya berada berubah menjadi kayu mahoni yang mewah.

Kursi plastiknya kini menjadi kursi kulit hitam yang empuk. Sofa usangnya berganti dengan sofa besar yang terlihat mahal.

Tapi yang paling mengejutkan adalah lantai apartemennya yang penuh dengan uang.

Tumpukan uang kertas tersebar di mana-mana, mulai dari pecahan kecil hingga besar.

Kilauan dari dinding yang kini berlapis marmer memantulkan cahaya lampu, membuat apartemen itu terlihat seperti ruangan di hotel bintang lima.

Veren ternganga, tak mampu berkata-kata. Tangannya gemetar saat ia meraih selembar uang kertas dan merasakannya.

Nyata. Ini semua nyata.

"Anjir..." ia akhirnya berhasil mengucapkan kata-kata. "beneran bisa!"

[Sistem tidak pernah salah]

Jantung Veren berdegup kencang. Ia masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.

Setelah beberapa menit, senyum perlahan muncul di wajahnya.

Rasa takut yang tadi menyelimuti mulai tergantikan dengan sesuatu yang lebih kuat: rasa berkuasa.

"Kalau gitu..." Veren mengusap dagunya, mencoba memikirkan sesuatu yang lain. "Kasih gue tubuh atletis. Lo tau maksud gue, kan? Otot, tinggi badan, wajah ganteng. Yang sempurna."

Hampir seketika, ia merasakan sensasi aneh di seluruh tubuhnya.

Kulitnya terasa lebih kencang, seperti ada energi yang menyebar ke setiap otot dan tulangnya.

Ia melirik ke kaca di seberang ruangan, dan hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

Pria yang ia lihat di kaca jauh berbeda dari bayangan lamanya.

Tinggi badannya bertambah. Tubuhnya kini dihiasi dengan otot-otot yang proporsional, seperti atlet atau model iklan.

Wajahnya terlihat bersih, dengan rahang tegas dan kulit yang bercahaya sehat.

Bahkan bekas jerawat di wajahnya yang dulu membuatnya minder telah lenyap.

"Gokil," bisiknya. Ia tidak bisa menahan tawa.

Tangannya menyentuh wajahnya sendiri, memastikan semua ini bukan ilusi. Tapi tidak, ini nyata. Sangat nyata.

"Gak percaya gue," katanya lagi, kali ini lebih keras. Suaranya terdengar bergetar, antara senang dan takjub. "Gue... beneran punya kekuatan di dunia nyata?"

[Sistem telah diaktifkan untuk memenuhi semua permintaan Anda, Host]

Veren tidak tahu harus bagaimana. Ia menghabiskan malam itu mencoba berbagai hal.

Dia meminta makanan paling mewah yang hanya pernah ia lihat di TV.

Seketika, meja makannya penuh dengan berbagai hidangan yang tampak seperti karya seni.

Ia meminta apartemen yang lebih besar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada di penthouse mewah dengan pemandangan kota dari ketinggian.

Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi. Veren berhenti bekerja, tentu saja.

Ia tidak perlu uang lagi, karena ia bisa mendapatkannya kapan saja.

Dia membeli pakaian mahal, berjalan di jalanan kota dengan percaya diri yang belum pernah ia miliki sebelumnya.

Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Sebuah rasa haus yang tak terpuaskan.

"Apa lagi yang bisa gue minta?" tanyanya pada dirinya sendiri suatu malam, saat ia duduk di sofa mewah di apartemen barunya.

Pria itu menyesap anggur dari gelas kristal, memandang keluar jendela.

Kehidupannya telah berubah total. Tapi ada sesuatu yang ia rasakan, samar-samar namun mengusik.

Kekosongan.

"Sistem," katanya akhirnya, memanggil suara itu.

"Ya, Host?"

"Kalau gue bisa punya apa aja, kenapa gue malah ngerasa kosong, ya?"

[Sistem hanya memenuhi keinginan Anda. Pemenuhan kebutuhan emosional adalah tanggung jawab Anda sendiri.]

Veren menghela napas panjang. Ia menatap kota yang gemerlap di bawahnya, berusaha mengabaikan rasa hampa yang mulai merayapi pikirannya.

"Kalau gitu," katanya akhirnya dengan senyum masam, "gue mau minta something yang jauh lebih gede."

Veren mendongak ke atas langit, lalu berkata. "Kalau gue bisa ngatur segalanya, kayak... Dewa, gimana?"

[Sistem membutuhkan definisi lebih lanjut dari istilah ‘Dewa,’]

"Gue mau tahu segalanya. Ngontrol segalanya. Bisa ngelakuin apa pun yang gue mau tanpa batas. Kayak dewa. Lo ngerti kan maksud gue?"

[Permintaan Anda diproses...]

Sebelum Veren sempat mengatakan apa-apa lagi, tubuhnya mulai melayang.

Pria itu merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Pandangannya gelap sejenak, lalu berganti dengan pemandangan alam semesta.

Ia melihat bintang-bintang yang meledak dalam kehampaan kosmik, galaksi yang berputar perlahan, dan energi tak terhingga yang mengalir di setiap sudut realitas.

Dalam sekejap, Veren merasa seperti memahami segalanya.

Setiap molekul, setiap atom, bahkan setiap pikiran manusia di planet kecil bernama Bumi.

Dia tahu apa yang sedang terjadi di setiap tempat, setiap waktu. Waktu sendiri kini terasa tidak relevan.

Ketika ia kembali ke penthouse-nya, ia bukan lagi manusia yang sama. Ia adalah sesuatu yang jauh lebih besar.

Hari-hari berikutnya, Veren mulai mengeksplorasi kekuatan barunya.

Pria itu menciptakan sebuah bintang baru di luar angkasa hanya untuk melihat apa yang terjadi.

Ia menghentikan waktu di Bumi selama satu hari penuh, hanya untuk berjalan-jalan dan mengamati manusia dalam keadaan diam seperti patung.

Namun, eksperimen yang paling menarik baginya adalah bereksperimen dengan manusia.

Suatu hari, ia turun ke jalan dan menemukan seorang pria tunawisma yang duduk di trotoar.

Pria itu tampak lelah, dengan wajah yang dipenuhi kerut dan pakaian compang-camping.

"Hidup lo gak bahagia ya?" tanya Veren, berdiri di depan pria itu.

Pria itu mengangkat kepalanya, menatap Veren dengan tatapan bingung. "Siapa lo?" tanyanya.

"Nggak penting. Kalau gue kasih lo semua yang lo mau, lo bakal bahagia nggak?"

Pria itu mengangguk tanpa ragu. "Iyalah! Gue cuma pengen hidup enak, itu aja."

Veren tersenyum kecil. Dengan satu pikiran, ia mengabulkan permintaan pria itu.

Dalam sekejap, pria tersebut memiliki rumah besar, mobil mewah, uang yang tak terhingga, dan kesehatan yang sempurna.

Pria itu tampak kaget, lalu tertawa keras, berulang kali mengucapkan terima kasih kepada Veren sebelum pergi menikmati kehidupannya yang baru.

Tapi Veren tahu apa yang akan terjadi.

Dalam beberapa minggu, pria itu kembali hancur.

Kekayaan dan kemewahan tidak memberikan kebahagiaan yang ia cari.

Sebaliknya, pria itu kehilangan arah. Ia tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan, karena semua hal yang dulu ia impikan kini terasa hampa.

Veren mengamati dari kejauhan, menyaksikan kejatuhan pria itu dengan campuran rasa puas dan kebosanan.

"Manusia tuh tolol banget ya," katanya pada dirinya sendiri. "Udah di kasih segalanya juga tetep gak puas."

"Sistem," panggilnya, "kenapa manusia bisa segoblok ini?"

[Manusia adalah makhluk yang dirancang untuk bertahan hidup, Host. Tapi mereka tidak dirancang untuk menjadi sempurna.]

Veren tertawa kecil. Ada kegetiran dalam tawanya. "Sempurna itu overrated."

Namun, pemikiran itu tidak menghentikannya untuk terus bereksperimen. Ia mulai bermain-main dengan ide yang lebih gila.

"Kalau gue kasih semua manusia kekuatan kayak gue," katanya pada Sistem, "apa yang bakal terjadi?"

[Sistem memperingatkan bahwa itu akan menciptakan kekacauan, Host.]

"That's it," jawab Veren sambil tersenyum dingin.

Dalam satu pikiran, ia memberikan seluruh umat manusia kemampuan yang sama seperti dirinya.

Setiap orang bisa menciptakan apapun yang mereka inginkan, mengubah realitas sesuka hati mereka.

Hasilnya? Bencana total.

Kota-kota menjadi medan perang antar ego. Orang-orang saling menciptakan dan menghancurkan tanpa henti.

Tidak ada kerja sama, tidak ada aturan, hanya kekacauan.

Beberapa orang menciptakan gedung-gedung megah hanya untuk dihancurkan oleh yang lain.

Orang lain menciptakan senjata untuk melawan musuh-musuh mereka, dan perang tak berujung pun dimulai.

Veren menyaksikan semuanya dari atas gedung tertinggi di Jakarta. Ia duduk di kursi santai, menyeruput kopi, dan memandangi dunia yang perlahan runtuh.

"Boring banget ya hidup kayak gini," gumamnya.

Dalam waktu beberapa minggu, dunia benar-benar hancur.

Manusia tidak mampu menangani kekuatan tanpa batas yang diberikan kepada mereka.

Kekacauan ini bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dengan mudah.

Di tengah kehancuran, Veren merasa lebih kosong dari sebelumnya.

Bagaimana mungkin ia memiliki segalanya, namun tetap merasa tak punya apa-apa?

Dan untuk pertama kalinya, ia mulai bertanya-tanya apakah kekuasaan mutlak ini benar-benar layak dimiliki.

Veren duduk sendirian di atap gedung tertinggi di kota, memandangi dunia yang sudah berubah menjadi puing-puing.

Di sekelilingnya, langit malam terlihat kosong, tanpa gemerlap cahaya yang biasanya memenuhi kota.

Semua hancur. Tidak ada lagi hiruk-pikuk manusia, hanya kesunyian dan kehampaan.

Veren menghela napas panjang, menyeruput sisa kopi yang kini terasa hambar di lidahnya.

Dia memikirkan segala hal yang telah ia lakukan sejak Sistem muncul dalam hidupnya.

Semua kemewahan, kekuatan, dan kendali tak terbatas yang ia miliki ternyata tidak bisa mengisi kekosongan di dalam dirinya.

"Sistem," panggilnya, suaranya nyaris seperti bisikan.

[Ya, Host?]

"Kalau gue mati, lo gimana?" tanyanya tanpa ekspresi.

[Saya hanya ada untuk melayani Anda, Host. Jika Anda tidak ada, maka saya juga akan berhenti.]

Veren tertawa kecil, getir. "Lucu, ya. Gue ngeluh terus soal manusia nggak pernah puas, tapi ternyata gue sendiri lebih buruk."

Pria itu terdiam sejenak, memandangi bulan yang menggantung rendah di langit.

Untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa seperti keabadian, ia merasa tenang.

Mungkin karena ia sudah membuat keputusan.

"Sistem," katanya dengan suara tegas, "hapus gue."

[Hapus Anda? Keputusan ini tidak dapat diubah, Host. Anda yakin ingin melanjutkan?]

Veren tersenyum kecil. Senyum yang berbeda dari sebelumnya—bukan senyum arogan atau sinis, tapi senyum lega.

"Ya, gue yakin. Udah cukup."

Hening sejenak. Lalu Sistem memberikan tanggapan terakhirnya.

[Permintaan Anda akan diproses. Dunia akan kembali ke keadaan semula, tanpa memori atau jejak tentang Anda atau Sistem."]

Veren mengangguk. Ia menatap langit sekali lagi, menikmati pemandangan terakhir sebelum semuanya berakhir.

"Selamat tinggal, Sistem," katanya.

[Selamat tinggal, Host.]

Dalam sekejap, tubuh Veren menghilang bersama semua yang ia ciptakan.

Dunia kembali seperti semula—apartemen kecilnya yang bocor, laptop bututnya, bahkan pekerjaan kantoran yang membosankan.

Namun, tidak ada yang mengingat Veren atau Sistem.

Dunia berjalan seperti biasa, seolah semua yang terjadi hanyalah ilusi.

Di sudut kecil realitas, sisa-sisa keberadaan Veren dan kekuatannya lenyap sepenuhnya.

Veren memilih untuk mengakhiri segalanya, bukan karena dia kalah, tapi karena ia akhirnya mengerti bahwa kekuasaan tanpa batas hanyalah kehampaan yang dibungkus dengan ilusi kepuasan.

Dan dengan itu, keheningan abadi pun mengambil tempatnya.

1
Aisyah Suyuti
seru
Äï
kasian kemempuan mc langsung di nerf habis²an atau mungkin kemempuan yg di kasih system langsung hilang
Igris: itu si remy nahan diri krena lawannya itu temennya dlu
total 1 replies
Mahendra
up nya kelamaan
Igris: males
total 1 replies
Ryan Hidayat
lanjutkan bos ku
Äï
crazy up lah thor
dennisad
👍👍👍
dennisad
Lanjuttt
RidhoNaruto RidhoNaruto
up
Aisyah Suyuti
bagus juga nih
Äï
emang panigale V4 bisa buat boncengan? perasaan gk bisa deh 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!