Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Danish kehilangan Jejak Jingga sejak keluar dari Surau karena ia terlalu menjaga jarak. Namun ia tak panik sama sekali.
Danish ingat tempat ini ada dalam buku Jingga.
Tempat mereka menemukan sang Jingga raksasa. Rumah yang berjarak, Surau kecil , jalanan yang sepi ,serta banyaknya jejeran pohon kelapa begitu jelas digambarkan oleh Jingga.
Koa juga menulis hal tersebut dalam buku diarynya.
Danish akhirnya menemukan tempatnya, sebuah pantai tersembunyi yang tidak terlalu bersih. Namun sejauh mata memandang ia sama sekali tak menemukan Jingga hanya ada sepasang sendal yang nyaris tergulung ombak. Danish tau itu milik Jingga karena melihat ia memakainya di Surau tadi, ia lalu mengambil sendal tersebut dan meletakkannya sedikit lebih jauh jangkauan air laut.
Danish kembali mengedarkan pandangan dengan gusar. Mencari sosok Jingga yang tak kunjung muncul.
"Jingga!!!"
"Jingga!!!"
Suara Bariton Danish menggema disepanjang bibir pantai, namun sayang sang pemilik nama tetap tak menampakkan diri.
Danish semakin gusar, fikiran buruk hinggap dikepalanya.
Bagaimana jika Jingga melakukan hal bodoh?
Danish menatap sepasang sendal Jingga dari kejauhan, kemudian menatap lekat air laut berombak kecil.
"Mungkinkah?" Gumam Danish, dan secepat kilat ia berlari tak karuan kearah pantai sambil terus meneriakkan nama Jingga.
"Jingga!! Jingga!! Kumohon jangan lakukan hal bodoh." Teriak Danish yang terus berjalan didalam air yang kini sudah mencapai setengan pahanya.
Tapi saat ia berbalik ia menemukan Jingga berdiri menatapnya dari kejauhan, wanita itu masih mengenakan dress putih yang kering.
"Jingga...."
Sementara itu Jingga menatap heran pada pria ditengah laut yang terus menerikkan namanya.
Tatapan kosong Jingga terus tertuju pada sosok itu, sampai akhirnya Jingga melihatnya sebagai Seseorang yang sangat tidak asing.
"Jinggga sini sayang......"
Kata kata itu sering diucapkan Koa tatkala memanggil sang istri untuk ikut bersamanya Mandi dilaut. Dan Kali ini Jingga seakan mendengarnya lagi begitu jelas.
Perlahan Ibu dua anak itu melangkah pelan hingga akhirnya ia berlari menuju Danish sambil terus menggumamkan nama Koa.
"Jingga kau tidak apa apa?" Danish memegang kedua bahu Jingga penuh rasa khawatir. Ia bersyukur karena fikiran buruknya tidak terbukti, Akan tetapi Jingga hanya diam saja dengan mulut sedikit terbuka dan bergetar.
"Aku tau kau akan kembali....." Ujar Jingga dengan pandangan berbinar, ia mengangkat tangan lalu mulai mengusap wajah Danish begitu pelan, seakan menikmati sentuhan yang sudah begitu lama tak ia rasakan.
"Kau baik baik saja hemm....."Jingga mengambil kedua tangan Danish lalu diletakkan dikedua pipinya, "Tanganmu masih hangat seperti biasanya...."Jingga menutup matanya dalam seakan enggan untuk membukanya lagi.
"Jingga.....sadarlah!" Mata Danish memerah menehan kesedihan, dan seketika itu juga Jingga menjatuhkan tangan Danish dari wajahnya.
"Sepertinya aku sudah gila...." Jingga tersenyum miris, ia sedikit menjauh dari Danish hingga kakinya tidak lagi berpijak didalam air.
" kenapa abang ada disini? Apa yang abang lakukan ditengah laut sambil terus memanggil namaku?" tanya Jingga yang masih berusaha mengatur kesadarannya.
"Aku fikir kau....."
"Bunuh Diri?" potong Jingga, ia menutup mata dan menggeleng pelan, namun seketika wajahnya berubah serius dan datar.
"Aku sudah pernah melakukan hal serupa! Dan tak ingin melakukannya lagi, masih ada Senja dan Embun yang menungguku." jawab Jingga. Ia yakin Dokter Amanda sudah menceritakan pada Danish kisah saat ia mengalami depresi berat.
Entah mengapa Jingga tak ingin terlihat lemah dan rapuh dihadapan Danish. Cukup sekali saja ia melihatnya malam itu.
Saat berbalik dan hendak menjauh Danish tiba tiba menarik pergelangan tangan Jingga.
"Kau yakin baik baik saja?" Danish tak bisa menutupi raut wajah khawatirnya. Bagaimana tidak baru saja Jingga seolah melihatnya sebagai orang lain.
"Aku baik baik saja bang...." Jingga menarik tangannya, "Abang belum menjawab pertanyaanku! Kenapa bisa abang ada disini?"
"Maaf.....aku mengikutimu sejak dari pantai X, Aku tidak sengaja melihatmu disana." Jelas Danish ia tak ingin Jingga menganggapnya sebagai penguntit meski memang benar ia mengikuti Jingga.
"Ah...." Jingga hanya mengangguk lemah.
"Pulanglah bang, Saat maghrib jalanan disini sangat gelap, tak ada lampu jalan." Jingga yakin Danish memarkir mobilnya dijalanan besar.
"Kau sendiri?"
"Aku juga mau pulang."
Sebenarnya Jingga ingin menikmati Senja, hanya saja kehadiran Danish menghilangkan keinginan tersebut. Ia tak nyaman jika ada orang lain, meski itu Danish sekalipun.
"Jalan didepan....!" titah Jingga saat Danish justru berjalan disisinya, dan mantan suaminya itu menurut saja ia tak ingin membuat masalah dengan Jingga. Sebisa mungkin Danish ingin agar Jingga bisa nyaman jika bersamanya, tanpa bermaksud apa apa tentunya.
"Baiklah...."
Jingga terus memandang punggung bidang Danish dan itu terus mengingatkannya dengan koa. Punggung suaminya itu selalu hangat dan menjadi tempat terbaik untuk berlindung.
Saat fikirannya mulai kosong ia mulai melihat Danish sebagai Koa sehingga Jiñgga melangkah sedikit lebih cepat, namun saat tangannya sudah terulur untuk menyentuh Danish ia segera tersadar.
"Aku pasti sudah gila....." Gumam Jingga yang masih bisa didengar Danish.
"Kenapa?" Danish menoleh, dan mememukan Jingga yang seperti salah tingkah dengan satu tangan masih memggantung diudara.
"Ah...tidak apa..apa jalanlah.." ujar Jingga lagi.
Mereka melangkah dalam diam, sampai akhirnya Danish berhenti didepan Surau karena hari sudah mulai gelap.
"Kita Sholat dulu...." Ajak Danish dan Jingga mengangguk setuju.
Wanita itu terus menatap Danish mulai dari awal masuk Surau sampai pria itu mengambil sarung untuk mengganti celananya yg basah lalu berjalan menuju bilik kamar mandi dibagian belakang.
"Sejak kapan Abang sholat?" Tanya Jingga penasaran ketika mereka keluar dari Surau.
"Sejak bercerai darimu." Danish tersenyum getir, "Aku hampir melampiaskannya ke Alkohol. untung kau meninggalkan buku bersampul ungu itu."Kenang Danish bahagia.
"Ah...buku itu,"Jingga tersenyum simpul, ada banyak cerita mengenai buku tersebut. Bagaimana tidak, Koa yang notabene mengenalkan dirinya dengan agama justru harus berhadapan dengan Jingga. Istrinya itu selalu memaksa Koa menghapalkan setiap bacaan yang ada.
Jingga terus tersenyum kala mengingat ia harus menjewer Koa jika setoran hapalan nya tak sesuai dengan yang dibuku.
"Kenapa kau tersenyum?" tanya Danish, ia ikut senang melihat Jingga kembali tersenyum.
"Ah....aku teringat kenangan bersama suamiku. Ia begitu pandai melukis tapi begitu lemah pada hapalan...."Jingga mengulum senyumannya, ia sebisa mungkin mengenyahkan fikiran Jika Koa sudah tiada, Jingga kembali menstimulasi fikirannya seolah olah ia membicarakan seseorang yang masih hidup.
"Ah....begitu..." Danish tersenyum.
Melihat Jingga yang tidak lagi berbicara padanya, Danish hendak melangkah lebih cepat agar bisa kembali berjalan didepan Jingga. Tapi tak disangka Jingga mencegahnya.
"Jalan disini saja bang." Seru wanita itu, bukan tanpa sebab. Jingga tak rela melihat Danish sebagai Koa seperti tadi jika melihat punggungnya. Koa terlalu sempurna diserupakan dengan pria semacam Danish.
Jika ditanya bagaimana pesasaan Jingga pada Danish? Maka semuanya biasa saja. sama sekali tak ada ruang sekecil apapun untuk nama Danish dihatinya. Meski Wanita itu sudah memaafkan Danish.
"Oh iya bagaimana kabar Alea?" Jingga sebenarnya tidak begitu penasaran. Hanya saja ia bingung harus memulai topik pembicaraan. Jingga tak ingin banyak melamun dijalan sehingga fikirannya kembali memikirkan yang aneh aneh.
"Tidak tahu!" Jawab Danish singkat. ia tidak berbohong, Setelah berpisah, Danish tidak mau memikirkan Alea karena akan semakin memperparah rasa bersalahnya kepada Jingga.
"Oh...."Jingga, hanya beroho ia bisa melihat Danish enggan membahas pemilik hatinya dimasa lalu itu.
"Terima kasih atas idemu saat itu, berkat dirimu produk susu UHT kita mengalami peningkatan penjualan, bahkan sampai sekarang." Danish mengalihkan pembicaraan. Tapi sebenarnya ia memang sangat ingin berterima kasih pada Jingga.
"Aku hanya memberi sedikit ide. Sisanya dikerjakan tim Divisi pemasaran dan Om Daud," Kenang Jingga, "Lagi pula berkat itu, keuntungan yang aku terima dari perusahaan juga meningkat sehingga aku bisa mendirikan sebuah galery seni."lanjut Jingga lagi.
Sebenarnya Danish sangat ingin bertanya mengenai keputusan Jingga memilih hidup sederhana bersama Koa, namun langkah mereka ternyata sudah sampai tepat dimana Danish memarkir mobilnya.
"Pulang bersamaku....." Ajak Danish seraya membuka pintu mobil disamping kemudi.
"Aku naik taksi saja Bang."Jingga mengeluarkan ponsel dari saku dressnya yang ternyata kehabisan Daya.
Ia menghela nafas pasrah, mungkin ia akan menunggu taksi offline.
Tapi apa ada ya? Jingga berfikir sendiri, meski ini jalanan besar namun ia harus berjalan sedikit lebih jauh lagi untuk mencapai jalanan utama yang padat kendaraan.
Melihat Jingga meninggalkannya. Danish buru buru masuk kedalam mobil dan menjalankannya seLambat siput. Ia menyinari Langkah Jingga dengan sorot lampu dekat agar wanita itu merasa aman.
Danish bisa saja memaksa Jingga masuk seperti saat masih menjadi suaminya, Danish sering memaksakan kehendaknya dan Jingga menurut saja, namun ia enggan melakukannya. Ia tetap pada prinsipnya ingin membuat Jingga nyaman.
Berjalan dibelakang Jingga, membuat Danish bisa melihat dengan Jelas jika wanita itu masih sedikit pincang akibat kaki yang terkilir di Perkebunan minggu lalu.
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)