Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIM YANG TAK TERDUGA
Riko masih merasa sedikit canggung setelah bertemu dengan anggota tim Ryo yang kelihatan lebih profesional. Mereka semua memiliki aura yang kuat, dan sebagian besar tampak tidak tertarik dengan kehadiran Riko. Mereka sepertinya sudah terbiasa dengan kehebohan dan tekanan dunia pertarungan.
Namun, ada satu orang yang mencuri perhatian Riko. Seorang pria tinggi, dengan rambut berantakan dan jenggot tipis yang sepertinya sudah sangat lama tidak dicukur. Mungkin dia lebih cocok jadi tukang kebun daripada petarung, pikir Riko.
Ryo memperkenalkan dia. "Ini Daiki, salah satu petarung terbaik di tim ini. Lo bakal belajar banyak dari dia."
Daiki hanya melirik Riko dengan ekspresi datar. "Hmm, jadi lo yang bakal ngisi slot 'berani tapi bodoh' di tim ini?" ujarnya sambil mengeluarkan senyum sinis.
Riko langsung menatap Tatsu dengan cemas. "Tatsu, kenapa gue malah merasa jadi bahan olokan, ya?"
Tatsu tertawa kecil. "Tenang aja, bro. Mungkin Daiki cuma lagi galau karena dia nggak punya rambut yang bisa disisir rapi."
Riko hampir tertawa terbahak-bahak, tetapi dia berusaha menahan diri. "Bener juga sih," gumamnya, sambil melihat Daiki yang kelihatannya lebih suka diam daripada berbicara.
Setelah beberapa saat canggung, Ryo mulai memberi instruksi. "Oke, kita akan mulai dengan latihan ringan dulu. Daiki, lo ajarin Riko beberapa gerakan dasar."
Riko mengangguk dan mulai berdiri, siap untuk mengikuti petunjuk Daiki, meskipun dia tidak tahu apa yang akan terjadi. Tatsu tetap di belakang, berusaha memberi semangat dengan cara yang agak unik.
"Semangat, bro! Jangan lupa, kalau lo jatuh, itu cuma bagian dari proses. Lagian, paling nanti kita bisa jual video lo jatuh ke YouTube. Pasti viral!" Tatsu berkata sambil tertawa keras.
Riko hanya bisa menggelengkan kepala, merasa sedikit bingung dengan cara Tatsu mendukungnya. Tapi, dia tahu bahwa jika ingin sukses, dia harus bertahan.
---
Latihan Pertama: Gagal yang Menggelikan
Latihan dimulai dengan pemanasan, dan Daiki memberikan instruksi yang sangat dasar: gerakan memutar, posisi bertahan, dan beberapa tendangan ringan. Riko mencoba mengikuti dengan serius, tetapi dia merasa gerakannya kaku dan sangat canggung. Satu-satunya hal yang berjalan dengan lancar adalah napasnya yang mulai ngos-ngosan.
"Tendangan lo nggak pas, bro," kata Daiki tanpa ekspresi. "Lo malah mirip orang yang lagi nari salsa ketimbang tendangan kaki."
Riko menunduk, merasa malu. "Gue nggak tau kenapa, ya, rasanya kayak lagi nyerang bayangan. Cuma beda, bayangannya nggak bergerak."
Tatsu dari jauh berteriak, "Tenang bro, lo lagi nyerang bayangan karena bayangannya nggak pernah ada! Coba cari bayangan yang lebih realistis!"
Riko mengerutkan kening dan kembali berusaha. Dia mengangkat kaki dan mencoba tendangan yang lebih serius. Kali ini, tendangannya cukup kuat, tetapi... malah mengenai bola latihan yang ada di sampingnya. Bola itu langsung terlempar ke arah Tatsu, yang terkejut dan langsung terjatuh dari kursi.
"HAH! Lo malah nendang bola ke gue! Riko, lo bikin gue jadi bahan tertawaan!" Tatsu tertawa terbahak-bahak, sementara Daiki hanya memutar bola matanya.
Riko berdiri dengan keringat dingin di dahi. "Maaf, Tatsu! Gue nggak sengaja!"
Tatsu masih tertawa. "Gak apa-apa, bro. Paling nggak, kalau lo nggak jadi juara, lo bisa jadi pengisi acara komedi di pertandingan. Gini aja, lo jual tawa, gue jual tiketnya!"
Daiki hanya mendengus dan melangkah maju, lebih memilih untuk fokus pada Riko daripada mendengarkan lelucon Tatsu yang tak ada habisnya. "Coba lo perhatikan gerakan lo dengan lebih serius. Lo nggak bakal bisa berkembang kalau nggak mau belajar."
Riko mengangguk dan mencoba menyesuaikan gerakannya. Namun, setiap kali dia merasa sedikit lebih baik, Tatsu selalu datang dengan komentar kocak.
"Bro, lo nggak perlu jadi petarung yang berkelas kok. Kalau lo nggak berhasil, lo bisa jadi stand-up comedian, yang penting lo bisa bikin orang ketawa!" Tatsu berteriak, terus menambahkan tekanan ringan, meskipun tujuannya jelas untuk menyemangati.
Riko akhirnya tak bisa menahan tawa. "Jadi lo mau gue jadi fighter sekaligus komedian? Tatsu, lo pikir gue bisa multitasking gitu?"
Tatsu dengan polos menjawab, "Gue rasa lo bisa, bro. Lo kan udah terbukti jago bikin orang ketawa."
---
Reaksi Daiki: Di Luar Dugaan
Setelah beberapa jam latihan, Riko mulai merasa lebih baik. Meskipun gerakannya masih agak kaku, dia mulai memahami beberapa dasar pertarungan yang cukup berguna. Tapi yang paling mengejutkan, Daiki, yang sebelumnya tampak sangat serius, akhirnya menunjukkan sedikit senyum.
"Lo nggak jelek-jelek amat, Riko," kata Daiki sambil merapikan rambutnya yang berantakan. "Gue kira lo bakal jadi orang yang lari dari tantangan, tapi ternyata lo tetap ngelawan. Itu yang gue suka."
Riko terkejut. "Eh, serius? Gue kira lo nggak suka sama gue."
Daiki tertawa kecil. "Nggak, gue cuma nggak suka sama orang yang cuma ngomong doang tanpa action. Lo udah mulai masukin usaha, jadi gue mulai respect."
Tatsu yang mendengar percakapan itu langsung bersorak, "YES! Gue bilang juga apa, bro! Lo jadi favorit gue sekarang! Mungkin lo bisa jadi lebih dari sekadar meme."
Riko hanya bisa menggelengkan kepala, merasa bahwa mungkin ada yang salah dengan cara Tatsu mendukungnya. Tapi, tidak bisa dipungkiri, bahwa dukungan dari teman sejati seperti Tatsu—meskipun penuh guyonan—sangat berharga.
---
Malam yang Penuh Rencana
Setelah latihan selesai, Ryo mengumpulkan semua anggota tim untuk rapat. Riko merasa sedikit tegang, meskipun suasananya lebih santai dibandingkan saat pertama kali bertemu.
"Riko, sekarang lo udah resmi jadi bagian dari tim," kata Ryo sambil memandangnya. "Gue harap lo siap untuk menghadapi tantangan besar. Semua orang di sini punya tujuan yang jelas. Tapi kita nggak cuma bertarung untuk menang, kita bertarung untuk sesuatu yang lebih besar."
Riko mengangguk. "Gue ngerti, Ryo. Gue siap."
Ryo tersenyum. "Kita akan mulai dengan pertandingan kecil dalam beberapa hari ke depan. Gue harap lo sudah siap, karena kalau lo nggak siap, lo bakal tahu rasanya terjatuh."
Tatsu menyela dengan nada bercanda, "Bro, kalau lo terjatuh, gue siap jadi fotografer lo. Pasti foto-foto lo bakal viral. Kalo lo jadi meme, gue bakal jadi manajer lo."
Riko tertawa. "Gue rasa kita akan punya banyak kerjaan, Tatsu."
Ryo hanya menggelengkan kepala, meskipun dia juga tidak bisa menahan senyum. "Oke, itu cukup untuk malam ini. Siapkan diri kalian, karena minggu depan akan lebih berat."