Pertemuan antara lelaki bernama Saddam dengan perempuan bernama Ifah yang ternyata ibu kosnya Ifah adalah gurunya Saddam disaat SMA.
Ingin tau cerita lengkapnya, yuk simak novelnya Hani_Hany, menarik loh... jangan lupa like, komen, dan ajak para readers yang lain untuk membaca. yuks
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Setelah cukup lama terdiam akhirnya Saddam bersuara.
"Saya begini didikan ayah sama ibu kan?" tanyanya. Ibu Setya pun diam. "Saya kan tidak minta, kalau dikasih ya Alhamdulillah! Masak rezeki mau ditolak apalagi itu buat anak." imbuhnya. Usai dengan perdebatan akhirnya Saddam undur diri untuk menenangkan diri.
Dua bulan di rumah mertua Ifah merasa enak karena kebutuhan makan ada ibu mertua yang masak. Ifah belum boleh melakukan pekerjaan berat terlebih dahulu. Selain itu, jika disana ada yang menemani ketika sang suami pergi bekerja. Tiba disuatu malam Ifah merasa sedih dan menangis.
"Kamu kenapa yank?" tanya Saddam ketika masuk di kamar melihat sang isteri menangis, lalu duduk disamping isterinya. Sedangkan anaknya di ruang tamu bersama ibu Setya. "Ada apa lagi ini?" batin Saddam, pulang kerja sudah disuguhkan drama sore.
"Aku mau sama anakku yank." setelah reda dari tangisnya, Ifah menjawab. "Masak anakku diluar terus, dia sama aku saat mau nyusu saja padahal kan aku ibunya." jawabnya sambil menahan tangis kembali.
"Ya Allah." ucap Saddam singkat. "Apa ini namanya baby blouse?" batinnya. Biasa Saddam dengar dari teman²nya jika ibu yang baru saja melahirkan harus memiliki hati yang tenang, selalu bahagia, begitu juga lingkungan sangat mendukung. "Sabar ya yank, anak kita lebih suka di luar karena disini panas yank meski pun sudah pake kipas angin." jelas Saddam lembut.
"Masak anak ku disuruh sama neneknya terus padahal aku yang hamil dan melahirkan. Neneknya saja hanya tiga kali berkunjung saat aku hamil Hani." jawab Ifah mulai menangis kembali.
"Sudah jangan nangis, kasihan Gadis kita kalau ibunya sedih yank, itu dapat berpengaruh untuk ASI dan untuk Hani juga." ujar Saddam lembut dan sabar memberikan pemahaman pada ibu menyusui demi sang buah hati juga. Gadis merupakan panggilan sayang untuk anak perempuan mereka.
"Tapi aku mau anakku." kekeh Ifah. Saddam bangkit keluar kamar menuju sang ibu.
"Bu, Hani sudah mandi kan? Boleh Saddam gendong?" tanya Saddam lembut pada sang ibu yang asyik menggendong sang cucu yang imut.
"Ini lagi enak tidur. Mau ditidurkan di kamar kah? Nanti malah bangun." ujar ibu Setya tidak tega karena cucunya asyik tidur setelah mandi dan diajak main sebentar.
"Gak apa bu, nanti biar disusui ibunya." jawab Saddam lagi. Dia dilema antara isteri dan ibu, kasihan juga dengan sang bayi jika dijadikan rebutan begitu, pikirnya.
"Pelan-pelan Dam, dia sudah enak tidur malah mau dikasih pindah. Enak dia tidur dipangkuan neneknya." omel ibu Setya, dia ingin menguasai sang cucu karena sayangnya tapi tugasnya sebagai ibu juga untuk memasakkan anak²nya, menantu dan suaminya. Untungnya Saddam biasa bantu masak jika pulang kantor cepat.
"Iya bu." jawabnya singkat, setelah mengambil anak dari pangkuan sang ibu, dibawa anak ke kamar untuk diserahkan pada sang isteri. "Enak tidurnya yank." ucapnya semangat.
"Gadis ku, nak!" ucap Ifah penuh haru. "Putri ibu, kamu sayang ibu kan? Kita bobo bareng ya?" gumamnya pelan tanpa memperdulikan sang suami didepannya. Bukan hanya sekali dua kali tapi sering Hani tidur di ruang tamu apalagi di sofa. Sedang Ifah tidur dikamar! Ibu mana yang tidak sedih jika baru melahirkan harus tidur terpisah dari anak? Pikirnya.
Sebulan telah berlalu, Ifah membawa Hani ke posyandu untuk pertama kalinya.
"Kapan melahirkan bu?" tanya sang bidan namanya bidan Diana Lestari sambil memeriksa buku Ifah tentang Konsultasi Ibu dan Anak (KIA).
"Bulan lalu bu, mau pergi posyandu tapi ternyata malamnya dia lahir." ujar Ifah bangga sambil duduk dikursi depan bu bidan Diana.
"Sudah saya isi data lengkapnya anak ya! Namanya siapa?" tanya bidan Diana sambil mengisi data Hani.
"Namanya Hani Hafizah Saddam." jawab Ifah singkat.
"Mau KB (Keluarga Berencana)?" tanyanya. Ifah hanya menggeleng saja lalu menjawab.
"Gak bu, ini saja lama baru dapat." jawabnya jujur.
"Ok gak apa apa." jawabnya sambil membereskan buku Ifah. "Silahkan kesana bu, nanti akan disuntik dilengan ya!" ujarnya memberikan petunjuk.
"Terima kasih bu Bidan Diana." ucapnya lalu berpindah ke sebelah.
"Ibu Ifah. Maaf ya, dosisnya habis jadi ibu bisa datang ke puskesmas saja yang terdekat dari rumah. Nanti hari Kamis ibu bisa kesana ya?" ujar bidan Nana.
"Iya bu. Makasih." kemudian Ifah pulang bersama suami dan Hani tentunya.
"Gimana yank?" tanya Saddam ketika sampai di rumah, mereka singgah ditempat tinggal mereka yang sebelumnya. Nisa sang adik masih KKN, kemungkinan pulang dibulan Desember.
"Belum jadi disuntik yank karena habis dosisnya. Berat badannya 3,3kg yank, dulu waktu lahir 2,9kg. Lumayan naik 400gram yank. Hehehe." ujarnya sambil ketawa ringan karena merasa bahagia.
"Alhamdulillah yank. Waktu lahir berapa tingginya?" tanya Saddam lagi.
"48cm yank." jawabnya sambil berganti pakaian karena mau istirahat bersama sang anak. "Enak tidurnya yank." celetuk Ifah.
"Iya yank, ari²nya ditimbun disini. Sejuk juga dia rasa dan nyaman!" ujar Saddam bangga dengan tempat tinggalnya. "Di rumah neneknya panas." imbuhnya.
Sorenya mereka kembali ke rumah orang tua Saddam. Malamnya kembali mengobrol serius usai makan malam.
"Ifah dan Saddam, ibu dan ayah mau berbicara serius." kata ibu memulai percakapan.
"Mau bicara apa bu?" tanya Saddam heran, pasalnya tidak ada masalah kok mau bicara serius, pikirnya.
"Begini Dam, lebih baik kalian disini dulu! Nanti satu bulan ke depan kalau berhasil proyek ayah bisa renovasi rumah kalian, kalau misalnya proyeknya gagal kan bisa nanti dicarikan atau diusahakan cari jalan keluarnya, masih ada kebun yang bisa dijual dan lainnya." ucap ayah Putra enteng.
"Dari kita saja! Yakin kah jadi proyek nya?" tanya Saddam meremehkan.
"Kalau saya sih tergantung dari suami, kalau memang mau disini dulu gak apa!" jawab Ifah memberi keputusan dan dikembalikan pada keputusan suami.
"Kalau memang isteriku masih mau disini ya aku turuti." jawab Saddam pasrah. "Proyek bohong² itu." batin Saddam sambil tersenyum tipis.
"Adakah keluhan selama tinggal disini Ifah?" tanya sang mertua laki-laki.
"Keluhanku itu hanya satu Yah, kucing. Terlalu banyak kucing sehingga menyebabkan kekhawatiran khususnya bagi saya pribadi. Pertama dia sering masuk rumah bahkan masuk kamar. Kedua ada anak keci bahkan masih bayi, tidak bagus jika banyak bulu kucing bertebaran dimana mana. Ketiga, kotorannya bau! Bukan hanya di luar yang jarang dibersihkan tapi di kamar mandi juga. Kalau begitu terus tidak betah saya dan anak saya." jelas Ifah jujur, Novi yang mendengar langsung berkaca² karena kucingnya disalahkan.
"Gak apa apa!" jawab ayah enteng lalu fokus pada ponselnya.
"Maksudnya?" batin Ifah kesal lalu masuk kamar menemani sang baby.
Keputusan telah diambil, Ifah dan Saddam akan tetap tinggal di rumah orang tuanya selama satu bulan lagi sampai mereka dapat merenovasi tempat tinggal Saddam.
"Yank, uang dari papa buat renovasi rumah juga untuk tambah² yank." usul Ifah saat mereka sudah dikamar.
"Bukan untuk tambah yank, tidak ada itu proyek! Paling juga gagal." ucap Saddam enteng.
"Tapi gak apa kah kalau kita disini sebulan lagi? Sebenarnya aku pengen pulang tapi apa aku sudah mampu mengerjakan semua sendiri?" gumam Ifah pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Ya sudah kalau masih ragu, disini saja dulu sampai bulan depan ya! Sabar isteriku." ucap Saddam lalu memeluk sang isteri.