Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
“Tunggu sebentar.”
Kelana menarik pundak Adipati yang hendak masuk ke ruangannya. Tangannya pun meremas ponsel sangat kuat, bahkan tatapannya sangat tajam sampai bisa menghunus siapa saja yang melihatnya.
“Kamu kenapa?” tanya Adipati. “Iya, nanti saya usahakan buat bujuk om saya supaya terima talent kamu.”
“Bukan itu, ini apa maksudnya?” Kelana menunjukkan layar ponsel di hadapan wajah sahabatnya.
Sempat tertegun saat melihat layar ponselnya sendiri, namun Adipati tetap bergesture tenang saat memandang foto Kadara yang berpakaian sexy.
“Itu Dara,” sahut Adipati.
“Saya juga tau ini Dara. Tapi maksud kamu apa pasang wallpaper foto Dara? Kamu tau Dara pacar saya, kan? Kamu juga tau Dara sudah jadi istri saya. Apa kamu suka Dara?”
Adipati terkekeh. “Saya pasang foto Kadara memang karena suka Dara. Tapi yang namanya suka kan belum tentu cinta. Saya boleh kan mengagumi istri kamu?” Lanjut mengambil ponselnya.
“Mengagumi? Sejak kapan kamu mengagumi Dara? Selama ini saya banyak curhat tentang Dara ke kamu, terus diam-diam kamu mengangumi pacar sahabatmu sendiri gitu?”
“Iya.”
“Apa?”
“Oke, karena kamu udah tau, saya akan jujur. Saya memang suka sama Dara dari pertama kali kamu bawa dia berkenalan dengan saya. Tapi itu hanya sebatas suka, yang pada intinya Dara udah jadi milik kamu.”
“Ya tapi kenapa harus Dara dan kenapa harus diam-diam? Kamu itu teman yang paling tau perasaan saya pada Dara. Kalau gini caranya, kamu nusuk dari belakang.”
“Tenang.” Adipati menepuk bahu Kelana. “Intinya tetap kamu pemenangnya. Tetap kamu yang dicintai Dara dan berhasil memilikinya.”
Kelana menyingkirkan lengan Adipati dari bahunya. “Apa diam-diam kamu dan Dara punya hubungan spesial?”
Adipati tertawa. “Kamu ngomong apa sih, Kelana? Nggak mungkin saya nikung sahabat saya sendiri. Finish, okay? Jam kerja udah mulai, pokoknya saya janji akan bujuk om saya untuk terima talent dari kamu di film terbarunya.”
**
**
**
Beberapa jam Kelana berkutat dengan pekerjaannya, pikiran pria itu selalu bercabang memikirkan foto istri ke duanya yang dijadikan wallpaper oleh sahabatnya. Ia tak menyangka diam-diam Adipati menyukai Kadara, sekaligus curiga pada mereka yang memang selalu akrab.
Kelana jadi mengingat momen mendapati Kadara sedang chatan dengan Adipati. Ia pikir kedekatan pacar dan sahabatnya itu hanya interaksi biasa layaknya teman yang sudah seperti sahabat. Tapi jika Adipati sudah berani memasang foto Kadara, entah mengapa Kelana jadi mencurigai kedekatan mereka ada apa-apanya.
“Masa sih Adipati berani nikung? Masa juga Kadara berani selingkuh sama Adipati?” gumam Kelana sambil berjalan kaki, dengan sebuah berkas di tangannya.
“Rasanya nggak percaya kalau Adipati sampai berani deketin Dara diam-diam. Adipati kan satu-satunya sahabat yang baik banget,” gumamnya lagi.
TOK! TOK! TOK!
Kelana mengetuk ruang Direktur Utama untuk memberikan laporan keuangan bulanan, sekaligus punya maksud dan tujuan lain.
“Masuk,” sahut suara pria dari dalam ruangan CEO itu.
“Selamat siang, Pak Ragaza,” sapa Kelana saat masuk ke ruangan itu.
“Selamat siang juga, Kelana. Saya dengar kamu sudah menikah, ya?” tanya Direktur Utama, dengan plat name holder Ragaza Keanu Abraham.
“Benar, Pak. Saya ke sini mau kasih laporan keuangan bulan ini. Laba hasil ekspor lebih besar dari bulan kemarin.” Kelana meletakan berkas yang ia bawa di atas meja Direktur.
“Oke, bagus. Tolong pantau uang yang keluar juga, ya. Saya takut ada yang nilep uang perusahaan.”
“Baik, pak.”
“Laporan saya terima, dan itu untuk kamu.” Direktur itu menunjuk kotak besar yang sudah dikemas menggunakan kertas kado.
“Itu apa, pak? Hadiah atas kerja saya?” Kelana memandang kado di atas meja.
“Bukan, itu hadiah dari saya untuk pernikahan kamu. Mau gimana pun saya belum sempat kondangan ke pernikahan kamu. Tapi dengar-dengar kamu sudah punya istri dua, ya?”
“Benar, Pak. Istri saya memang dua. Sebelumnya terima kasih karena Bapak sangat perhatian pada saya.”
Mood Kelana berubah menjadi senang dalam tempo yang singkat, karena hadiah dari Direktur sekaligus pemilik pabrik itu pasti sangat istimewa.
“Sama-sama, kamu kan staf emas saya. Tapi by the way, hebat juga kamu bisa punya istri dua. Mau bagi tipsnya?”
“Bapak jangan tanya tips ke saya. Bapak bisa kok punya istri dua dengan uang bapak yang banyak itu. Tapi masalahnya, apa Bu Ganya mau dimadu?” tanya Kelana.
“Nah, itu dia masalahnya, Kelana. Bagaimana tipsnya sampai ke dua istri kamu itu mau dimadu?”
“Saran saya, jangan ya pak ya. Bapak jangan mau tau tipsnya. Memangnya Bapak mau babak belur oleh putra-putra bapak?”
Direktur itu bergeming dengan mimik seperti memikirkan sesuatu, namun Kelana mengambil kesempatan itu untuk menanyakan hal yang ingin ia tahu.
“Pak, kebetulan saya punya sesuatu yang ingin saya tanyakan sama Bapak, apa Bapak kenal Direktur utama PT. Gumilang Buana? Siapa tau Bapak kenal karena sesama Direktur,” tanya Kelana.
“Direktur utama PT Gumilang pabrik semen?”
“Betul, Pak.”
“Apa yang kamu maksud Pak Angkasa?”
Kelana tertegun karena tak tahu namanya. “Saya kurang tau, Pak. Tapi pokoknya Direktur Utama PT. Gumilang Buana. Apa Pak Raga punya nomornya?”
“Punya.”
Jawaban Direktur itu seperti memberi secercah harapan untuk Kelana. Ia hanya penasaran tentang pernyataan Kadara dan kedua orang tuanya tentang Direktur Utama yang berani melecehkan istri ke duanya.
“Apa saya boleh minta nomornya, Pak?” pinta Kelana.
“Untuk apa? Kamu mau menjilat dia agar bisa pindah kerja di sana?” Direktur itu memicing, ia dan Kelana memang sudah sangat dekat hingga sering bicara apa adanya.
“Bukan, Pak. Saya nggak akan keluar dari perusahaan ini kok. Mau bagaimana pun saya kan sudah sayang sama pekerjaan saya, sayang sama perusahaan ini, dan sayang sama Bapak."
Direktur yang biasa disapa Pak Raga itu refleks meremas tengkuk yang merinding. “Oke, saya bagi nomornya.” Lanjut membuka ponsel. “Sudah,” sambungnya tak lama kemudian.
“Sudah apa, Pak?” tanya Kelana.
“Nomornya sudah saya kirim ke nomor kamu. Check aja.”
Kelana membuka ponselnya agak tergesa, dan ternyata benar, Direkturnya yang sangat baik itu telah mengirim nomor kontak atas nama Pak Angkasa Gumilang Perkasa.
“Terima kasih banyak, Pak.” Kelana menunduk hormat.
“Sama-sama, kalau sudah, jangan lupa bawa kadonya.”
“Baik Pak, terima kasih.” Kelana menghampiri kado pernikahannya.
Namun saat Kelana mengangkat kado berukuran besar itu, ia refleks mengernyit karena beratnya sangat beda dengan ekpektasi. Ia pikir kado itu akan berat karena ukurannya yang besar, tapi ternyata sangat enteng hingga bisa diangkat dengan satu tangan.
“Enteng banget pak, kayak upil saya. Saya pikir isinya pajero,” sindir Kelana dengan nada candaan.
“Masa iya pajero muat ke dalam kotak itu. Jangan heran kalau beratnya enteng, isinya aja beha.”
Mata Kelana membola saat mendengar jawaban Direktur sekaligus pemilik pabrik beha itu.
“Jadi kado sebesar ini isinya full beha, Pak?” Kelana membayangkan Kadara dan Bening yang akan rebutan beha.
“Iya, itu spesial untuk ke dua istri kamu. Kamu kan punya istri dua, jadi istri kamu itu bisa gonta-ganti beha yang beda model dan beda warnanya juga. Ada hijau, kuning, kelabu, merah mudah, dan biru.”
“Sekalian aja meletus balon hijau, Pak.”
“Nah, di dalam juga ada balonnya, Kelana. Siapa tau kamu mau menunda kehamilan dulu?”
“Balon?” Kelana mengernyit.
“Kondom.”