Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pekerjaan
Tahun 2040, tahun kemunculan ramalan tentang kebangkitan raja iblis serta tahun di mana dunia mulai mengalami perubahan besar-besaran.
Perubahan paling ekstrim adalah kemunculan sebuah fenomena alam baru yang dinamai Ruang Gelap. Fenomena ini merupakan peristiwa di mana sebuah asap hitam memenuhi sebuah ruang acak seperti gunung, rumah, dan sebagainya.
Fenomena ini memiliki sesuatu yang berada di luar akal. Sesuatu yang mengubah, menggabungkan, merusak, serta menambah sesuatu pada makhluk hidup. Yang paling sering terkena dampaknya adalah hewan dan tumbuhan.
Tiap Ruang Gelap memiliki aturannya masing-masing. Beberapa mengikuti aturan tempat mereka muncul, beberapa yang lain membuat aturannya sendiri.
Selain itu, kemunculan manusia berkemampuan atau awakening berhasil membuat umat manusia berkembang dan tidak mengalami kehancuran.
Salah satu awakening paling bersejarah adalah Roberto Van Garcia dan Oktaviano. Mereka terkenal sebagai ilmuwan paling jenius abad itu bersama beberapa rekannya yang lain.
Mereka telah menciptakan banyak penemuan canggih yang membantu kemajuan teknologi manusia.
Sayangnya, umat manusia masih belum bisa menghentikan kemunculan para monster dan makhluk-makhluk mistis yang mulai muncul dari tempat persembunyiannya.
Seluruh senjata canggih masih belum bisa menandingi kekuatan mahluk yang berada di level Legenda. Level tertinggi di kalangan awakening.
Salah satu makhluk mistis yang berada di level ini dan muncul di depan banyak orang adalah Hydra. Kini, makhluk berkepala 7 itu telah di kurung dalam penjara paling kuat sedunia.
.
.
.
Tahun 2204.
Di sebuah teras rumah. Terlihat seorang perempuan berambut putih sebahu sedang memperagakan gerakan berpedang dengan sapu.
Tiap gerakannya mengeluarkan hembusan angin, membuat debu-debu di lantai teras terbang ke sembarang arah.
Tindakan perempuan itu memunculkan tanda tanya besar dalam kepala seorang remaja laki-laki yang baru duduk di bangku SMP.
"Dasar Wibu." Ucapan remaja dengan name tag 'Arkara' itu membuat perempuan tadi memasang wajah datar.
"Kamu diam!"
Remaja bernama Arkara itu mendengus pelan. Dia sudah lelah dengan sifat sang kakak yang agak lain ini.
Sambil mengabaikan tingkah kakaknya, Arkara berjalan memasuki rumah. Aroma mie kuah rasa soto langsung menusuk hidungnya.
"Mama masa mie," pikir Arkara.
Remaja berambut hitam itu berjalan menuju dapur. Di ruangan yang penuh alat maka itu berdiri seorang wanita cantik yang tengah berbicara sendiri.
Hal itu membuat Arkara heran. "Ma, kaya Papa jangan sering masak mie."
Ia berjalan mendekati sang ibu. Menyadari keberadaan dang anak, wanita berambut hitam itu tersenyum cerah.
"Gak papa, cuman sekali-kali kok. Besok mama mau bikin jajan. Kamu mau yang manis atau asin?"
"Yang manis saja," jawab Arkara sambil menyalami sang ibu.
Setelah itu, Arkara membungkukkan kepalanya sedikit ke salah satu sudut dapur. Meski tidak bisa dilihat secara langsung, remaja itu bisa merasakan hawa keberadaan seseorang di sana.
Sementara itu, di depan teras.
Ekilah Rajendra. Itulah nama dari kakak perempuan Arkara yang saat ini sedang galau karena kehilangan uang ketika jalan-jalan kemarin.
"Padahal aku pingin beli komik itu," gumam Ekilah.
Dalam keheningan selama beberapa menit, Ekilah pun akhirnya bertekad untuk mencari uang dengan cara benar agar tidak di usir dari rumah. Sekalian dia ingin melengkapi koleksi komiknya.
"Yosh! Aku akan cari pekerjaan!"
Jdaaar!
Petir menyambar di langit. Melihat itu Ekilah terdiam sejenak.
"Hmm... Mulai besok aja deh aku nyari kerjanya."
.
.
.
"Aku mau cari kerja."
Satu kalimat dari mulut Ekilah berhasil mengejutkan seluruh anggota keluarganya yang sedang berkumpul untuk makan malam.
Karsa Rajendra selaku kepala keluarga pun termenung sebentar. "1 bulan lewat 2 Minggu."
"Kayaknya sekarang jadi 1 bulan pas deh Pa," ujar Arkara.
Ekilah mengerutkan keningnya sebal, "Maksudnya apa ya, Tuan-tuan?"
Ini bukan pertama kalinya Ekilah berkata ingin mencari kerja.
Rahayu menghela nafas panjang. Dia harus menghentikan pembicaraan ini sebelum keseruan dalam rumah tangga terjadi.
"Kalian berdua jangan seperti itu." Rahayu kemudian menatap sang putri.
"Memangnya sekarang Eki mau kerja apa? Mama sarankan jangan kerja di supermarket lagi, nanti Papamu harus membayar makanan yang kamu makan."
Ekilah tidak tahu apakah sang ibu sedang membela atau ikut menghina dirinya.
"Aku mau jadi Awakening."
"!!"
Karsa sedikit mengerutkan kening mendengar jawaban sang putri. "Kamu yakin, Eki? Menjadi awakening itu bukan hal yang mudah. Papa tidak mempermasalahkan soal biasa hanya saja jalan yang kamu tempuh kedepannya bisa sangat berbahaya."
Bagi kebanyakan orang, menjadi awakening sama dengan mempersembahkan nyawa kepada dewa kematian. Sudah tak terhitung banyak nyawa yang hilang dalam pekerjaan ini. Walau ada beberapa orang fomo yang menganggapnya keren.
"Aku yakin, Papa tahu sendirikan impianku waktu kecil."
Karsa menaikkan satu alisnya bingung, "bukannya kamu cuman ingin makan kue tingkat 10?"
"Bukan, bukan yang itu Pa, tapi yang satunya."
"Oh! Yang setelah kamu dapat masalah besar di sekolah itu ya."
Ekilah mengangguk kecil.
Arkara yang masih duduk di bangku SMP memilih untuk tetap diam. Lebih tepatnya dia masih belum siap masuk ke dunia orang dewasa.
"Papa tenang saja, aku bisa jaga diri kok. Waktu pemeriksaan di SMA aku masuk dalam kategori orang yang bisa membangkitkan kekuatan dengan mudah kan."
Karsa menghela nafas. "Bukan itu yang papa khawatirkan. Jika kamu pergi menjadi awakening maka Mamamu akan tinggal sendiri di rumah."
"Tidak perlu khawatir soal itu. Mama tidak masalah, kok," timpal Rahayu.
Malam itu, Ekilah sudah memutuskan untuk menjadi awakening agar bisa mewujudkan impian masa kecilnya.
Di dalam kamar, Ekilah mulai membaca beberapa artikel di ponselnya tentang ujian menjadi awakening resmi. Setelah mengikuti ujian peresmian dari Federasi Awakening Dunia yang biasa diadakan 1 tahun sekali, Ekilah akan mendapatkan 3 jenis pilihan.
Pertama, bergabung dengan Federasi Dunia untuk menjalankan misi dan langsung bergabung dengan Federasi Awakening cabang di negaranya ini.
Kedua, bergabung dengan sebuah Guild dan mengikuti sosok Guildmaster.
ketiga, menjadi awakening independen yang bergerak sendiri. Mereka bebas ingin mengikuti misi dari Federasi atau misi dari seseorang atau organisasi.
Untuk bergabung dengan Federasi seorang Awakening harus memiliki kekuatan di atas tingkat perunggu. Meski bisa mendapatkan penghasilan banyak bagi Ekilah, Federasi itu seperti sedang mengikat rantai pada tiap leher Awakening agar mereka patuh dan tidak menjadi lawan yang berbahaya di masa depan.
monster yang tidak bisa mengeluarkan kekuatannya adalah hal yang paling menyedihkan bagi Ekilah. Maka dari itu Ekilah akan memilih antara pilihan yang kedua atau ketiga.
Awalnya Ekilah pernah ditawari untuk mengikuti ujian saat lulus SMA tapi dia menolaknya dengan alasan ingin merasakan jadi pengangguran lebih dulu. Walaupun alasan seperti itu sempat ditolak akhirnya Ekilah pun menggunakan keluarganya sebagai alasan.
Ekilah mengerutkan keningnya kesal. "Agh! Kenapa jadi Awakening di jaman sekarang begitu menyusahkan sih!?"
Ting!
Tiba-tiba muncul sebuah ide dalam kepala Ekilah. "Bagaimana jika aku membunuh petinggi Federasi dan memaksa penerus mereka untuk mengganti aturannya?"
"... Lupakan sajalah, itu terdengar lebih merepotkan."
Bruk!
Aqila pun merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ponselnya bergetar pelan, perempuan itu membaca pesan masuk dan menaruh ponselnya kembali.
"Ah, besok aku harus minta tolong ke bang Rizal."
.
.
.
"lo telat," kata seorang pemuda berkaos hitam longgar tanpa lengan.
pemuda itu sedang minum kopi di sebuah cafe. Ekilah selaku orang yang datang terlambat hanya bisa tertawa kecil.
"Jadi, mau mintol apa?"
"Mintain formulir pendaftaran peresmian Awakening dong, bang."
"kenapa gak lo ambil sendiri." Rizal meneguk kopi pesanannya.
Ekilah mendengus pelan. Dia lalu menopang dagunya dengan tangan dan menatap ke sekumpulan orang yang berada di dalam kafe.
"Bang Rizal tahu sendiri kan soal masalah yang aku buat dengan cowok buaya waktu SMA dulu. Dia itu anak salah satu orang berpengaruh di dalam Federasi. Seperti kata pepatah lawanlah racun dengan racun."
"Gua gak pernah denger pepatah kayak gitu deh."
"Pokoknya aku minta tolong ya, Bang Rizal."
Rizal termenung sebentar, dia sebenarnya tidak mau meminta bantuan pada kerabatnya yang bekerja di Federasi. Hanya saja jika dia menolak permintaan Ekilah sekarang ada kemungkinan perempuan berambut putih ini akan meminta bantuan yang lebih berat di masa depan.
"Baiklah, aku akan membantumu."