seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
gelisa
Pagi itu datang lebih cepat dari yang diharapkan. Liana terbangun dengan perasaan berat di dadanya. Matanya masih merasa lelah, meskipun tidur semalam tampaknya cukup panjang. Tetapi, setiap kali ia mencoba untuk memejamkan mata, bayangan Darius dan perasaan cemas itu selalu mengganggu. Apa yang sebenarnya diinginkannya? Mengapa dia begitu terobsesi dengan Liana?
Pagi yang cerah itu, sinar matahari menyusup lewat tirai jendela, menciptakan pola cahaya yang menari di lantai. Namun, meskipun dunia luar tampak tenang dan indah, Liana merasakan ketegangan yang semakin mendalam. Dia tahu, bahaya masih mengintainya.
Di luar, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pria yang telah berbicara dengan Liana semalam memasuki ruangan. Wajahnya serius, dan dia tidak mengatakan sepatah kata pun saat matanya bertemu dengan Liana. Namun, dari tatapan itu, Liana bisa merasakan ada sesuatu yang mendalam yang sedang disembunyikan.
“Kita harus pergi sekarang,” kata pria itu, tidak memberi ruang untuk pertanyaan atau keberatan. Suaranya tenang, namun penuh kewaspadaan.
Liana mengangguk pelan. Ia tahu sudah saatnya. Semuanya semakin nyata—apa pun yang menunggunya di luar sana, ia harus hadapi. Tidak ada lagi ruang untuk ketakutan.
Wanita yang sebelumnya berbicara dengannya memasuki ruangan. “Semua sudah siap,” katanya sambil tersenyum tipis, meskipun senyum itu tidak menyembunyikan kecemasan yang jelas terlihat di matanya. “Kita harus bergerak cepat sebelum terlambat.”
Liana menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia mengenakan jaket kulitnya, mempersiapkan diri untuk keluar dari ruang yang mulai terasa semakin sempit. Dalam benaknya, rasa takut itu tidak pernah benar-benar hilang, tetapi dia tahu bahwa ini adalah jalan yang harus ditempuh.
Pria itu memimpin jalan, diikuti oleh Liana dan wanita itu. Mereka berjalan melalui lorong yang panjang menuju pintu depan. Begitu pintu terbuka, Liana dapat merasakan udara segar yang menyentuh kulitnya, meskipun ketegangan di dadanya semakin kuat. Mereka berjalan ke arah mobil yang sudah menunggu, dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun dan jalan yang sepi.
“Dari sini, kita akan menuju tempat yang aman,” ujar pria itu, sambil membuka pintu mobil. “Ada orang yang menunggumu di sana, seseorang yang akan menjelaskan lebih banyak tentang Darius.”
Liana mengangguk, meski ia tidak tahu siapa yang akan mereka temui. Tapi satu hal yang ia tahu pasti—di balik semua ketidakpastian ini, ada satu tujuan yang harus dikejar. Melawan Darius. Mungkin itu satu-satunya cara untuk menghentikan segala sesuatu yang mengancam hidupnya.
Mobil melaju cepat melalui jalan yang berkelok-kelok, sementara Liana menatap ke luar jendela, memikirkan apa yang akan datang selanjutnya. Darius adalah sosok yang tidak bisa diabaikan, dan semakin lama Liana berada di dunia ini, semakin dia menyadari bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi di balik semua ketakutan dan keraguan itu, ada juga tekad yang semakin menguat.
“Kita akan segera sampai,” kata pria itu, menyadarkan Liana dari lamunannya. “Tapi setelah ini, perjalananmu akan jauh lebih berat.”
Liana menoleh padanya, matanya penuh dengan tekad. “Aku siap.”
Mobil terus melaju, meninggalkan jalan raya yang ramai menuju tempat yang lebih sunyi. Namun, dalam perjalanan ini, Liana tahu bahwa dia sedang berjalan menuju takdirnya—dan hanya dengan keberanian, dia bisa menghadapinya.Perjalanan yang terasa panjang itu akhirnya berhenti di sebuah kawasan terpencil yang dikelilingi oleh hutan lebat. Mobil berhenti di depan sebuah rumah tua yang tampak terabaikan. Pintu besinya sudah berkarat, dan pagar kayu yang mengelilingi rumah itu sedikit miring. Tetapi ada sesuatu yang berbeda di tempat ini—sebuah aura yang memberi kesan bahwa tempat ini bukan sekadar tempat tinggal biasa.
Pria yang sebelumnya mengantar Liana turun dari mobil dan membuka pintu untuknya. “Kita sampai,” katanya dengan nada serius, seolah memberi tahu Liana bahwa ini adalah titik balik yang penting dalam perjalanan mereka.
Liana melangkah keluar dengan hati berdebar. Ada rasa khawatir yang terus menghantui dirinya. Apa yang akan dia temui di dalam rumah ini? Apakah orang yang menunggu di sana benar-benar bisa membantu, atau justru akan memperburuk keadaan?
Wanita yang ikut bersama mereka juga keluar dari mobil dan mengarah ke pintu depan rumah. “Ikuti kami,” katanya, memberikan arahan singkat.
Liana mengangguk dan mengikuti mereka masuk. Ketika kaki Liana melangkah ke dalam rumah itu, suasana langsung terasa berbeda. Udara di dalam rumah itu lebih dingin, dan keheningan yang mencekam membuatnya merinding. Tidak ada suara apapun kecuali langkah kaki mereka yang menggema di lantai kayu yang sudah usang.
Di ruang tamu, duduk seorang pria paruh baya yang mengenakan jas hitam rapi, meskipun di tempat yang tampaknya sudah lama tidak terurus. Wajahnya tajam, dengan mata yang tajam memandang Liana seakan-akan menilai dirinya dari atas hingga bawah.
“Dia yang kamu tunggu?” tanya Liana dengan hati-hati.
Pria itu hanya mengangguk pelan, lalu berdiri. “Aku tahu kau punya banyak pertanyaan. Tapi untuk saat ini, aku hanya ingin kau mendengarkan,” ujarnya dengan suara rendah namun penuh kewibawaan.
Liana tetap diam, mencoba mencerna kata-katanya. Wanita yang tadi bersamanya berjalan ke samping pria itu dan duduk di sebuah kursi panjang.
“Darius bukan hanya seorang mafia,” kata pria itu akhirnya, memecah keheningan. “Dia memiliki tujuan yang lebih besar. Dan kau, Liana, ada di tengah-tengah semuanya.”
Liana mengerutkan kening, perasaan tidak nyaman mulai menguasai dirinya. “Apa maksudmu? Aku hanya gadis biasa. Kenapa aku harus terlibat dalam dunia ini?”
Pria itu menghela napas panjang. “Kau lebih dari sekadar gadis biasa. Kau adalah kunci untuk menghentikan Darius.”
Liana terkejut. “Kunci? Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Aku tidak mengerti.”
Pria itu mengarahkan pandangannya ke luar jendela, seolah berusaha memilih kata-kata yang tepat. “Darius bukan hanya seorang pemimpin mafia. Dia sedang mencari sesuatu, dan apa yang dia cari, itu akan mengubah segalanya. Dia memiliki sebuah kekuatan yang tidak bisa dihadapi begitu saja—dan kau, Liana, adalah satu-satunya yang bisa menghentikannya.”
Liana merasa tenggorokannya tercekat. “Aku? Apa yang bisa aku lakukan? Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi!”
Pria itu berbalik, matanya menatap tajam pada Liana. “Kau akan tahu segera. Tapi ingat, kau tidak sendirian dalam ini. Kami akan membantumu. Namun, pilihan yang kau buat sekarang akan menentukan segalanya. Dunia ini tidak akan pernah sama lagi setelah ini.”
Liana menelan ludah. Semua ini terasa semakin berat. Dia hanya seorang gadis biasa yang terjebak dalam pusaran kekuatan yang tidak dimengertinya. Namun, satu hal yang jelas—kehidupannya kini tergantung pada keputusan yang harus dia buat.Liana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.