Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Pembantu
Bab 6. Pembantu
POV Author
"Kenapa lagi mukamu kusut begitu Hendra?" Tanya Bu Ida melihat anaknya datang dengan langkah gontai.
Hendra menghempaskan bobot tubuhnya di sofa ruang tamu sekaligus menjadi ruang keluarga di rumah ibunya.
"Bu, aku sudah tidak tahan lagi hidup dengan wanita itu!"
"Kenapa lagi dengan dia?! Tidak ada habisnya dia setiap hari terus berulah!"
"Karena itu Bu, aku ingin bercerai dengan dia!" Ujar Hendra menegakkan posisi duduknya tanda ia berbicara serius.
"Eeh..., jangan dulu Hendra! Kalau kamu bercerai, siapa yang akan membersihkan rumah ini? Hari gini bayar gaji pembantu itu mahal Hendra!"
Hendra mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu keduanya tangannya berpangku di atas pahanya dan saling menggenggam.
"Dia sudah curiga aku punya mobil baru Bu. Aku tidak tahu dia tahu dari mana. Jatah bulanannya aku potong lagi 50ribu untuk nambah-nambah cicilan mobil."
"Loh, kok dia bisa tahu?"
"Mana aku tahu Bu..."
"Jangan sampai dia tahu Hendra. Apalagi kalau sampai orang tuanya tahu kamu punya mobil. Bisa-bisa mereka jadi tahu kalau gajimu itu 15 juta perbulan. Ibu belum ada uang buat ganti penjualan tanah mereka yang dulu Ibu pinjam untuk membelikan Tatik rumah yang sekarang."
"Loh, kok aku gak tahu Bu?"
"Waktu ayahmu membelikan kalian rumah, Tatik nangis-nangis dan mengadu pada ibu. Kalau rumah kontrakannya itu sempit dan dia ingin memiliki rumah sendiri. Jadi timbul ide Ibu untuk meminjam uang sama mereka. Dengan dalih rumah ini sempit untuk kalian tinggali. Dan mereka menjual tanah mereka lalu uangnya diberikan kepada Ibu dan Ibu belikan untuk rumah Tatik yang sekarang. Uang dari tanah itu pas-pasan hanya bisa buat membeli rumah di kota ini dan sedikit perabot."
Hendra terdiam. Ia tampak berpikir keras. Lalu timbul idenya untuk memanfaatkan orang tua Lastri seperti yang di lakukan ibunya sendiri.
"Bu, apa mungkin orang tuanya masih punya banyak tanah yang lain?"
Bu Ida tersenyum mengejek.
"Mana mungkin Hendra, rumahnya reot begitu. Ibu rasa tanah dulu itu satu-satunya harta mereka selain rumah reot itu."
Hendra menghela napas. Keinginan langsung pupus untuk memanfaatkan mertuanya.
"Kamu beri saja lah tambahan uang bulanannya, biar dia diam. Bilang saja kamu baru dapat bonus."
"Kalau begitu jatah Ibu 4 juta aku potong 300 ribu ya?"
"Enak saja! Pokoknya jatah Ibu jangan pernah kamu kurangi! Ibu banyak arisan yang mau di bayar. Uang Nilam saja kamu potong. Terlalu banyak kamu memberinya sampai 3 juta sebulan."
"Ya sudah, uang Nilam aku potong tapi Ibu yang jelasin ke dia. Ini jatah ibu, dan ini punya Nilam, aku titip saja ke Ibu. Oh ya Bu, sekalian tanya, kapan dia lulus kuliahnya. Rasanya sudah lama aku membiayai sekolahnya tapi dia belum lulus juga." Kata Hendra mulai protes.
Bu Ida segera menyambar uang yang di berikan Hendra untuk Nilam, anaknya.
"Iya, nanti Ibu tanyakan."
Bu Ida pun menghitung uang itu di depan Hendra yang tampak tidak peduli.
"Bu aku lapar, aku mau makan disini." Ujar Hendra.
"Makan saja. Ibu tadi masak sayur asem dan ikan goreng juga ada sambelnya." Jawab Bu Ida sambil tetap menghitung uang di tangannya.
Hendra pun beranjak dari duduknya dan menuju dapur.
Kebanyakan kalau di kasih 2 juta 7 ratus ribu. Sebaiknya 700 ini aku simpan saja. Sisanya 2 juta aku berikan untuk Nilam, batin Bu Ida.
Gaji Hendra sebenarnya bukannya 4 juta seperti yang di ketahui oleh Lastri. Melainkan 15 juta sesuai jabatannya yang kini sudah naik menjadi asisten manajer. Gaji itu belum termasuk bonus yang selama ini tidak pernah Hendra katakan kepada siapapun. Bonus sebesar 5 juta itu ia simpan sendiri untuk kesenangan dirinya.
Oleh karena jabatannya sudah naik, Hendra sering di ejek teman-teman kantornya karena masih menggunakan sepeda motor. Karena itu Hendra membeli mobil baru, namun di simpan di rumah Tatik yang berada di gang sebelah. Setiap pagi Hendra akan kerumah Tatik untuk menukar motor dengan menggunakan mobil. Sedangkan motor Hendra di gunakan Tatik untuk mengantar jemput kedua anak kembarnya ke sekolah.
***
Keesokan sore harinya.
"Benar ini buat aku Mas?"
"Iya, aku dapet bonus 500 ribu karena rajin datang awal saat bekerja. Jadi bonus itu aku kasih ke kamu 350, sisanya buat bensin motorku. Kalau bulan depan aku dapet bonus lagi. Aku kasih ke kamu lagi."
"Alhamdulillah, semoga bulan depan Mas dapat bonus lagi. Aku akan bangunin Mas lebih awal biar Mas tidak pernah telat datang ke kantornya." Ujar Lastri dengan wajah senang.
Padahal bonus itu hanya karangan Hendra saja. Bonus sebenarnya selalu Hendra dapatkan tiap bulannya sebesar 5 juta dan itu sudah berlangsung selama hampir satu tahun. Sebelum naik jadi asisten manajer, gaji Hendra berjumlah 7 juta dengan bonus setiap bulannya 2 juta rupiah. Setelah kenaikan jabatan, gaji serta bonusnya melonjak drastis.
"Kamu jangan malas bantu-bantu ibu di rumah. Kasihan ibu sudah tua, aku tidak mau ibuku ngeluh sakit pinggang dan lain sebagainya. Jadilah kamu menantu yang baik buat ibu. Dan ini buat Diah."
Hendra mengeluarkan sebuah boneka berbie yang masih terbungkus dalam kotaknya untuk diberikan kepada Diah.
Mata Lastri berbinar. Baru kali ini suaminya memberikan perhatian untuk Diah, anak mereka. Hati Lastri pun luluh. Ia sedikit menaruh harapan kalau suatu hari nanti, Hendra akan menyayangi Diah, putri mereka satu-satunya.
Sayangnya Lastri yang penurut itu tidak menyadari akan niat terselubung Hendra, suaminya. Semua itu Hendra lakukan agar Lastri tidak bertanya lagi soal mobil baru. Dan tentunya agar Lastri tetap bekerja membersihkan rumah ibunya seperti pembantu yang selalu mereka anggap ke Lastri.
Boneka tadi Lastri berikan pada anaknya. Lalu ia pun bersiap mengambil nasi untuk Hendra makan.
"Kamu mau mengambilkan makan buatku?" Tanya Hendra ketika ia hendak mandi dan melihat Lastri memegang piring bersiap mengaut nasi di dandang.
"Iya Mas."
"Tidak usah. Aku sebentar lagi mau keluar lagi. Ada janji sama temanku." Ujar Hendra.
"Kemana Mas?"
"Sudah, jangan banyak tanya! Di jelaskan pun kamu tidak akan mengerti." Sanggah Hendra.
Lastri pun terdiam. Ia tidak lagi bertanya kepada suaminya.
Hendra sudah berpakaian rapi, tidak lupa menyemprotkan minyak wangi kebagian tubuhnya. Senyumnya mengembang melihat tampilannya di cermin.
Lastri hanya mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Tidak berani bertanya hanya menduga-duga saja dalam hatinya.
"Aku pergi dulu. Kunci saja pintunya karena aku membawa kunci cadangan." Ujar Hendra kepada Lastri ketika sedang memakai sepatu dan bersiap meninggalkan rumah."
Bersambung...
tambah keluarga toxic,menjijikkan jadi lelaki..